Monday, May 30, 2016

Seharusnya Pemerintah Aceh Terapkan E-Goverment dan E-Budgeting !


Oleh Teuku Rahmad Danil Cotseurani

                Sungguh pilu dan menyayat hati ketika masyarakat Aceh membaca tajuk berita di harian Serambi Indonesia secara berturut-turut mengenai APBA, Kenduri Besar Para Elite, Uang Minum SKPA Rp 86 Milyar,  daan Uang Perjalanan Dinas juga tanggapan oleh para penyeimbang seperti LSM untuk meminta Mendagri atas sejumlah dana yang dianggap dana “siluman” karena kegemukan dan berlebihan. Sangat rawan, pemborosan keuangan daerah, manipulasi data  dan berindikasi untuk dikorup oleh para penyelenggara pemerintahan di pemerintah Aceh.
                Ternyata dana-dana “siluman” itu selalu terulang dan ada Setiap tahun. Dan menjadi masalah. Tahun lalu dana hibah yang di dalamnya ada item pembelian keranda, celana dalam, beha, dan sebagainya. Sekarang sudah uang makan dan minum pula. Padahal, kalaupun tidak ada uang makan minum, PNS itu juga tetap makan dan minum karena mereka di gaji oleh pemerintah untuk melayani dan masyarakat dan dalam gaji yang diterima sudah barang tentu cukup untuk makan, minum, beli BH, jilbab, celana dalam dan lain sebagianya.
                Jika dilihat dari jumlah pegawai negeri sipil (PNS) di Provinsi Aceh saat ini sekitar 9.200 orang, ditambah tenaga honorer/kontrak sekitar 8.000 orang, sehingga totalnya Rp 17.200 orang, maka uang makan minum sebesar itu sangatlah besar dan berlebihan. Betapa banyak kelebihan dan fasiltas yang diterima oleh PNS, namun oleh pemerintah Aceh sendiri masih saja diplotkan untuk pos-pos anggaran yang  tidak masuk akal dan mubazir, wajar saja jika Mendagri Tjahyo Kumolo mengirim surat evaluasi untuk pengurangan secara signifikan, malah masyarakat mengharap dicoret dan dikoreksi oleh mendagri.
                Kalau belanja aparatur lebih besar daripada belanja publik, maka hakikat rakyat memilih pada pilkada akan tiada berarti. Karena  Gubernur dan wakil gubernur yang kita pilih telah lupa bahwa mereka dipilih oleh rakyat dan seharusnya harus berbuat demi kepentingan rakyat, bukan demi kepentingan dan fasilitas golongan dan kelompok tertentu. Dalam hal ini rakyat atau masyarakatlah yang dirugikan.
                Anehnya pihak DPRA yang sejatinya mitra pemerintah Aceh dan terlibat sejak pembahasan APBA kenapa tidak  pernah menolak dan menghapuskan jika pengajuan dana aparatur karena terlalu boros. Pihak DPRAseolah tak berdaya atau malah ada “kepentingan”. Masalah  lantaran Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah mengancam akan mempergubkan APBA 2016. Itu urusan lain. Disini Nampak kita lihat masih kurang harmonis antara para penyelenggaran pemerintahan di Aceh dalam hal ini pihak eksikutif, Gubernur/wakil Gubernur dengan pihak legislatif, DPRA.
                Masalah yang dikritik dan dievaluasi dari tahun ke tahun, terus-menerus seputar uang makan minum, dana perjalanan dinas yang besar, dana tenaga ahli, biaya pelatihan, hibah bansos, dan lainnya. Jika dilihat tidak ada program pro rakyat yang akan berdampak langsung bagi rakyat Aceh baik jangka pendek, menengah atau apalagi untuk jangka panjang. Mengapa tidak menjadi pengalaman dan pelajaran ditahun-tahun sebleumnya, jika yang disorot seputar masalah habis pakai dan bermuara ke toilet/wc. Masyarakat akan beranggapan pembahasan APBA adalah ibarat kenduri besar para penyenggara pemerintahan di Aceh. Sesungguhnya koreksi Mendagri itu memberikan arti atau isyarat kepada publik bahwa sampai tahun ini Pemerintah Aceh bersama DPRA belum memiliki kekuatan politik yang kuat untuk menyejahterakan dan pro kepada rakyatnya. Pada saat yang sama kondisi rakyat Aceh dengan jumlah penduduk miskin di Aceh masih tinggi, pengangguran terus bertambah, dan pertumbuhan ekonomi Aceh kecil.
                Awal tahun  2016 ini, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Laporan Sosial Ekonomi , bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan) di Aceh saat ini mencapai 859,41 ribu orang (17,11%), di atas rata-rata Nasional sebesar 11,47%. Aceh menempati urutan ke-2 termiskin di Sumatera setelah Bengkulu dan peringkat ke-7 termiskin di Indonesia (peringkat 28 dari 34 provinsi di Indonesia). Ini fakta dan realitas yang harus dipaparkan ke publik, bahwa sejauh mana kinerja para elite yang telah rakyat pilih mereka diajang pemilu. Angka ini sangat memilukan diaat yang sama Aceh adalah penerima dana Otsus dengan APBA mencapai  belasan triliyunan tiap tahunnya. Ironi memang inilah prestasi dan capaian orang nomor satu dan nomor dua di Aceh serta DPRA. Tidak ada hasil nyata dan proyek multiyear yang bisa dirasakan oleh rakyat Aceh yang masih duduk di peringat salah satu propinsi miskin, belum lagi hasil migas kita yang berkurang sering padamnya operasional PT. Arun, LNG.
                Selama ini kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah Aceh terhadap upaya pengentasan kemiskinan belum tepat sasaran. Pemerintah seharusnya memprioritaskan alokasi anggaran pada sektor pemberdayaan riil masyarakat miskin, membuka akses lapangan pekerjaan atau akses bantuan modal usaha, sehingga roda perekonomian masyarakat miskin bisa bergerak, bila pemerintah Aceh mau belajar dari krisis ekonomi 1998 salahsatu sector yang bisa bertahan dari krisis moneter adalah usaha kecil dan menengah rakyat (UMKM), mengapa tidak ada plot anggaran khusus untuk menghdupkan ekonomi micro dan pemberdayaan masyarakat miskin melalui koperasi danm usaha kecil/menengah rakyat, disamping mata pencaharian utama rakyat Aceh sebagai petani dan nelayan. Sungguh APBA tidak untuk kepentingan  rakyat Aceh dan belum bisa menyejahterakan rakyat Aceh dengan limpahan dana yang besar dari pemerintah Pusat.
Belajar dari Ahok
                Rasa Pemerintah Aceh dalam hal ini gubernur Zaini Abdullah dan wakil gubernur Muzakkir Manaf harus belajar dan meniru gaya kepemimpinan Ahok atau gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama dalam hal pengelolaan pemerintahan yang baik dan benar, terlepas dia bukan muslim dan gaya pemerintahannya dianggap berhasil dan ada aksi nyata kepada masayarakat ibu kota. Dia tidak segan-segan berhadapan dengan DPRK Jakarta dalam ini diwakili oleh haji Lulung cs.  Ahok dianggap berhasil menjalankan tata kelola pemerintahan yang transparan dan jujur dengan sistim E-Government, E-Budgeting dan E-Muresbang. Sehingga tidak celah untuk tilep-tilep, manipulasi anggaran, pembengkakan apalagi pemborosan seperti  yang dilakukan oleh pemerintah Aceh bersama DPRA.
                E-Government merupakan kependekan dari elektronik pemerintah. E-Governtment biasa dikenal e-gov, pemerintah digital, online pemerintah atau pemerintah transformasi.
E-Government adalah Suatu upaya untuk mengembangkan penyalenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik. Suatu penataan system manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Atau E-Goverment adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. e-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis.
                Ada tiga model penyampaian E-Government, antara lain :a. Government-to-Citizen atau Government-to-Customer (G2C) Adalah penyampaian layanan publik dan informasi satu arah oleh pemerintah ke masyarakat, Memungkinkan pertukaran informasi dan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah, contohnya G2C : Pajak online, mencari Pekerjaan, Layanan Jaminan sosial, Dokumen pribadi (Kelahiran dan Akte perkawinan, Aplikasi Paspor, Lisensi Pengarah), Layanan imigrasi,
Layanan kesehatan, Beasiswa, penanggulangan bencana. b. Government-to-Business (G2B) Adalah transaksi-transaksi elektronik dimana pemerintah menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan bagi kalangan bisnis untuk bertransaksi dengan pemerintah.Mengarah kepada pemasaran produk dan jasa ke pemerintah untuk membantu pemerintah menjadi lebih efisien melalui peningkatan proses bisnis dan manajemen data elektronik. Aplikasi yang memfasilitasi interaksi G2B maupun B2G adalah Sistem e-procurement. Contoh : Pajak perseroan, Peluang Bisnis, Pendaftaran perusahaan, peraturan pemerintah (Hukum Bisnis), Pelelangan dan penjualan yang dilaksanakan oleh pemerintah, hak paten merk dagang, dll c. Government-to-Government (G2G)  Adalah Memungkinkan komunikasi dan pertukaran informasi online antar departemen atau lembaga pemerintahan melalui basisdata terintegrasi. Contoh : Konsultasi secara online,blogging untuk kalangan legislative, pendidikan secara online, pelayanan kepada masyarakat secara terpadu.
                Lalu Ahok sukses dengan E-Budgetingnya, yang membuat getar- getir para anggota dewan Jakarta dengan pembahasan APBD provinsi Jakarta. e-Budgeting adalah sistem saling mengawasi anggaran agar terciptanya  keadilan  untuk rakyat , bersih,transparan,professional dan akuntabilitas  dalam penyusunan anggaran dalam suatu daerah.Jadi dengan adanya sistem ini masyarakat dapat melihat anggaran apa saja yang dibuat atau di ajukan. Beberapa kali Ahok terlibat perseteruan panas dengan para anggota dewan provinsi Jakarta, baik mengenai belanja publik sampai masalah UPS ke sekolah-sekolah di DKI Jakarta. Intinya Ahok bekerja dengan sistim yang dia bangun dalam pemerintahnnya. Karena dengan sistem ini masyarakat jadi lebih percaya.Penerapan sistem juga sesuai dengan semangat Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 yang menyatakan bahwa keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang - undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.Pengertian Transparansi dalam PP 58/2005 ini diartikan sebagai prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas - luasnya tentang kuangan daerah dan diatur dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006.
                Selanjutnya sukses Ahok dengan E-Musrenbangnya, yang diapilkasikan dalam tata kelola pemerintahan DKI Jakarta. E-Musrenbang adalah aplikasi perencanaan berbasis website yang dibangun untuk mendukung upaya sinergi perencanaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah. Aplikasi ini dibangun dan dikembangkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas).  Terhitung mulai tahun ini,‎ Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menggunakan sistem elektronik dalam setiap ‎kegiatan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) tingkat kelurahan, kecamatan, kota, hingga provinsi. Penggunaan sistem elektronik yang disebut E-Musrenbang ini dilakukan agar masyarakat Jakarta dapat mengetahui rencana pembangunan yang akan dikerjakan di 2016 mendatang.
Hadirnya KPK
                Tidak ada salahnya jika pemerintah Aceh dan DPRA sama bersinergi demi pembanganunan dan kemajuan Aceh dengan belajar seperti hal yang diterapkan pemerintah provinsi DKI Jakarta, sebab Jakarta adalah barometer Indonesia, selain karena ibukota pemeintahan juga provinsi yang paling cepat disorot jika ada kendala dan masalah dalam pembangunan dan tata kelola pemerintahannya.
                Melihat fenomena yang tejadi saban tahun di Aceh tentang pengesahan dan pengajuan APBA selalu ada koreksi dari kemendagri tepat rasanya jika sistem yang bekerja dan dikelola secara baik oleh para penyelenggara pemerintahan di Aceh terlebih lagi dana yang besar dikucurkan oleh pemerintah pusat karena ke khusususan provinsi Aceh bersama provinsi Papua dan Papau Barat. Dana yang besar rawan sekali terjadi penyalahgunaan dan korupsi di dalamnya.
Dalam beberapa paparan para pegiat LSM di Aceh juga sangat merindukan kehadiran KPK untuk masuk ke Aceh dan memeriksa sejumlah aliran dana dari pusat ke Aceh, seolah-olah kita merasa fungsi Kepolisan dan Kejaksaan di Aceh belum berani menangkap para koruptor dan penyalahgunaan wewenang di Aceh. Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan menyebutkan bahwa Provinsi Sumut, Riau, dan Banten dipanggil karena kasusnya banyak. Sedangkan Aceh, Papua, dan Papua Barat dipanggil terkait Dana Otonomi Khusus yang lumayan besar (Serambi, 14/1/2016). Fokusnya untuk melihat pengelolaan anggaran daerah, mekanisme bantuan sosial, pengadaan barang dan jasa, serta pelayanan satu pintu terkait izin konsesi sumber daya alam.KPK kemudian dikabarkan mulai menyoroti  APBA  (Serambi, 3/2/2016). Wajar saja masyarakat Aceh berharap KPK segera menginjak kakinya di Aceh, walau sebelumnya KPK sudah memproses Bupati Bener Meriah, terkait korupsi yang dilakukan pada BPKS Sabang beberapa tahun yang lalu, tapi seolah-olah hilang informasi dari media terkait hal itu.
                Masyarakat Aceh tentu tidak ingin pemimpin kita mengikuti jejak gubernur Sumtera Utara, gubernur Riau, dan beberapa gubernur lainnya di Sumatera harus berurusan dengan KPK dan harus mendekam di balik jeruji besi karena tata kelola pemerintahan yang amanahkan rakyat tidak dijalankan dengan baik dan benar, melawan hukum, korupsi dan penyalahgunaan wewenang, sudah cukup mantan gubernur Aceh Abdulah Puteh yang merasakannya, disamping  itu citra  nama Aceh akan tercoreng jika para pejabatnya dijerat KPK dan penegak hukum lainnya. Rakyat Aceh sangat merindukan pasangan pemimpinnya hasil pilkada 2017 mendatang dapat harmonis dalam menjalankan roda pemerintahan jangan sampai pecah kongsi sampai belum berakhir masa jabatannya seperti yang terjadi sekarang dan periode sebelumnya, juga kolaborasi yang sempurna dengan DPRA demi pembangunan Aceh.
                Semoga jangan sampai setelah masa dana otsus selesai yang akan berakhir tahun  2027, banyak para pejabat,elite politik dan kelompok-kelompok pendukunganya yang hidup mewah puluhan tahun yang akan datang. Merupakan hasil dari bisnis untuk kepentingan pribadi dan kelompok yang dikerjakan dan dinikmati selama masa otsus tersebut untuk memperkaya diri  yang akan diduga kuat didanai dengan uang rakyat. Akan memetik hasil dan mendekam dipenjara di hari tuanya.  Nah!

*)
Teuku Rahmad Danil Cotseurani
 Auditor
d.a Kompleks Perumahan PT. AAF
Aceh Utara – Aceh
Indonesia 24354


No comments:

Post a Comment