Wednesday, November 30, 2016

Antara Peringatan Tsunami, Natal dan Tahun Baru (Mengenang 12 Tahun Tsunami Aceh)


Oleh Teuku Rahmad Danil Cotseurani

Musibah gempa yang disusul tsunami pada 26 Desember 2004 tentu punya duka mendalam bagi rakyat Aceh para keluarga yang ditinggalkan untuk selama-lamanya, tahun ini kita akan memperingati peristiwa bencana terdahsyat tsunami yang ke 11 (sebelas) tahun. Panitia tingkat provinsi Aceh tentu akan menggelar mengenang peristiwa tersebut juga halnya masyarakat akan menggelar yasinan, zikir bersama dan doa bersama untuk arwah para korban tsunami baik yang ditemukan maupun yang hilang tidak diketahui jasadnya dan upacara peringatan tsunami.
Peristiwa Tsunami Aceh lalu, merupakan bencana terbesar yang pernah melanda Indonesia dan mengguncang dunia, adalah sebaris bacaan dalam paragraf dalam kitab yang terbentang. Tapi meskipun sebaris, bacaannya bisa melahirkan beribu makna bahkan tak terhingga. Diawali dengan gempa besar berskala 8,9 SR disusul tsunami dahsyat menyapu bersih pantai-pantai Aceh, sebagian Sumatera Utara, bahkan hingga ke Somalia di benua Afrika yang berjarak ribuan kilometer dari pusat gempa di sebelah barat Provinsi Aceh.
                Setelah tsunami surut, bangunan yang tersisa di sepanjang pantai barat dan utara Aceh, semua tinggal garis-garis bekas pondasi rumah atau sekolah-sekolah. Hal ini  menunjukkan bagaimana kekuatan tsunami yang terjadi, dan tidak sedikit rekaman video amatir yang beredar di televisi untuk menggambarkan kedahsyatannya.
                Fakta tersebut merupakan sebagian informasi yang dapat diperoleh dari bacaan kitab alam yang terlihat dengan kasat mata. Namun, di balik luluh-lantaknya wilayah pantai Aceh tersebut, Allah berkehendak lain, Dia masih meninggalkan sedikit pohon dan bangunan guna menjadi peringatan bagi warga Aceh khususnya untuk dibaca dan manusia pada umumnya. Jika fakta tersebut dibaca dengan ilmu akan melahirkan berbagai makna, tergantung kepada siapa yang membacanya.
                Di Ulee Lheue, Banda Aceh, Masjid Baiturrahim masih tampak tegar. Bangunan yang berada dekat tepi pantai dan pelabuhan kecil tersebut tetap utuh. Tsunami hanya menjebol pagar dan kaca-kaca masjid tersebut. Daerah sekitar masjid hingga berkilo-kilo meter rata dengan tanah. Di Kampung Cot, Meulaboh, Aceh Barat, juga terjadi hal serupa, hanya masjid Al Hidayah yang menjadi satu-satunya bangunan yang tetap utuh. Apa yang dapat diperoleh jika fakta ini dibaca penuh dengan renungan? 
Dalam catatan, tsunami yang melanda Aceh saat itu bermula dari gempa dahsyat yang terjadi di Samudera Hindia. Pusat gempa terletak kurang lebih 160 km sebelah barat Aceh pada kedalaman 10 km. Dengan berkekuatan 9,3 skala Richter (SR), gempa itu juga menggoyang wilayah Sumatera Utara, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Srilanka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika. Gempa dan tsunami yang terjadi saat itu diperkirakan mematikan sekitar 230.000 orang di 8 negara (Yunisa Priyono dan Fajar Shodiq Kurniawan, 2010.
Fakta-fakta terkait gempa dan tsunami yang melanda Aceh tentu bisa ditelusuri lebih lanjut. Yang menarik, ada sebuah penelitian yang mengatakan bahwa tsunami di Aceh pada tahun 2004 itu bukan kali pertama. Diberitakan Media Indonesia, Eko Yulianto selaku peneliti Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkan terjadinya tsunami di Aceh sekitar ratusan tahun silam. "Dari riset yang saya lakukan di Meulaboh, berdasarkan endapan paleotsunami, dapat dilihat bahwa pernah terjadi tsunami di Aceh sekitar 600 tahun silam.
Data yang berhasil diungkap itu menepis anggapan bahwa di Aceh tidak pernah terjadi gempa besar dengan skala di atas 9,0 pada skala Richter (SR)," kata Eko Yulianto. (Media Indonesia, 26 Juli 2011, halaman 16). Penelitian Eko Yulianto itu dimungkinkan masih debatable. Jika benar 600 tahun silam pernah terjadi tsunami di Aceh, maka dipastikan akan menjadi catatan anyar sejarah bencana di dunia. Kerumitan bisa saja mengemuka untuk memastikan pernah terjadi tsunami di Aceh pada tahun 1400-an itu.
Pada tanggal 26 Desember 2016, masyarakat Aceh akan memperingati peringatan 12 tahun tsunami Aceh, adapun pemerintah Aceh akan mengambil tema peringatan tsunami pada tahun ini adalah “Memajukan Negeri Membangun masyarakat Siaga Bencana”. Dimana seperti biasa akan diisi oleh acara zikir bersama, Ziarah kubur ke kuburan massal, dan upacara peringatan tsunami. Tidak terasa sudah 11 tahun bencana tsunami memporak-poranda Aceh, namun sebagian masyarakat ada yang sudah lupa dan Cuma ingat ketika ada ceremonial saja dan itu adalah urusan pemerintah.
Begitu mudahnya masyarakat Aceh melupakan peristiwa musibah terbesar daam sejarah itu, karena sikap dan sifat masyarakat Aceh yang tabah dan sabar dan menerima cobaan dari Allah dengan ikhlas dan lapang dada, ternyata dibalik keikhlasan dan kesabaran masyarakat Aceh, hikmah terbedar adalah kedamaian Aceh yang ditandatangani 15 Agustus 2005 oleh pihak GAM dan Pemerintah Republik Indonesia. Disamping itu berbondong-bondong negara dan NGO asing membantu masyarakat Aceh dalam menangani dan kembali pulih dari bencana tsunami yang dikelola oleh BRR NAD Nias kala itu. 11 tahun berlalu, masyarakat Aceh lupa tanggal bersejarah itu, 26 desember walau dijadikan hari berkabung, sekolah dan perkantoran diliburkan, bahkan nelayan tidak boleh melaut pada tanggal tersebut, untuk menghormati tsunami yang meluluh lantahkan aceh saat itu sesuai kearifan lokal. Namun rasanya kita lebih berhak untuk mengajukan bahwa tanggal tersebut sebagai hari tsunami internasional (dunia).

             Terkait bencana musibah tsunami pemerintah Jepang telah mengajukan tanggal 5 November untuk dijadikan hari tsunami internasional, Usulan ini pernah disampaikan Parliamentary Vice-Minister for Foreign Affairs of Japan Kazuyuki Nakane dalam pertemuan tingkat menteri yang merupakan rangkaian acara peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika, di JCC, Jakarta Senin (20/4/2015). Hal ini mengingatkan pemerintah Jepang  akan penetapan tanggal tersebut berdasarkan sebuah kisah nyata sekitar 165 tahun lalu, saat seorang pria yang berhasil menyelamatkan banyak warga sebelum tsunami menghantam sebuah perkampungan di Jepang.
Usulan Pemerintah Jepang ini kembai disampaikan oleh Ketua Liga Parlemen Indonesia-Jepang, Toshihiko Nikai dalam konferens pers seusai mengunjungi Museum Tsunami Aceh bersama rombongan di Banda Aceh, Rabu (25/11/2015).
Tentu saja masyarakat Aceh akan menolak usulan tersebut terlebih lagi para korban tsunami yang masih hidup dan keluarga korban tsunami. Itu itu kita mengajak pemerintah Aceh, DPRA, unsur muspika, forkopinda, ulama dan masyarakat Aceh pada umumnya untuk menolak usulan pemerintah Jepang tersebut dan mensosialisasikan gerakan ayo mendukung tanggal 26 Desember sebagai hari tsunami dunia dan mendesak pemerintah Republik Indonesia untuk mengajukan ke badan dunia perserikatan bangsa-bangsa (PBB).
Asal kata tsunami memang dari Jepang, dan sudah diakui dunia. Walaupun bukan Jepang yang pertama sekali kena tsunami. Tetapi setelah Jepang dihantam Tsunamo pada 5 November 1850, maka mata dunia mulai terbuka akan bahaya tsunami. Kendatipun secara kosakata bahasa Inggris tidak ada padanan kata untuk musibah air laut masuk ke darat, seperihalnya gempa bumi, Earth Quick. Dan sebagai wujud penghargaan bagi Jepang musibah tsunami yang satu ini diabadikan dalam bahasa Jepang dan sudah mendunia.
Oleh sebab itu tidak harus kembali Jepang mendapat pengakuan dunia untuk penggalan hari mengenang tsunami dari pemerintah jepang juga, karena musibah tsunami di tahun 2004 itu pada tanggal 26 Desember tidak hanya Aceh, Indonesia yang mengalaminya tapi beberapa Negara juga terjadi seperti India, Thailand, Sri lanka, Bangladesh, Myanmar dan lain sebagianya, walaupun korban jiwa tidak sebanyak di Aceh, Indonesia. Jadi, wajar sekali jika penetapan hari Internasional terhadap musibah tsunami adalah pada tanggal 26 Desember.  Pemerintah Indonesia berhak mengusulkan hari peringatan tsunami ke dunia Internasional dan mendapat pengakuan dunia. Semoga pemerintah Jepang bisa memakluminya dan menerima sebagai wujud penghargaan bagi rakyat Aceh dan Indonesia.  
Natal, peringatan tsunami Aceh  dan tahun baru 2016 apa hubungannya? Sebetulnya kita khususnya masyarakat Aceh beruntung memiliki waktu terjadinya bencana dahsyat tsunami berdekatan dengan momen natal dan pergantian tahun masehi. Apa pasal? Karena kalau kita jeli mungkin dalam kejadian itu Allah sedang menghadiahkan kita 'rem' agar kita tidak berlebihan dan kebabalasan dalam menyikapi pergantian tahun dan natal yang merupakan bukan acara dan ajaran islam, yang seperti kita mafhum selalu kita seolah-olah ikut rayakan secara berlebihan bahkan tak jarang menjadi ajang maksiat dengan pesta miras maupun ajang pelampiasan syahwat muda-mudi, pesta kembang api misalnya pada malam pergantian tahun.
Dengan adanya tsunami kita jadi sadar sesungguhnya kita masih perlu berbenah sebelum 'tsunami-tsunami' lainnya memupus harapan kita untuk memperbaiki diri dan kesempatan taubat benar-benar habis sama sekali. Itu yang mestinya kita lakukan yaitu berinstropeksi di momen mengenang tsunami setiap tahunnya, seperti halnya tahun ini merupakan peringatan yang 11 tahun  ketimbang sibuk mempersiapkan acara perayaan pergantian tahun yang sering bersifat hura-hura dan acapkali melenakan dan ikut budaya barat yang non muslim.
Pada saat itu semua orang berlomba-lomba membuat malam tersebut menjadi gegap gempita, riuh, tepuk tangan pun membahana dan tak ketinggalan di event tersebut yang paling ditunggu-tunggu adalah di ledakkannya petasan, kembang api yang menyala-nyala di angkasa, suara terompet tanda tahun telah berganti tepat pukul 00.00 WIB semua negara pun tak ketinggalan memperingatinya, termasuk di Banda Aceh atau Aceh pada umumnya dengan cara menghidupkan sirene, kembang api dan mercon ke angkasa sebagai tanda berakhirnya tahun tersebut dan dimasukinya tahun yang baru.
Ada yang menarik dalam peringatan tahun baru tersebut, di mana setiap orang memiliki impian, harapan dan cita-cita yang akan diraihnya ketika tahun pun berganti. Ada yang ingin melanjutkan pendidikan, ada yang menikah, ada yang ingin ke luar negeri, berangkat haji atau umroh, ingin menjadi penulis dan ada pula yang sederhana ingin memperbaiki rumah tangganya yang sempat mengalami kegoncangan. 
Disinilah, kita perlu mengingat kembali betapa menyedihkannya bencana Tsunami Aceh beberapa tahun yang lalu, telah merenggut banyak korban. Korban tidak hanya dari golongan pembuat maksiat tapi juga golongan anak-anak yang tidak berdosa. Tidak hanya puluhan tapi ribuan nyama melayang karena terjangan tsunami yang meluluh lantakkan sebagian dari wilayah Aceh. Tidak hanya nyawa yang dikorbankan, semua harta benda pun telah hancur dalam hitungan jam.
Padahal ketika kita mencarinya membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Bertahun-tahun dikumpulkan agar kehidupan menjadi lebih baik. Namun, karena musibah tersebut semuanya sirna begitu saja tanpa sisa. Dahsyahtnya bencana Tsunami dan berbarengan dengan menjelang tahun baru di mana muda-mudi yang asyikan dengan pergaulan bebas mereka, sex bebas dan penggunaan narkoba serta perzinahan di mana-mana mungkin menjadi satu peringatan bahwa tidak ada yang dapat hidup bebas dengan keinginan sendiri. Akan tetapi, kehidupan seseorang tetap di bawah kendali dan pengawasan Allah SWT. Sehingga jangan dianggap dengan kehidupan bebas tersebut, kita dapat melakukan kebebasan tanpa batas melanggar norma-norma agama.
Upaya pemerintah Aceh dan kota Banda Aceh tiap tahun ada untuk melarang peringatan tahun baru, hal ini dikeluarkan maklumat antara seluruh unsur muspika, ulama dan fokopimda tentang larangan memperingati tahun baru, tapi walau dilarang tetap saja para kaula muda membuat acara sesame mereka dengan sembunyi-sembunyi. Jika peringatan natal memang tidak terasa di Aceh, tetapi tahun baru, padahal acara agama Nasrani (Kristen) juga yang dibalut dengan peringatan tahun baru, karena tidak jelas dan dibalut tadi sehingga anak muda di Aceh ikut juga merayakan peringatan tahun baru setiap tahunnya, anehnya lagi ketika peringatan tahun baru Hijriah, biasa saja dan tidak ada aktifitas dari para pemuda kecuali para pemuka agama dan poemerintah Aceh saja yang menggelar acara peringatan tahun baru Islam.
Sebenarnya pengaruh media seperti televisi dan internet cepat sekali mempengaruhi pola piker generasi muda, terutama di Aceh, walaupun daerah Aceh diberlakukannya syariat Islam dan banyak aturan-aturan yang melarang peringatan hal-hal yang tidak berbau Islami seperti tahun baru masehi, natal, hari velantine, tapi siaran televise dan internet tidak akan bisa dibendung oleh pemerintah maupun ulama sekalipun. Disinilah perlunya peranan besar para orangtua dirumah untuk mendidik anak-anaknya dan lingkungannya supaya tidak terpengaruhi oleh budaya barat yang notabenenya non muslim untuk menghancurkan generasi Islam dengan banyak cara dan pola yang kaum non muslim rencanakan tanpa harus kontak fisik seperti invasi atau perang untuk menghancurkan Islam, seperti halnya yang mereka dilakukan di Timur Tengah, Suriah, Yaman, Paletina, Irak, Libya dan  negara Arab lainnya yang menganut sistim pemerintahan demokrasi.
Pemerintah Aceh, ulama dan para orangtua di Aceh perlu kolaborasi yang sempurna untuk membendung semua pengaruh dan budaya asing yang siap menggrogoti khasanah dan budaya Aceh yang identik dengan Islam. merupakan sebuah catatan bahwa dunia ini tidak ada yang kekal dan tidak ada yang bebas sebebas-bebasnya tanpa aturan Tuhan. Karena bukan tidak mungkin ketika kesesatan dan kemaksiatan merajalela maka kita semua akan menjadi korban berikutinya. Korban dari bencana dan peringatan Allah atas kelalaian kita dalam mengingatNya. Selamat memperingati peristiwa tsunami Aceh, Semoga Allah mengampuni siapa saja yang menjadi korban tsunami, korban konflik  dan menempatkan arwah mereka di tempat yang layak di sisiNya. amiin. 

*) Penulis adalah
Bagian Akuntansi, Audit dan Pelaporan
/Penata Laporan Keuangan
PDAM Tirta Krueng Meureudu
Pidie Jaya - Aceh - Indonesia 24186


Wednesday, November 23, 2016

Apakabar Aceh Malaka ?

Dimuat Harian Serambi Indonesia, edisi 3 Okt 2016 (Senin)
Oleh Teuku Rahmad Danil Cotseurani

Membaca edisi beberapa pekan yang lalu di harian Serambi Indonesia, tentang pemekaran beberapa daerah kabupaten/kota atau daerah otonom baru (DOB) di Aceh yang sudah masuk pembahasan di dewan dan senator di pusat yaitu DPD RI yang serius akan memperjuangkan daerah yang akan dimekarkan dari kabupaten induk menjadi daerah pemekaran baru sesuai dengan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 78 tahun2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah.
Aceh Malaka, adalah salah satu dari wacana daerah pemekaran baru, namun anehnya  kenapa tidak termasuk dalam dokumen pemekaran, Serambi Indonesia, 31 Agustus 2016 hal 19. Seperti halnya Kota Meulaboh pemekaran dair Aceh Barat, Kota Simeulue pemekaran dari Simeulue, Aceh Selatan Jaya pemekaran dari Aceh Selatan dan Aceh Raya pemekaran dari Aceh Besar. Padahal sudah jauh hari panitia persiapan pemekaran Aceh Malaka dari Aceh Utara sudah mulai bekerja dan mewacana hal ini. Terlebih lagi restu sudah didapat dari wakil gubernur Muzakir Manaf atau Mualem dan bupati Aceh Utara, Muhammad Thaib atau Cek Mad, tapi baru sebatas lisan. Seyogianya syarat pemekaran sesuai PP nomor 78 tahun 2007 meliputi adanya rekomendasi dari DPRK, adanya rekomendasi dari gubernur Aceh, adanya rekemondasi dari DPRA dan adanya rekomendasi dari DPD RI dari Aceh.
Kemudian secara territorial kabupaten Aceh Utara sangat layak untuk dimekarkan kembali setelah sebelumnya dimekarkan menjadi kota Lhokseumawe dan kabupaten Bireuen, bahkan sekarang ini kabupaten Aceh Utara merupakan kabupaten yang memiliki desa atau gampong terbanyak seluruh Indonesia, yaitu sebanyak 852 desa.  Sudah sepanatsnya dapat dimekar kembali untuk member kesejahteraan, kemakmuran dan rentang kendali pemerintah yang dekat dan ramah dengan masyarakat terutama di sebelah barat Aceh Utara, yang meliputi kecamatan Muara Baru, Sawang, Nisam, Nisam Antara, Dewantara, Banda Baro, Kuta Makmur,  Simpang Keramat dan Geureudong Pasee.
                Pembentukan daerah kabupaten/kota berupa pemekaran kabupaten/kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. pembentukan kabupaten paling sedikit 5 (lima) kecamatan; dan pembentukan kota paling sedikit 4 (empat) kecamatan. Pembentukan perangkat kabupaten/kota baru, dilaksanakan oleh penjabat bupati/walikota dan difasilitasi oleh gubernur bersama dengan bupati induk. Jadi syarat untuk pembentukan kabupaten Aceh Malaka yang pemekaran dari Aceh Utara sudah dapat memenuhi persyaratan yang di amahahkan oleh peraturan pemerintah tersebut. Nyan Ban!

Penulis adalah
Bagian Akuntansi, Audit dan Pelaporan
/Penata Laporan Keuangan
PDAM Tirta Krueng Meureudu

Pidie Jaya - Aceh - Indonesia 24186

Thursday, November 17, 2016

Buang Sampah Sembarangan itu “Ga Asik”


Oleh Teuku Rahmad Danil Cotseurani


Hari sabtu dan minggu atau hari libur biasanya dimamfaatkan oleh sebagian masyarakat baik secara berkeluarga dan berpasangan untuk berlibur dengan datang dan mengunjungi sejumlah objek wisata, panorama dan tempat-tempat hiburan lainnya, disamping untuk rileks dan menghabiskan waktu bersama keluarga masing-masing. Setelah rutinitas seminggu kerja sangat lumrah kita menghabiskan sedikit waktu bersama keluarga dan anak-anak untuk berekreasi dan berwisata.
Fenomena ini tidak kita jumpai didaerah kita saja di Aceh, bahkan ditempat lain di seluruh Indonesia biasanya akan dipenuhi oleh pengunjung setiap akhir pekan atau masa-masa libur.  Entah karena budaya dan perilaku buruk kita sehari-hari tercermin dari sikap dan rasa empati kita terhadap upaya menjaga lingkungan dan kebersihan, biasanya setelah acara liburan atau berada ditempat wisata tertentu cenderung masyarakat kita enggan dan acuh terhadap yang namanya sampah, membuang sampah sembarangan dan meninggalkan sampah-sampah setelah berada disuatu tempat.  Bahkan tidak peduli dengan sembarangan membuang sampah disekitar kita berada atau tempati padahal sudah barang tentu disetiap tempat wisata pasti ada tempat sampah yang disediakan secara khusus dan reprenstatif. Harusnya budaya buang sampah pada tempatnya kita ajarkan sedini mungkin terutama kepada anak-anak kita dan generasi muda untuk peduli terhadap lingkungannya tempat kita berada.
Janganlah kita beranggapan nanti juga akan dibersihkan oleh petugas kebersihan, ini perilaku yang keliru. Sebisa mungkin sampah-sampah yang kita bawa, kita tinggalkan dan kita produksikan menjadi tanggung jawab kita untuk membuangnya ketempat yang telah disediakan.
Di sejumlah tempat objek wisata baik di pinggir laut, wahana bermain,taman kota bahkan sampai wisata ke puncak gunung, hal yang  lumrah kita lihat sampah-sampah berserakan dimana-mana mulai dari botol minuman, plastik, tempat snack, diapers bayi bahkan sampai ke bekas pembalut wanita sering kita jumpai di wc umum yang dicampakan begitu saja di toilet dan sekitar tempat wisata. Ini merupakan cerminan yang tidak baik terhadap perilaku masyarakat Aceh yang notanebenya bersyariat dan beragama islam, yang sangat peduli terhadap kebersihan bahkan kebersihan setengah dari iman. Harusnya masyarakat Aceh malu terhadap tetangga kita Negara Singapura, Malaysia atau Australia karena warga negaranya sangat respect terhadap sampah dan zero toleran terhadap sampah. Sangat jarang kita temui dinegara-negara tersebut sampah berserakan dimana-mana, bahkan daun pohon yang gugur dari pohonnya saja tidak kita jumpai dijalan-jalan atau ditempat publik lainnya.
 Rasanya dilarangan buang sampah yang digalakkan pemerintah melalui dinas terkait tidak mendapat tempat dihati dan membekas diingatan masyarakat kita  sehingga cenderung baik sengaja mauapun tidak sengaja membuang sampah sembrangan, sudah selayaknya ada satu jargon yang ditulis dan ditempel dengan spanduk-spanduk, baliho atau selebaran dengan kata-kata “BUANG SAMPAH SEMBARANGAN ITU GA ASIK”. Minimal ketika dibaca akan terekam dalam memori dan ingatan kita dari pada ucapan dan slogan lama “DILARANG BUANG SAMPAH DISINI” bahkan tidak dipublis dan masih saja buang sampah dilokasi yang dilarang tersebut.
Kiranya adik-adik siswa disekolah, para mahasiswa, aktivis lingkungan hidup dan aktivis lainnya dikampus dan dimasyarakat dapat mengkampanyekan slogan tersebut terutama dilingkungan kampusnya, dimedia sosial seperti facebook, twitter dan lain-lain atau bahkan ketika membuat acara-acara seremonial, rekreasi, camping, penerimaan adik-adik letting baru, pecinta alam, dan perpisahan sekolah. Menjadi generasi yang peduli lingkungan, kebersihan dan tidak segan-segan menegur ketika melihat ada warga masyarakat dengan sengaja membuang sampah pada bukan tempatnya dan secara sembarangan.
Penting untuk generasi muda peduli lingkungan dan kebersihan diusianya yang masih dini agar menanamkan kebiasaan dalam diri sendiri dan orang lain untuk selalu peduli dengan yang namanya sampah. Untuk selalu membiasakan diri sendiri dan orang lain bahwa membuang sampah pada tempatnya adalah hal yang baik dan lama-lama akan membuat tidak nyaman kalau suatu waktu buang sampah sembarangan. Membuka kesempatan untuk bisa memberitahu teman-teman dan orang lain bahwa buang sampah sembarangan itu sama sekali tidak terpuji.
             Dengan buang sampah pada tempatnya, kita sudah berkontribusi meringankan kewajiban para petugas kebersihan .Dengan buang sampah pada tempatnya, kita juga sudah berkontribusi buat menyelamatkan lingkungan dari banjir, bahaya demam berdarah, udara tidak bersih dan polusi.  Jadi  selangkah lebih maju  mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat dan nyaman . Buang sampah pada tempatnya, berarti kita sudah menunjukkan bahwa sebagai manusia yang bertanggung jawab. Kita tentunya sebagai khalifah diserahi tugas buat menjaga bumi dan alam ini dari kerusakan. Dengang begitu, sedikit banyak  sudah melaksanakan tanggung jawab yang walau keliatannya kecil, tapi sebenarnya bisa berdampak besar.
 Dan yang paling mula sekali adalah budaya hidup bersih dan tidak buang sampah sembarangan adalah diterpakan dikeluarga masing-masing terlebih dahulu, kalau sudah bersih, asri dan nyaman mustahil orang lain berani membuang sampah secara sembarangan semoga saja budaya malu masih ada dibenak dan pribadi kita masing-masing.
Selanjutnya adalah regulasi, aturan yang ditetap oleh pemerintah setempat melalui dinas terkait dengan perda tentang pengelolaan persampahan dan aturan tentang serta denda dan hukuman bagi warga masyarakat yang kedapatan membuang sampah sembarangan  untuk ditegakkan dan dijalankan, dengan demikian ada efek jera bagi masyarakat yang membuang sampah sembarangan. Dan pada akhirnya kota atau daerah bersih dan nyaman akan dianugerahi oleh penghargaan Adipura.




Wednesday, November 16, 2016

Pembiayaan Mikro dan Ketahanan Ekonomi Masyarakat Miskin

Oleh Teuku Rahmad Danil Cotseurani

Kemiskinan atau apapun penghalusan makna dalam mendeskripsikan tentang kondisi hidup miskin, berkekurangan, tidak berdaya atau melarat sudah bersinergi dengan stigma yang memarjinalisasikan orang atau kelompoknya. Di balik stigma negatif terhadap isu kemiskinan penting pula dicari analisis korelatif kebijakan ketahanan sosial ekonomi masyarakat dalam dinamika pembangunan Indonesia,  pemerintah Aceh yang merupakan perpanjang tangan pemerintahah pusat harus lebih serius membuat program-program di pemerintah daerah yang bersifat pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin. Salah satu program yang bisa dicanangkan adalah kredit mikro dana bergulir untuk usaha kecil kepada masyarakat miskin yang ada di seluruh  Aceh.
Proses pelayanan kredit mikro tidak harus dikelola oleh bank umum dan dan bank pemerintah pusat atau pemerintah daerah seperti Bank Aceh atau di Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Aceh maupun Dinas Koperasi dan UMKM Aceh, supaya tugas dan pokok tidak tumpang tindih dan berorientasi bisnis.  Pemerintah Aceh bisa memfungsikan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk melaksanakan dan pemberian pembiayaan mikro kepada masyarakat Aceh dalam rangka membangun ketahanan ekonomi masyarakat miskin di provinsi Aceh.
Dalam pelayanan kredit mikro tentu saja ada hambatan dalam pelayanan kredit yang dimaksud adalah kredit yang bermasalah. Penyebab kredit bermasalah dapat disebabkan oleh beberapa faktor kelemahan, yaitu: sisi si peminjam, sisi pemberia pinjaman, sisi eksternal dan internal lainnya. Kredit mikro diperuntukkan bagi masyarakat miskin dalam rangka selain untuk membuka usaha baru juga untuk mengembangkan usaha yang telah ada sebelumnya sehingga dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga.  
Di Aceh, setali tiga uang dengan daerah lain di Indonesia. Kemiskinan masih menunjukan angka yang tinggi. Data tabel komparasi besaran APBD dan tingkat kemiskinan empat provinsi di Sumatera yang dirilis harian Serambi Indonesia (21/7/2016), menempatkan Aceh pada posisi terburuk. Dengan olokasi APBD terbesar, Rp 12,8 triliun (2016) dan jumlah penduduk terkecil, 5 juta jiwa, tingkat kemiskinan Aceh justru menduduki peringkat tertinggi yaitu 16,73%, lebih tinggi dari tiga provinsi lainnya yakni Lampung (14,44%), Sumatera Selatan (13,55%), dan Sumatera Utara (10,35%). Sementara itu data Institute for Development of Acehnese Society (IDeAS) yang diolah dari laporan sosial ekonomi BPS 2016 menempatkan Aceh sebagai “juara” ketujuh angka kemiskinan tertinggi secara nasional, dan “juara” kedua di Sumatera setelah Bengkulu dengan jumlah penduduk miskin (000 perorang) tercatat 859,41, dan persentase sebesar 17,11%.
Pengembangan ekonomi yang belum berarti dalam potensi ekonomi masih belum bisa mensejahterakan anggota masyarakat yang dan masyarakat Aceh terutama kalangan miskin dan ekonomi rendah, yang mereka susah mendapatkan akses ke lembaga keuangan lainnya dengan persyaratan yang kadangkala tidak bisa dipenuhi oleh kalangan masyarakat berpendapatan rendah.  Peran pemerintah harus berupaya memberikan pelayanan pada masyarakat miskin Aceh.
Tujuannya adalah melayani masyarakat miskin melalui permodalan, pembinaan dan perbaikan ekonomi sesuai potensi daerah di Aceh, menjangkau seluruh wilayah Aceh melalui program dan kegiatan yang sistematis dan menjadi sebuah media untuk membantu orang-orang miskin dalam meningkatkan mata pencaharian mereka melalui pemberdayaan pada sektor yang berbeda. Menyediakan kredit terutama untuk kaum miskin dengan cara yang dapat dipercaya dan dengan harga yang bersaing, dipertimbangkan sebagai sebuah strategi yang penting untuk mengurangi kemiskinan.  Membangun pengetahuan masyarakat untuk mendapatkan akses pembiayaan usaha sekaligus upaya membantu membangun perekonomian masyarakat. Khususnya kaum masyarakat miskin  dan masyarakat luas yang mempunyai kegiatan usaha atau memiliki ketrampilan tertentu dalam kegiatan ekonomi rumah tangga.
Menurut data Bank Dunia, 50% UKM formal mengalami keterbatasan akses pada kredit formal, dan total kesenjangan kredit di kalangan UKM formal dan informal mencapai US$2,6 triliun di seluruh dunia. Meskipun derajatnya berbeda-beda, Afrika dan Asia menghadapi kesenjangan terbesar. Pembiayaan mikro bisa menutup kesenjangan tersebut melalui pemberian pinjaman kepada usaha kecil dan menengah agar bisnisnya bisa berjalan dan berkembang.
Menurut data Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) atau Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi, lembaga-lembaga keuangan mikro, termasuk badan pembangunan asing, bank, koperasi simpan pinjam, dan organisasi nirlaba, telah menyalurkan layanan keuangan dasar kepada lebih dari 100 juta pengusaha miskin di dunia, yang mana 90% diantaranya adalah perempuan. Peranan pembiayaan mikro dalam meningkatkan ketahanan usaha kecil dan menengah terhadap perubahan iklim harus diperkuat.
Berdasarkan sebuah kajian yang dilakukan OECD, 43% dari aktivitas kredit mikro di Bangladesh pada 2010 telah meningkatkan ketahanan masyarakat miskin. Proyek-proyek tersebut mencakup program pinjaman rumah tahan cuaca buruk dan pembelian bibit toleran kekeringan dan salinitas, sehingga menambah daya tahan terhadap perubahan iklim. Di Nepal, kredit mikro membantu tanggap bencana dan kesiapsiagaan, diversifikasi tanaman pangan, dan perluasan akses pada irigasi. Padahal di Aceh pasca rehab rekon dan masa BRR NAD Nias banyak sector yang telah dibantu dan dibangun oleh bangsa-bangsa asing yang datang berduyun ke Aceh. Akan tetapi pola pikir masyarakat Aceh yang belum siap dan sejalan dengan masyarkat dunia.
Mamfaatkan Teknologi Digital
Dewasa ini pemamfaatan informasi  teknologi (IT) bukan hanya untuk komunikasi dan saling bertukar pesan, juga bukan lagi suatu barang mewah. Melalui pemakaian telepon seluler berteknologi, para masyarakat miskin, (maaf) identik dengan petani dan nelayan. Mereka bisa mendapat beragam informasi secara cepat, mulai dari harga bibit hingga pola cuaca, dan mengakses dana yang dibutuhkan dalam waktu singkat untuk menyelesaikan transaksinya. Informasi yang tersedia dari perangkat mobile memberdayakan petani atau nelayan dalam pengambilan keputusan, sehingga menghemat pengeluaran mereka sekaligus menambah ketahanan terhadap pola cuaca ekstrem dan kekeringan. Selain itu, penyedia layanan seluler juga mendapat profit dengan meluasnya cakupan operasi mereka di wilayah pedesaan.
Terdapat peluang lain yang muncul dari pemamfaatan teknologi informasi dan internet adalah  jaringan pinjam-meminjam langsung (peer-to-peer lending), yaitu platform digital yang bisa mempertemukan pihak yang membutuhkan pinjaman dengan pemberi pinjaman. Tentu ini harus ada regulasi dari pemerintah dalam menjamin setiap transaksi dan proses operasionalnya.
Platform penyaluran kredit mikro secara pinjam meminjam langsung tapi bukan rentenir, contoh di luar negeri seperti  Grameen bank, Lendwithcare.org, Lendico, dan RainFin terbukti sukses dan bisa membangkitkan gairah penggiat kredit mikro dan memperluas akses pada pinjaman bagi usaha mikro  di negara-negara berkembang. Instrumen-instrumen keuangan lainnya ditujukan untuk melindungi usaha kecil dan menengah serta penduduk termiskin di dunia juga mempunyai potensi.
Wujud ketahanan ekonomi tercermin dalam kondisi kehidupan perekonomian bangsa, yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi nasional dengan daya saing tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Keadaan ekonomi Indonesia saat ini masih berkutat pada masalah kemiskinan, KKN, dan masih banyak perusahaan swasta yang dikuasai oleh negara asing. Ketahanan ekonomi nasional yang baik akan baik juga dalam  menunjang perwujudan cita-cita “Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia” sebagaimana janji Presiden Jokowi. Bagaimanapun, konsepsi ketahanan ekonomi nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh yang berlandaskan Pancasila, UUD 45 dan Wawasan Nusantara.  Salah satunya adalah mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pengembangan nilai dan visi nasional demi sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Di Aceh, menurut Gubernur Aceh yang diwakili oleh ASISTEN II Pemerintah Aceh Bidang Ekonomi dan Pembangunan mengatakan mayoritas kegiatan ekonomi masyarakat Aceh selama ini adalah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang kontribusinya terhadap pembangunan Aceh mencapai 53,45 persen. UMKM selama ini adalah tulang punggung ekonomi Indonesia yang berhasil menyumbang hampir 60 persen dari pendapatan bruto nasional. Kredit usaha rakyat merupakan salah satu program yang dapat memberantas kemiskinan di Aceh, namun pada kenyataanya belum maksimal upaya dari pemerintah Aceh tersebut.
Fenomena hari ini yang kita lihat ditengah masyarakat Aceh pada umumnya dalah ekonomi dan perputaran uang melemah dan lambat di Aceh, sektor industri di Aceh Utara sudah tiarap seiiring alih fungsi PT. Arun. Partisipasi pihak swasta juga belum menunjukkan pengaruh yang besar terhadap pembangunan Aceh. Pihak swasta masih sangat tergantung pada Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA). Selanjutnya hanya mengandalkan proyek APBA yang dikelola oleh pemerintah Aceh yang merupakan struktur perekonomian Aceh masih didominasi oleh konsumsi pemerintah. Di sisi lain, pemerintah daerah sangat mengharapkan investasi swasta, baik yang bersumber dari pengusaha lokal yang ada di daerah, atau pengusaha daerah yang berada di luar daerah, ataupun kemampuan pengusaha daerah untuk menarik pengusaha luar daerah bahkan dari luar negeri untuk berinvestasi .Padahal seharusnya sektor UMKM bila serius ditangani oleh pemerintah Aceh bisa menjadi tulang punggung perekonomian Aceh bukan hanya sebatas retorika dan visi misi setiap calon pemimpin daerah yang berminat mencalonkan diri menjadi “Raja di Aceh”.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai wujud kesepakatan damai antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, telah memberi peluang yang sangat besar untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Aceh. UUPA idealnya menjadi pondasi bagi pelaksanaan pembangunan Aceh ke depan. Tantangan utama yang dihadapi usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Aceh adalah masih rendahnya kinerja dan produktivitas usaha dalam menghasilkan produk yang berkualitas dan berdaya saing untuk memenuhi permintaan pasar domestik, regional dan bahkan pasar internasional. Dengan demikian, tantangan ke depan adalah bagaimana meningkatkan produktifitas dan daya saing usaha mikro kecil menengah yang berbasis agro industry, industri kreatif, dan inovatif. Inilah yang menjadi pekerja rumah besar bagi gubernur dan wakil gubernur Aceh terpilih di tahun 2017 nanti di sektor riil yang langsung berintegrasi dan bersentuhan dengan masyarakat miskin atau ekonomi mikro di Aceh. Nyan Ban Menan!!!   

Penulis adalah
Bagian Akuntansi, Audit dan Pelaporan
/Penata Laporan Keuangan
PDAM Tirta Krueng Meureudu
Pidie Jaya - Aceh - Indonesia 24186



Friday, November 11, 2016

Ketika Harga Rokok (Akan) Melambung Tinggi

Ketika Harga Rokok (Akan) Melambung Tinggi
Oleh Teuku Rahmad Danil Cotseurani

Tak dapat dipungkiri bahwa rokok merupakan racun yang sangat berbahaya bagi kesehatan diri sendiri dan orang lain. Karena  fakta tersebut, banyak negara-negara maju membuat berbagai regulasi ketat guna menekan peredaran perokok bertambah banyak dan terbilang sukses membuat aturan bagi warga negaranya untuk menjauhi rokok.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) semakin gencar melakukan sosialisasi dan kampanye untuk meningkatkan kesadaran dunia tentang bahaya rokok bagi kehidupan, salah satunya dengan gerakan anti tembakau. Dunia tengah gencar memerangi rokok, namun di Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan dan Instansi terkait sendiri justru masih  santai dalam menghadapi permasalahan tersebut. Regulasi atau peraturan mengenai rokok di Indonesia masih samar-samar dan tidak tegas, oleh kerenanya jumlah perokok di negara ini terus bertambah dengan suburnya. Mulai dari anak-anak sekolah, remaja, perempuan di klub malam, orang dewasa sampai kakek-kakek merupakan pecandu racun tembakau tersebut.
Indonesia menjadi pasar potensial bagi industri rokok baik di dalam maupun luar negeri. Masih rendahnya pemahaman masyarakat akan gaya hidup sehat, ditambah dengan plin-plannya sikap pemerintah, membuat rokok terus menyebar dengan leluasa. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, diketahui perokok aktif mulai dari usia 10 tahun ke atas sebanyak 58.750.592 orang. Dari jumlah tersebut, Jumlah tersebut terdiri dari 56.860.457 perokok laki-laki dan 1.890.135 perokok perempuan. 
Hasil penelitian juga menunjukkan, setiap hari ada 616.881.205 batang rokok di Indonesia atau 225.161.640.007 batang rokok dibakar setiap tahunnya. Jika harga 1 batang rokok Rp 1.000, maka uang yang dikeluarkan lebih dari 225 trilyun rupiah. 
Indonesia adalah surga luar biasa bagi perokok tapi tempat siksa tak tertahan bagi orang yang tidak merokok, rokok telah menjadi dewa berhala baru, tuhan baru, diam-diam menguasai kita. Negeri kita merupakan pengembangbiakan nikotin paling subur didunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekalipun asap tembakau itu, bisa ketularan kena. Tidak salah rasanya Taufik Ismail menulis puisi tentang berhala-hala kecil  putih, Tuhan 9 cm Berkepala Api. Yang berkuasa di negara kita, jutaan jumlahnya di dalam kantong baju dan celana, dibungkus kertas warna warni, dan diiklankan dengan indah dan cerdas walau peraturan iklan di televise diatas jam 21 malam. 
Sampai saat ini, secara nasional belum ada peraturan tegas untuk membendung dan membatasi peredaran rokok di Indonesia. Larangan merokok pada lokasi-lokasi tertrentu hanya tertuang melalui Peraturan Daerah (Perda) atau Qanun tentang Kawasan Tanpa Rokok di Aceh dengan ancaman maksimal denda Rp. 50.000 atau kurungan beberapa hari saja di penjara.           celakanya lagi implementasi dan eksekusi Qanun ini masih sangat jauh panggang dari api, seperti yang terjadi di  beberapa kota di Aceh, dimana masyarakatnya dapat dengan mudah menghembuskan asap tembakau dimana saja kapan saja. Bahkan di rumah sakit atau puskesmas yang nota bene zero tolerance for smoke dapat dengan mudah kita jumpai orang atau keluarga pasien yang merokok.

Sebatang Rokok
Malah di Aceh sudah menjadi tradisi yang mendarah daging, kalau pada waktu pesta pernikahan atau walimahan warga di hampir semua kampung-kumpung harus disediakan rokok untuk para pemuda yang mencuci piring atau pada saat malam untuk yang betugas memasak daging dan nasi bagi para tamu undangan, bila rokok tidak disediakan siap-siap saja akan ditinggalkan oleh para pemuda terhadap piring-pring kotor para tamu undangan. Pada rapat dan duek pakat di meunasah-meunasah tidak afdhal rasanya bila asap rokok tidak mengepul seluruh isi meunasah dan abu rokok yang bertebaran dilantai meunasah. Begitulah rokok sudah menjadi bagian hidup masyarakat Aceh hampir semua lini, Merokok bukan saja perilaku orang dewasa, pelajar  juga mulai akrab dengan rokok. Pemandangan ini jelas terlihat di warung-warung kopi yang ada wifi, warung internet dan rental PlayStation (PS) yang sehari-hari banyak dimanfaatkan remaja bermain games, di luar waktu sekolah. Slogan dibungkus rokok, Merokok Membunuhmu, tidak akan digubris dan dihiraukan. Sebatang Rokok Begitulah  jargon yang pernah populer. Tapi pernahkah kita merenung bahwa bentuk batangan rokok yang hanya sebesar pulpen bisa membunuh secara perlahan. Rokok yang dibakar langsung masuk ke paru-paru. Asap yang dikeluarkan menghasilkan 4.000 bahan kimia, 400 di antaranya beracun dan 60 jenis diindikasikan menyebabkan kanker (Petrie, 2005; Ahsan, et al, 2010).
Di Banda Aceh beberapa waktu yang lalu menurut berita yang dilansir harian lokal, Serambi Indonesia, kawasan tanpa rokok dalam rancangan qanun dan peraturan walikota Banda Aceh no.47 tahun 2011 meliputi perkantoran pemerintah, perkantoran swasta, sarana pelayanan kesehatan, sarana pendidikan formal dan informal, arena permainan anak-anak, tempat ibadah, tempat kerja yang tertutup, sarana olahraga yang sifatnya tertutup, tempat pengisian bahan bakar (SPBU), halte, angkutan umum, dan tempat umum yang tertutup, tapi implementasi masih jauh dari harapan.

50 ribu/ Bungkus
Baru-baru ini pemberitaan media sosial dan media massa tengah dihebohkan dengan wacana menaikkan harga jual rokok sebesar Rp. 50.000 per bungkusnya. Kabar ini disambut baik oleh pegiat kesehatan dan masyarakat yang tidak merokok, namun menuai kecaman dari para perokok aktif atau para ahli hisap. Pasalya, rokok di Idonesia hargaya sangatlah murah yang hanya berkisar di bawah Rp. 20.000 per bungkus. Hal ini menyebabkan angka perokok terus menggelembung. Inilah faktor utama penyebab sulitnya mengurangi jumlah perokok aktif di negara kita.
Oleh karenanya, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, meminta harga rokok seharusnya dinaikkan setidaknya menjadi dua kali lipat. Dengan menaikkan harga rokok, dapat menurunkan prevalensi perokok, terutama pada masyarakat yang tidak mampu. Dari studi itu terungkap bahwa sejumlah perokok akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali lipat
Berdasarkan hasil studi terhadap 1.000 koresponden perokok aktif yang dimulai pada bulan Desember 2015 sampai bulan Januari 2016, terdapat sebanyak 72 persen dari para perokok tersebut akan berhenti merokok jika harga sampai Rp 50 ribuan. Strategi menaikkan harga dan cukai rokok terbukti efektif menurunkan jumlah perokok di beberapa negara. Harga rokok di Indonesia memang paling murah dibanding negara lain.  Di Singapura, misalnya, harga sebungkus rokok bisa mencapai Rp 120.000. Di Indonesia, hanya Rp 15.000 sudah bisa mendapat satu bungkus rokok.
Tidak ada salahnya pemerintah melalui instansi terkait memaksa para perokok utuk mengurangi, kemudian berhenti merokok demi kebaikan. Masih ada banyak sektor-sektor potensial lainnya yang dapat digali untuk menyumbang kas APBN dan devisa negara selain cukai tembakau. Jadi tidak ada alasan pembenar bagi pemerintah untuk terus membiarkan rokok merajarela dan mengorbankan kesehatan warga negaranya, khususnya para perokok pasif menjadi orang penuh penyakit. ’Kepungan’ asap rokok di lingkungan kita menjadi problem yang sulit untuk diberantas jika masyarakat tidak diberi pemahaman lebih mendalam bahwa rokok tidak hanya akan berdampak bagi kesehatan mereka. Tetapi, juga akan mengurangi pendapatan mereka secara sia-sia bila terus mengonsumsi zat yang mengandung ribuan racun tersebut. Merokok bukan hanya berdampak pada kesehatan, tapi juga berpengaruh buruk terhadap sosial ekonomi masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Sebenarnya rokok bukanlah bahan makanan, namun BPS terpaksa memasukkan komoditas itu ke dalam survei persentase komoditas kebutuhan dasar makanan, karena besarnya pengeluaran masyarakat terhadap rokok. Rokok ikut menyumbang andil besar terhadap kemiskinan. Dan pengeluaran untuk rokok itu merupakan terbesar kedua setelah beras.  Ketika harga rokok sangat mahal, mungkinkah para perokok akan benar-benar berhenti merokok dan mengalihkan pengeluaran beli rokok untuk keperluan dapur lainnya. Nah, Nyan Ban !!!


Penulis adalah
Bag. Akuntansi, Audit dan Pelaporan
/Penata Laporan Keuangan
PDAM Tirta Krueng Meureudu
Pidie Jaya - Aceh - Indonesia 24186


Mengenal Pasangan Muzakir Manaf (Mualem)-TA. Khalid

Mengenal Pasangan Muzakir Manaf (Mualem)-TA. Khalid

Oleh Teuku Rahmad Danil Cotseurani

Pilkada Aceh 2017, dimana rakyat Aceh akan terpecah suara dalam pemilihan calon pimpinan kepala daerah, sungguh perbedaan tidak dapat dihindari namun alangkah lebih indahnya bila persatuan dan perdamaian bersemi abadi di tanah Aceh, dan semoga perpecahan karena perbedaan pilihan dalam pilkada dapat dihindari. Sangat disayangkan bila perbedaan terus terjadi sesame masyarakat Aceh ikhwal pemilihan kepala daerahnya, padahal Jakarta dalam hal ini pemerintah pusat sudah memberikan keistimewaan khusus bagi Aceh dalam bidang politik, hal pemilihan kepala daerah, dan yang paling fenomenal adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang boleh mendirikan partai lokal, hal ini termaktum dalam UUPA pemerintah Aceh yang disahkan 1 Agustus 2006 sesuai dengan UU no 11 tahun 2006.
Kekhususan Aceh yang termaktub dalam UUPA merupakan kelebihan sekaligus kekurangan Aceh dibanding daerah lain. Melalui UUPA, Aceh memiliki keleluasaan yang luas dalam mengatur rumah tangganya sendiri. Aceh dapat menyelenggarakan tata kelola pemerintahannya sendiri tanpa harus terikat dengan UU yang berlaku secara nasional. Namun berbeda halnya dalam konteks penyelenggaraan Pemilu. Ketentuan pemilu yang sejatinya dinamis justru menjadi kaku dan sulit beradaptasi dengan dinamisasi demokrasi tanah air begitu diatur pasal per pasal dalam UUPA.
Adapun jelang Pilkada  Aceh 2017, Sejumlah nama bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh dan Bupati, Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota mulai bermunculan dan ramai diperbincangkan publik di berbagai tempat. Tak hanya di dunia nyata seperti di tempat keramaian, di dunia maya pun sama. Beberapa tokoh yang mencuat dan ditetapkan oleh KIP Aceh dan bakal bersaing merebut kursi Aceh 1 periode 2017-2022 adalah Kemudian ada Tarmizi Karim Berpasangan dengan Zaini T. Machsalmina nomor urut 1, mantan Menteri Pertahanan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Zakaria Saman berpasangan dengan T. Alaidinsyah nomor urut 2, turut ambil bagian dalam pesta demokrasi pilkada kali ini adalah Abdullah Puteh yang berpasangan dengan Sayed Mustafa Usab nomor urut 3. Zaini Abdullah berpasangan dengan Nasaruddin nomor urut 4. Muzakir Manaf berpasangan dengan TA. Khalid dengan nomor urut 5, dan Irwandi Yusuf berpasangan dengan Nova Iriansyah dengan no urut 6, Keempat tokoh semuanya mantan petinggi GAM, Muzakir Manaf, Irwandi Yusuf,  kemudian Zakaria Saman dan Zaini Abdullah sama-sama menjabat sebagai Tuha Peut alias Dewan Pertimbangan Partai Aceh. Dan diikuti oleh puluhan dan ratusan nama calon baik dari dukungan partai atau koalisi partai dan calon dari perseorangan atau independen yang akan menyemarakkan bursa pencalonan pilkada di tingkat kabupaten dan kota di Aceh.
Dapat masyarakat berasumsi bahwa diantara beberapa calon gubernur dari perahu yang sama sebelumnya yaitu Zaini Abdullah, Zakaria Saman, Muzakir Manaf dan Irwandi Yusuf mengindikasikan tipikal masyarakat Aceh susah bersatu dan lebih memilih perpecahan, padahal sebelumnya sama-sama dalam perjuangan ketika damai hadir dan diakomodasikan untuk berpolitik dengan dibolehkannya partai lokal di Aceh, dalam hal ini partai lokal mayoritas dan terbesar adalah Partai Aceh, lalu ada Partai Nasional Aceh (PNA) dan Partai Daulat Aceh (PDA). Jika mereka bersatu dan mengusung satu pasangan saja untuk menjadi gubernur dan wakil gubernur Aceh dengan mengeyampingkan ego dan kepentingan pribadi niscaya kemakmuran, kesejahteraan, pembangunan dan ekononi masyarakat Aceh dapat segera terwujud karena di level atas sudah tidak ada khilafiyah lagi dan satu kata demi kepentingan rakyat Aceh, mengapa harus berbeda? Jika itu tujuan utama dari para elit di Nanggroe.
Pecahnya dukungan yang diberikan suatu entitas tertentu tidak dapat terhindarkan dalam pilkada kali ini seperti halnya di Aceh dimana partai penguasa, yaitu Partai Aceh tidak satu kata dalam memberi dukungannya terhadap pilkada kali ini. Dimana kalangan tua-tua (tuha peut) memilih untuk bertarung secara Ksatria lewat jalur perseorangan dan kalangan muda-muda mendukung pasangan Muzakir Manaf-TA Kahlaid, bahkan ada yang mengalihakan dukungannya ke kandidat lainnya. Semoga saja rakyat Aceh cerdas menyikapinya dan tidak terjadi perpecahan didalam masyarakat dalam mendukung suatu pasangan calon yang hanya heboh menjelang Februari 2017, selepas itu kehidupan rakyat akan seperti sedia kala, yang bekerja tetap bekerja, yang pedagang tetap berdagang,  tidak ada yang lebih dan perubahan dalam hal kehidupan ini, walaupun janji-janji muluk pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur serta calon bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikotasaat kampanye dalam rangka mengambil hati rakyat Aceh.
Walaupun ada pasangan dari partai nasional yang bertarung tentu mereka akan menjadi penghibur dan bumbu penyedap saja dalam pilkada Aceh, pun karena tidak dibolehkan adanya calon tunggal untuk maju menjadi calon kepala daerah. Namun skenario Jakarta ternyata lebih ampuh dan mujarab untuk membuat perbedaan diantara tokoh-tokoh Aceh sehinga mereka yang dari kalangan pejuang yang sama dan partai yang sama bisa berambisi sama-sama menjadi calon gubernur dan wakil gubernurAceh dengan melilh jalur perseorangan atau independen atau berkoalisi dengan partai nasional dan gabungan partai. Bila masyarakat lihat tidak ada yang murni dari partai lokal untuk maju semua berkoalisi dengan partai nasional kecuali yang dari independen.
Padahal Partai Aceh (PA) selaku partai lokal yang menang mutlak pada pemilu yang lalu seharusnya yang berhak mengajukan pencalonan kepala daerah untuk gubernur dan wakil gubernur juga bupati/walikota dan wakil bupati/walikota se-Aceh dari kalangan internal atau kader PA. Aceh memang beda bila kita lihat dengan propinsi lain di Indonesia, punya tempat khusus dimata Mahkamah Konstitusi (MK) dimana jalur independen kembali diperbolehkan untuk bertarung dipilkada tahun ini. Padahal semua tahu, partai lokal adalah penguasa parlemen Aceh, seharusnya tokoh-tokoh dari partai tersebutlah yang lebih dominan untuk menduduki posisi satu dan dua di daerah tingkat I dan daerah tingkat II, namun kali ini dari jalur perseorangan dapat kembali mencalonkan diri asalkan sejumlah syarat dapat terpenuhi seperti pengumpulan KTP masyarakat, bahkan mantan narapidanapun dapat mencalonkan diri setelah MK menerima gugatan salah satu calon gubernur Aceh tersebut. Segenap lapisan masyarakat dipersilahkan memimpin rakyat Aceh baik dari kalangan politisi,  akademisi, pengusaha,seniman, praktisi, bankir, tokoh pemuda, tokoh masyarakat sampai tukang becakpun dibolehkan asal cukup syarat untuk menjadi calon pemimpin daerah karena ada dua jalur yang tersedia dengan partai atau koalisi partai atau dengan perseorangan atau independen.
Untuk itulah peranan ureng-ureng tuha di partai Aceh maupun Wali Nanggroe untuk mengajak kembali para mantan kombatan, teman-teman seperjuangan dan rakyat Aceh pada umumnya untuk kembali ke rumah kita, partai Aceh dan sama-sama berjuang dijalur yang sudah diamanahkan oleh Undang-undang dan memenangkan pasangan calon kepala daerah baik gubernur dan wakil gubernur maupun calon bupati/wakil bupati atau calon walikota/wakil walikota yang diusung Partai Aceh (PA) dan  mengapa harus berbeda bila kita ada kekhussusan dalam tata kelola pemerintahan sendiri.
Fenomena ini membuat semua orang galak jeut keu raja,karena memang peluang itu ada tergantung dipilih atau tidak oleh rakyat, Namun apakah ada calon pemimpin yang mulia, pro rakyat dan berhati pahlawan yang ikhlas berbuat untuk daerah ini,bukan karena kepentingan dan impian bisnis atau uang yang akan melimpah di propinsi kaya tapi rakyatnya miskin ini. Sepertinya sosok inilah yang dibutuhkan rakyat, tentunya tidak harus dari kalangan politisi yang tak kenal kawan dan lawan, tidak harus dari kalangan akademisi yang terlalu larut dengan teori-teori, tidak harus dari kalangan pengusaha yang dengan usaha yang dirintis, orang yang sudah mapan dalam kerajaan bisnisnya dan sehingga rakyat akan berpikir tidak ada kepentingan untuk memperkaya diri dengan jabatan dan kekuasaan, Aceh butuh figur yang benar-benar mementingkan rakyat, berjiwa pahlawan dan pengabdian bagi daerah dan negerinya. Pahlawan seseorang yang berbuat pamrih tanpa mengharap imbalan demi kepentingan orang banyak. Bukan seperti pahlawan tanpa tanda jasa yang identik dengan guru, apa pantas dikatakan pahlawan untuk lulus jadi PNS saja harus sogok,atau pahlawan-pahlawan dibidang-bidanglain,yang sebelum mendapatkan gelar itu sudah main suap dan ingin dikenang oleh rakyat, tentu bukan pemimpin berhati pahlawan yang sedang diidam-idamkan oleh rakyat Aceh.
Mengenal sosok dan profil Muzakir Manaf  atau Mualem lahir di Seuneudon, Aceh Utara Aceh 3 April 1964 umur 52 tahun adalah tokoh pejuang GAM. Dia pernah menjabat sebagai Panglima Gerakan Aceh Merdeka. Namanya Muzakir Manaf, tetapi orang Aceh biasa menyapa lelaki ini dengan sebutan Mualem. Pada masa perang Aceh, gelar Mualem disematkan kepada seseorang yang memiliki pengetahuan tinggi tentang ilmu kemiliteran, yang memiliki kemampuan untuk melatih pasukannya. Pada masa damai sekarang, orang Aceh masih juga menyebut Muzakir Manaf sebagai Mualem. Tentu saja, nuansanya tak lagi dikaitkan dengan soal militer, tetapi sebagai sapaan kehormatan, tak hanya bagi mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tetapi juga oleh seluruh masyarakat Aceh lainnya.
Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Aceh 2012, Partai Aceh—sebagai partai terbesar di Aceh—mengusung Muzakir Manaf sebagai calon wakil gubernur Aceh 2012-2017, bersama dr. Zaini Abdullah, mantan Mentri Luar Negeri GAM yang diusung Partai Aceh sebagai Calon Gubernur Aceh. Muzakir Manaf sendiri juga pernah menjabat sebagai Panglima GAM, menggantikan Abdullah Syafi’i yang wafat pada 22 Januari 2002.
Usai Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki ditandangani pada 15 Agustus 2005, sayap militer GAM dibubarkan, dan kemudian dibentuk KPA (Komite Peralihan Aceh) sebagai wadah transisi mantan kombatan GAM ke masyarakat sipil biasa. Sejak pertamakali dibentuk pada 2005 hingga sekarang, Mualem menjabat sebagai Ketua KPA. Sekaligus juga Ketua Umum Partai Aceh, sejak 2007 hingga sekarang.
Riwayat penidikannya antara lain SD Negeri Seuneudon Kabupaten Aceh Utara (1971-1977), SMP Negeri Idi Kabupaten Aceh Timur (1978-1981), SMUS Pasee Sejaya, Panton Labu Kabupaten Aceh Utara (1981-984), Pelatihan Militer di Camp Tajura, Libya 1986-1989.
Riwayat organisasinya antara lain : Anggota Pasukan Gerakan Aceh Merdeka (1986-2005), Panglima Gerakan Aceh Merdeka wilayah Pase (1998-2002), Wakil Panglima Gerakan Aceh Merdeka (1998-2002), Panglima Gerakan Aceh Merdeka (2002-2005), Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) (2005-sekarang), Ketua Umum Partai Aceh (PA) (2007-sekarang), Ketua Dewan Penasihat DPD Partai Gerindra Aceh (2013-sekarang). Jabatan terakhir adalah wakil gubernur Aceh 2012-pertahana.
 Kemudian mengenal sosok dan profil TA. Khalid, Lahir di Meunasah Mee, Jangka Buya, Kabupaten Pidie (kini Pidie Jaya), 25 Februari 1970, TA. Khalid mulai dikenal di dunia politik sejak 2003. Saat itu, alumni Universitas Abulyatama ini memimpin Partai Bintang Reformasi (PBR) Lhokseumawe. Ia lantas terpilih sebagai anggota legislatif dan menjadi Ketua DPRK Lhokseumawe, 2004-2009.
Keberhasilan TA. Khalid sebagai Ketua DPD Gerindra Aceh terbukti saat Gerindra berhasil mengirim dua wakilnya ke DPR RI, tiga ke DPRA, dan puluhan anggota DPRK di sejumlah kabupaten/kota.
Padahal dia ditunjuk sebagai Ketua Gerindra Aceh hanya beberapa bulan menjelang Pemilu 2014. Jeda pemilu Dua tahun sebelumnya, pada tahun 2012, ketika Partai Aceh nyaris tidak bisa ikut pilkada karena kisruh regulasi, TA. Khalid menjadi salah satu aktor yang membuat MK emerintahkan penghentian sementara tahapan pilkada, sekaligus memerintahkan KIP Aceh, membuka kembali tahapan pendaftaran.
Saat itulah, Partai Aceh mendaftarkan pasangan mereka, yaitu Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf (Zikir). Jauh sebelum Pemilu 2014 dan Pilkada 2012, tepatnya ketika masa-masa awal perdamaian Aceh tahun 2005, TA. Khalid memainkan peran penting dalam proses transformasi sejumlah tokoh mantan kombatan GAM ke jalur politik.
Riwayat pendidikannya adalah SMA Negeri Lhokseumawe (1986-1989), Universitas Abulyatama (1989-1994), Sekolah Tinggi Manajemen IMMI Jakarta (2003-2004).
Riwayat organisasinya antara lain Anggota MPULhokseumawe (2002-2004), Penasehat IKADI Lhokseumawe (2005-2007), Penasehat BSMI Lhokseumawe (2005-2007), Ketua DPRD Lhokseumawe (2004-2009) dan Wakil Ketua Koni Aceh (2015-sekarang. Jabatan terakhir adalah ketua DPD Partai Gerindra Aceh 2013-sekarang.

Partai Aceh
Sungguh disayangkan perbedaan diantara elit partai Aceh, antara kalangan tua-tua dengan kalangan muda, bahkan kalangan yang sudah resign dari partai Aceh dan membentuk partai lokal lainnya. Memang ada kewenangan untuk pembentukan partai lokal di Aceh, asalkan asasnya tidak bertentanan dengan pancasila dan UUD 1945. Kehadiran sosok Wali Nanggroe dalam struktur lembaga dan pemerintah Aceh ternyata belum mampu memberi andil dan nesahat khusus untuk menghentikan perbedaan yang terjadi ditubuh partai Aceh, yang lahir dari proses perjuangan demi pengorbanan jiwa raga, air mata, harta benda dan yatim serta janda di Aceh. Padahal kewenangan Lembaga Wali Nanggroe sebagai pemersatu masyarakat yang independen, berwibawa disamping berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraaan lembaga-lembaga adat, adat istiadat, dan pemberian gelar/derajat dan upacara-upacara adat lainnya.
Sudah barang tentu masyarakat Aceh khususnya para pemuda generasi muda dan para pemilih pemula untuk memberi dukungan dan pilihannya pada tanggal 15 Februari 2017, saat pemungutan suara untuk mencoblos pasangan nomor urut 5, Muzakir Manaf (Mualem)-TA. Khalid sebagai gubernur Aceh peroide 2017-2022 karena memang amanah UUPA disamping juga boleh untuk pasangan dari independen atau perseorangan, hakikatnya adalah partai lokal hadir karena perjuangan panjang rakyat Aceh dalam mencari keadilan dan kesejahteraan dan dibolehkannya jalur politik dengan mendirikan partai lokal yang tidak dimiliki oleh provinsi mana pun di Indonesia. Itulah kekhususan dari pasangan ini adalah dari partai lokal terbesar di Aceh yaitu Partai Aceh dan didukung juga oleh partai nasional PKS dan Gerindra. Mari para pemuda, generasi muda dan pemilih pemula rapatkan barisan untuk sama-sama mendukung pasangan  nomor urut 5, Muzakir Manaf (Mualem)-TA. Khalid sebagai gubernur Aceh peroide 2017-2022.
Ada yang menyatakan Perbedaan pilihan dalam pilkada Aceh, tak masalah karena hal itu mencirikan keberagaman masyarakat Aceh. Perbedaan seperti inilah yang menjadi semangat kemerdekaan Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika saja. Untuk  menjaga keutuhan NKRI, merawat perdamaian Aceh dan mendorong Pilkada Aceh berjalan sesuai dengan konstitusi, serta menghargai perbedaan pilihan. Biasa karena perbedaan pilihan bisa menjadi ancaman ketertiban keamanan dan mencederai nilai-nilai aman dan damai di bumi Aceh.
Semua elemen masyarakat Aceh sangat menginginkan pilkada Aceh 2017 berjalan damai dan aman masih tertingat bagaimana riuh dan mencekamnya pilkada Aceh 2012 sampai harus ada korban nyawa dalam tahapan pilkada Aceh waktu itu. Maka dari itu untuk pilkada Aceh 2017, Pemangku Kepentingan dan masyarakat Aceh diantaranya KIP Aceh, Polda, Kodam, Kesbangpol, Jubir Partai Aceh, Tidar Partai Gerindra, Perwakilan DPW PDIP,  Perwakilan DPW Partai Demokrat, Sekretaris Tim Pemenangan Balon Gubernur Aceh dari Pasangan Zaini-Nasaruddin, Perwakilan FPI Aceh, HMI, PII, KNPI, dll  pun menyampaikan tiga poin penting yang dituangkan dalam ikrar komitmen bersama yang berisikan yaitu :
“Kami para Pemangku Kepentingan dan segenap masyarakat Aceh mengharap rahmat dan ridha Allah SWT, dengan penuh kesadaran akan pentingnya persatuan dan persaudaraan” :
Pertama, akan senantiasa menjaga keutuhan NKRÌ dan merawat perdamaian Aceh. Kedua, akan mendorong terwujudnya proses demokrasi yang bersih, santun dan damai. Terakhir, akan selalu menghargai perbedaan pilihan dalam Pilkada sesuai dengan hati sanubari masing-masing.
Tentu saja harapan pilkada damai adalah harapan semua orang, terutama para tim sukses kandidat calon pasangan dalam memobilisasi massa atau saat kampanye hendaknya berlaku sopan tidak menghina kandidat lain, intimidasi pemilih dan lain sebagainya. Masyarakat mari datang ke TPS-TPS untuk memberikan hak suara anda sesuai pilihan kata hati nurani, jangan jadi golongan putih atau tidak memilih karena boleh jadi surat suara anda akan disalahgunakan atau terjadi hal-hal lain karena satu surat suara bisa mempengaruhi hasil dan pemenang calon pimpinan atau kepala daerah kita. Perbedaan adalah rahmat dan mari saling menghargai karena perbedan, agar ketentraman terwujud menjelang pesta demokrasi lima tahunan tersebut.   

Tahun Politik                                                                                                                                         
Sistem politik demokrasi yang mahal membuat penguasa dan wakil rakyat tidak lagi bekerja sebagai pelayan umat dan pemelihara urusan rakyat. Mereka malah mengabdi demi kepentingan elit pengusaha dan para cukong pemilik modal. Mereka bahkan menjadi pelayan pihak asing. Akibatnya, lahirlah negara korporasi; lahirlah persekongkolan penguasa dengan pengusaha. Jadilah hubungan penguasa dengan rakyat layaknya hubungan penyedia produk dan jasa dengan konsumen. Rakyat diposisikan sebagai konsumen yang harus membayar pelayanan dari negara dan membeli apa saja yang disediakan negara. Melalui proses politik demokrasi pula lahir peraturan yang menguntungkan para pemilik modal. Bahkan pihak asing, yang notabene penghisap kekayaan negeri ini, lebih dihormati daripada rakyatnya sendiri. Penerapan demokrasi di bidang politik dibarengi dengan penerapan sistem kapitalisme di bidang ekonomi. Akibat penerapan kapitalisme itu, alih-alih tercipta kesejahteraan bersama, yang ada justru kesenjangan kelompok kaya dan miskin makin meningkat. Dan di tahun ini, tahun 2014 ini oleh sebagian kepala daerah, pejabat, politisi dan pengamat dianggap sebagai ‘tahun politik’. 
Penyebutan ‘tahun politik’ menyiratkan setidaknya dua hal. Pertama: Politik dalam sistem demokrasi sekular lebih didominasi oleh rebutan kekuasaan di pentas Pilkada, baik sekadar untuk menjadi calon pemimpin rakyat di provinsi  ataupun di daerah kabupaten/kota. Kedua: Karena dalam sistem demokrasi politik lebih kental bernuansa rebutan kekuasaan, politik dalam arti yang sebenarnya—yakni bagaimana mengurus urusan rakyat—justru terabaikan. Pasalnya, dalam dua tahun pertama dipastikan para wakil rakyat dan penguasa akan berusaha mengembalikan modal politik yang amat besar—rata-rata miliaran, puluhan bahkan ratusan miliar untuk sebagai cagub dan cabup/cawalkot—terutama untuk kampanye Pilkada. Karena gaji yang ‘tak seberapa’ tak akan bisa membuat balik modal, mengkorupsi uang rakyat menjadi satu-satunya cara yang paling efektif dan efisien. Semoga nomor urut 5, Muzakir Manaf (Mualem)-TA. Khalid tetap amanah, jujur, akuntabilitas, kredibilitas, menjadikan Aceh lebih sejahtera dan berkeadilan saat memimpin Aceh periode 2017-2022 itulah harapan seluruh masyarakat Aceh. Nyan Ban!

Penulis adalah Ketua Devisi Publikasi
DPW Rakan Mualem Aceh Utara


Gampong Online di Aceh

Gampong Online di Aceh
Oleh Teuku Rahmad Danil Cotseurani

            Perkembangan teknologi dan informasi yang sangat pesat dewasa ini merubah kehidupan kita menuju era digitalisasi. Seluruh level masyarakat dari seluruh usia kini terbiasa menggunakan perangkat-perangkat digital sebagai media komunikasi, informasi dan edukasi. Seperti internet dan teknologi informasi. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya internet, dalam pembangunan nasional suatu negara, telah diakui secara luas di berbagai negara. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi secara tepat, dapat mendorong terciptanya akses informasi ilmu dan pengetahuan. Demikian pula pelayanan tempat ibadah dalam hal ini masjid, penerepan teknologi sangat diperlukan dalam rangka pencapaian target-target tertentu demi menghadirkan pelayanan prima kepada jamaah, ummat dan masyarakat umum.
            Hari ini rasanya tidak ada orang yang tidak memakai handphone atau smarphone berbasis android dan online, juga laptop. Dimana berbagai tempat terutama kantor dan warung kopi (warkop) sudah terpasang wifi. Perkembangan warkop di Aceh sangat pesat ditambah lagi dengan menyediakan fasilitas wifi/hotspot untuk memanjakan pengunjung. Kehadirannya juga mendongkrak bertambahnya jumlah warkop, caffe dan restoran sejenis. Disamping itu permintaan akan handphone/smarphone dan laptop/note book meningkat di Aceh pada umumnya. Dapat kita lihat disejumlah warkop yg punya wifi disebut warkop cyber dan internet, pengunjungnya asyik dengan laptop/smarphone di meja masing-masing.
Demam media sosial  akhir-akhir ini juga berimbas pada gaya hidup  sebagian besar masyarakat di Aceh. Pejabat kekinian juga seharusnya harus memiliki akun media sosial untuk memudahkan penyelenggaraan pemerintahan dan untuk menampung aspirasi rakyat yang bisa berinteraksi langsung dengan rakyatnya. Pejabat di Aceh masih melek teknologi informasi melalui media sosial, bila kita berselancar didunia maya Cuma beberapa orang pejabat daerah, gubernur, bupati dan walikota yang memiliki akun media sosial yaitu walikota banda Aceh, bupati Aceh Utara, bupati Bireuen dan walikota Lhokseumawe. Salah satu calon gubernur yang juga aktif di media sosial yaitu Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah yang membalas dan berinteraksi dengan jempolnya bukan oleh timsesnya tau operator untuk calon gubernu lainnya tidak ada memiliki akun media sosial kecuali akun untuk timses dan relawannya.
Sekarang sosial media memang digunakan oleh pejabat daerah untuk membuka ruang interaksi dengan publik. Saat ini masyarakat lebih mudah untuk memberikan masukan kepada pemimpin mereka, dan dengan eksis di media sosial setidaknya pejabat juga mampu bekerja cepat dalam menyelesaikan permasalahan di daerah dan dengan SKPD atau SKPK dan dinas atau instansi di jajarannya.
            Tidak bisa dipungkuri media sosial mempunyai dampak yang luar biasa bagi Seorang pejabat maupun kepala daerah dalam berhubungan langsung dengan masyarakat di daerahnya. Medsos seperti Twitter, Facebook, Path, dan Instagram mempunyai dampak yang luar biasa dalam menginformasikan perkembangan maupun kejadian yang ada di daerahnya. Melalui media sosial sebuah daerah lambat laun juga bisa menjadi terkenal, bukan hanya secara lokal, cakupannnya bisa secara nasional, regional bahkan internasional. Internet yang merupakan hasil dari perkembangan dunia digital, dapat membuat orang berinterkasi satu sama lain, meski dalam jarak yang sangat jauh. Maka dari itu merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang pejabat maupun kepala daerah dewasa ini.
Jika dulu ada istilah ABRI masuk desa atau listrik masuk desa. Kini internet masuk desa. Dimana hampir semua masyarakat memiliki smartphone bukan hanya di tingkat perkotaan sekarang masyarakat di desa juga sudah bisa mengakses internet dan terhubung dengan dunia maya seiring tower-tower BTS dari operator selular seperti Telkomsel, XL dan 3 sudah ada di gampong-gampong. Para Keuchik dan Teungku Imum bisa menyisihkan sedikit dana desa untuk menyediakan perangkat Iinformasi teknologi berupa wifi gratis yang bisa diakses  oleh warga gampong dan akan terwujud gampong online. Dimana dengan online sekarang meningkatkan perekonomian warga gampong, bisnis online kini semakin menjanjikan dewasa ini. Bisa saja jual kambing atau sapi suatu saat bisa bertransaksi melalui jaringan online.    
Sejurus dengan itu pengguna dan pemakai handphone berakses internet adalah anak-anak generasi muda, kalangan remaja, pemuda dan dewasa, jadi dapat diharapkaan sistim informasi gampong atau gampong online ini  untuk kalangan tersebut untuk lebih meningkatkan tarif hidup masyarakat di gampong dan mencintai masjid dan memakmurkan masjid bila perangkat wifi ditempatkan di tempat ibadah, ketika waktu shalat akan berbondong-bondong menunaikan shalat. Bisa juga perangkat wifi ditempatkan ditempat-tempat umum lainnya selain di warkop-warkop seperti di kantor keuchik. Hal ini dimaksudkan agar warga gampong tidak menghabiskan waktu berlama-lama di warkop yang sudah menjadi tradisi masyarakat Aceh pada umumnya.
Selanjutnya sistem aplikasi yang baik diperlukan juga bagi suatu daerah yang dipimpinnya. Selain bertujuan untuk memudahkan dalam proses kerja dalam lingkup pemerintahan yang dipimpinnya, hal ini juga bertujuan untuk menjaga transparansi dalam sistem kerja pemerintahan yang baik (Good Governance). Jadi segala hal yang menyangkut akuntabilitas,integritas, dalam hubungannya dengan kinerja pemerintahan hingga pengadaan barang dan Jasa (Procurement) harus menggunakan sistem splikasi yang baik pada setiap pemerintahan daerah.
Jika Sebelum media sosial populer, para pemimpin negara lebih sering memanfaatkan televisi dan radio. Namun, kini media sosial menyediakan semuanya, tidak hanya dalam bentuk teks, tetapi juga dalam bentuk foto dan video. Ini lompatan jauh dunia komunikasi sesuai zamannya ke era digital berteknologi canggih. Komunikasi melalui media sosial diakui lebih efektif dan efisien karena menjangkau lebih banyak orang dan isinya dibaca. Media sosial tidak hanya menumbuhkan peluang bisnis baru, tetapi juga mengubah cara berkomunikasi kepala daerah. Jika dimanfaatkan secara maksimal, media sosial mampu menjadi alat yang ampuh, efektif, dan efisien untuk berkomunikasi dengan rakyat atau masyarakat.
Gampong online ini akan mempercepat program gampong membangun. Nanti segala informasi tentang gampong ada di dalamnya sehingga potensi gampong, produk unggulan gampong, dan perkembangan pembangunan gampong bisa dipromosikan dan diakses dengan mudah dan berimbas pada perekonomian masyarakat di gampong. Pemerintah RI berharap  proses desa membangun akan berjalan signifikan, terutama dengan adanya dana desa yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Karena itu, desa online akan mempermudah informasi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan pembangunan, termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) bisa disampaikan kepada masyarakat desa dan terdokumentasi dengan baik. Tentu saja Gampong online akan bersinergi jika aparat gampong juga tidak melek teknolog informasi yang kian berkembang dari waktu ke waktu.
Perangkat lainnya u tuk mendukung gampong online, bahwa di daerah-daerah sudah ada Relawan TIK,  Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang dibentuk oleh Keminfo RI untuk seluruh daerah diseluruh Indonesia. Dengan visi Menjadikan Relawan TIK sebagai pribadi, sekaligus warga masyarakat unggulan, yang siap siaga mengemban misi sosial, kemasyarakatan dan kemanusiaan bagi pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan/penguasaan keterampilan teknologi informasi dan komunikasi untuk kemaslahatan masyarakat dan kemajuan bangsa dan misi Internal (mikro) menyiapkan anggota dalam penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan individual maupun kerjasama kelompok guna menyelenggarakan tugas-tugas edukasi sosial, pemberdayaan maupun kegiatan insidental; Organisasional (meso) menjadikan Relawan TIK sebagai sebagai satuan yang mampu bereaksi cerdas, tanggap, bergerak cepat serta bertindak cermat dalam menjalankan tugasnya; Nasional (makro) berkontribusi dan partisipasi dalam berbagai kegiatan pembangunan, kemasyarakatan serta berperan dalam tugas kemanusiaan, dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan TIK bagi kemaslahatan masyarakat dan kemajuan bangsa Indonesia.
            Dengan saling bertukar informasi dan pengalaman, dapat membuat rencana kerja yang strategis sehingga dapat memberdayakan TIK dalam mensejahterakan masyarakat dan perlunya dukungan dan kerjasama dari pemerintah pusat, daerah serta peran pemangku kepentingan, kalangan bisnis, perguruan tinggi, komunitas dan masyarkat, maka upaya mencerdaskan kehidupan masyarakat semakin nyata. Selain memberikan pelajaran seperti sosialisasi internet sehat, cerdas dan produktif, keamanan sistem informasi dan lainnya kepada masyarakat, relawan TIK juga bisa mengawal pemanfaatan pemberdayaan dari pemerintah seperti Desa Berdering, Desa Pintar, Pusat Rumah Kreatif serta diharapkan sigap dan tanggap terhadap melakukan koordinasi, kolaborasi kerjasama didaerah bencana dengan bantuan internet atau online. Kedepan dunia digital bukan lagi hal yang tabu tapi memang sudah suatu kebutuhan arus informasi dan teknologi yang cepat dan dinamis. Sistem gampong online ini tentunya juga memudahkan pemda dalam melakukan perencanaan pembangunan termasuk saat melaporkan arus lalu lintas dana desa yang telah diperoleh dari Pemerintah Pusat.
            Selain menggenjot ekonomi gampong melalui sistim online juga akan mengintegrasikan data-data dari semua sektor khususnya pada sektor kesehatan, pendidikan administrasi kependudukan dan administrasi gampong, sebab data dan informasi menjadi kebutuhan penting karena merupakan dasar dari penetapan dan penyusunan program serta kebijakan pembangunan yang terarah dan sistematis.
            Gagasan dan gerakan membangun Sistem Informasi gampong atau gampong online yang  saat ini mulai digalakkan di gampong-gampong , harus kita maknai sebagai gerakan untuk memberikan kembali kemerdekaan bagi gampong sesuai amanah UUPA. UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan UU Desa, UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa. Terutama kemerdekaan gampong dalam mengelola dan mengembangkan informasi terkait potensi, asset dan data yang dimiliki oleh gampong itu sendiri. Dengan Sistem Informasi gampong, gampong diharapkan mampu memanfaatkan kekuatan yang mereka miliki untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. Misalnya seperti dalam hal optimalisasi penggunaan teknologi informasi, segala informasi tentang asset dan potensi gampong dapat disebarluaskan melalui media Website gampong, sehingga dapat menarik minat para pelaku kepentingan yang ingin membangun gampong di Aceh dengan berorientasi pada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat di gampong .
Dengan demikian, meskipun ada berbagai nama program untuk desa  atau gampong yang dicanangkan pemerintah dalam hal ini kementerian desa, dan ada bermacam jenis inovasi teknologi yang diciptakan untuk memudahkan gampong dalam mengelola Sistem Informasi di wilayahnya. Namun yang terpenting dari semua gerakan dan kehadiran inovasi teknologi tersebut, Desa tidak kehilangan identitasnya sebagai   ‘kaki’ bagi negara Indonesia mapun pemerintah Aceh. Karena sejatinya teknologi hadir sebagai alat untuk memudahkan, bukan merenggut ‘kearifan’ yang sampai membuat gampong semakin terpinggirkan.

Mudah-mudahan  Pemerintah dapat segera  memulai gerakan sistim informasi gampong atau gampong online, pemerintah Aceh dan DPRA sebagai regulatornya dapat menerapkan dan mengaplikasikan sistim informasi gampong dan mengajak pemuda, generasi muda dan masyarakat untuk memajukan dan memakmurkan gampong dimana pun seluruh Aceh. Nyan Ban Menan !