Droe Keu Droe : Serambi Indonesia, 09/12/2014
Menarik menyimak pemberitaan dalam beberapa pekan terakhir
ini dan khususnya di bulan Desember karena pada bulan tersebut disamping ada
peristiwa tentang mengenang Tsunami dan ada juga peristiwa bersejarah yaitu
Milad GAM, berita tentang bendera Aceh
yang masih belum tuntas sampai sekarang ini karena belum mendapat restu dari
pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri
(kemendagri) masih menjadi harap-harap cemas bagi sebagian rakyat Aceh dan para
anggota DPRA dari partai Aceh pada khususnya. Mereka telah melahirkan,
mempejuangkan dan mengundangkan salah satu butir dari Undang-undang Pemerintah
Aceh (UUPA) tentang Bendara, lambang dan hymne Aceh.
Presiden dan menteri dalam negeri Republik Indonesia sudah berganti
kekuasaan dari Presiden SBY ke Presiden Jokowi dan dari Gamawan Fauzi ke Tjahyo Kumolo namun
belum juga disahkan secara resmi tentang bendera dan lambang Aceh. alas an
pemerintah Republik Indonesia untuk tidak menyetujui bendera Aceh karena mirip
dengan bendera GAM yang dianggap separatis dulu dan kini sudah berdamai pasca
15 Agustus 2005 dengan ditandatanganinya perjanjina Helsinki di Finlandia.
Berlarut-larutnya pembahasan dan penyetujuan tentang bendera Aceh di
kementerian dalam negeri sampai harus beberapa kali diadakan pertemuan antara
tim lobi pemerintah Aceh dan pemerintah Republik Indonesia sampai harus ada colling down, membuat wagub Aceh Muzakir
Manaf atau yang disapa mualem untuk setuju merubah bendera Aceh, bulan bintang.
Hal ini sangat mendasar, karena dulu waktu lahirnya Partai Aceh juga mendapat
penolakan dari Kementrian hukum dan HAM (lemenkumham) mengenai bendara partai
yang dianggap mirip dengan bendera GAM. Dan akhirnya setelah beberapa kali
negosiasi antara pengurus Partai Aceh dan kemenkumham disepakati dengan
perubahan bendera partai.
Hal yang sama sekarang ketika DPRA Aceh periode sebelumnya
dan periode sekarang ini ketika melahirkan dan mengundangkan bendera daerah
Aceh dan lambang daerah Aceh mendapatkan penolakan dari kemendagri. Sudah
seharusnya anggota DPRA, Gubernur Aceh dan masyarakat Aceh untuk melunak dan
menerima opsi dari pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah bentuk bendera
Aceh yang pernah dilakukan pada waktu lahirnya Partai Aceh. dirubah saja
bendera Aceh tersebut dengan seperti bendera Partai Aceh yang terdiri dari
warna kontras merah, ditengah-tengah bulan dan bintang disisi atas dan bawah
les warna hitam diapit oleh warna putih, sedangkan disisi kanan diberi warna
latar putih dan teks tulisan ACEH menurun ke bawah seperti pada bendera Partai
Aceh, disisi kanan ada warna latar putih dan ada tulisan teks PARTAI dengan
tulisan menurun kebawah. Dengan perubahan seperi ini sama halnya seperti
perubahan pada bendera partai Aceh yang membedakan adalah jika bendera partai
Aceh ditengah ada teks ACEH dan disisi kanan ada teks PARTAI, sementara untuk
bendera daerah Aceh ditengah ada logo BULAN BINTANG dan disisi kanan ada teks ACEH dengan kombinasi warna
yang sama merah, hitam dan putih seperti warna pada bendera partai Aceh.
perubahan seperti ini tidak akan mengubah makna, arti dan hakikat dari bendera
daerah Aceh yang telah diidam-idamkan oleh rakyat Aceh dan merupakan amanah MoU
Helsinki yang sampai saat ini turunan belum diaplikasikan dan diterapkan oleh
pemerintah Aceh dan pemerintah Republik Indonesia.
Semoga saja anggota DPRA yang baru sekarang tidak
berlarut-larut lagi pembahasan tentang bendera Aceh dan wakil gubernur juga
sudah nerespon untuk diubah bendera Aceh dan dapat diterima oleh rakyat Aceh
seperti perubahan pada bendera Partai Aceh yang bias diterima oleh masyarakat Aceh
dan tetap melambangkan dan kekhasan Aceh.
Terimakasih kepada harian Serambi Indonesia atas dimuatnya
tulisan ini,semoga menjadi reungan bersama dan bermamfaat bagi pemangku
kepentingan di Aceh.
Teuku Rahmad Danil Cotseurani
Internal Auditor- ASDC
Bireuen - Aceh
No comments:
Post a Comment