Droe Keu Droe : Serambi Indonesia, 4/01/2016
Sebagai manusia yang hidup di zaman globalisasi dengan akses
informasi dan mobititas yang tinggi, kerap kali kita melakukan perjalanan dari
satu tempat ke tempat yang lain dengan berbagai tujuan dan kepentingan baik itu
urusan keluarga, bisnis, wisata, dan acara kedinasan lainnya.
Kadangkala dalam melakukan perjalanan itu sendiri kita
diharuskan untuk menginap dan bermalam ditempat tujuan karena ada hal tujuan
yang ingin kita capai tidak kelar dalam sehari butuh waktu beberapa hari untuk
menginap dan biasanya untuk menginap alternatif seperti hotel adalah tempat
yang paling representatif.
Di Aceh yang daerah berlandaskan syariat Islam, dimana
hotelpun harus bersyariat, sudah seyogianya bila ada tamu yang menginap akan
diminta KTP, adakala kita bawa keluarga dalam hal ini istri. Maka tentu saja
akan diminta buku nikah dan surat keterangan nikah. Hal ini tentu saja kita
lupa membawanya karena biasanya buku nikah kita arsip dan dokumenkan dilemari
atau brankas keluarga, sangat jarang kita bawa-bawa. Akan lebih praktis bila
ada kartu nikah atau id card nikah dimana berbentuk seperti kartu-kartu lainnya
contohnya kartu atm, kartu BPJS atau kartu NPWP, diamana kita mudah membawa
dengan selalu ada di dompet atau tas bagi perempuan.
Sejatinya zaman presiden Joko Widodo dan Jusuf Kala ini, kita
sangat familiar dengan kartu-kartu atau ID card untuk keperluan berbagai macam
administrasi mulai dari pendidikan dengan kartu Indonesia Pintar, bidang
kesehatan dengan kartu Indonesia Sehat atau BPJS bidang sosial ada kartu
keluarga sejahtera, dan berbagai macam
kartu lainnya yang menunjukan identitas sang pengguna, sehingga masyarakat
dapat semakin mudah memperoleh fasilitas pendidikan dan kesehatan, sosial serta
menjaga daya beli masyarakat. Belum lagi sebelumnya sudah ada kartu SIM, kartu
NPWP, kartu kredit dan tentu saja yang tidak boleh tidak ada adalah kartu tanda
penduduk atau KTP sebagai warga negara Republik Indonesia.
Untuk hal ini kiranya pemerintah Indonesia atau pemerintah
Aceh melalui Kementerian Agama, Dinas Syariat Islam dan Dinas sosial dapat
menerbitkan kartu nikah untuk memudahkan bagi setiap pasangan yang sering dan
akan melakukan perjalanan dan menginap ditempat lain atau hotel sebagai tanda
bahwa mereka pasangan sah suami istri, karena setiap orang sering lupa membawa
buku nikah dan bisa saja mereka awalnya tidak bermaksud menginap ditempat
tujuan tapi harus menginap di hotel atau penginapan sehingga jika ada
penggrebekan akan terhidar dari hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.
Tentu saja kartu nikah suami dibuat berbeda dengan kartu nikah istri terutama
dari warna sedangkan isi bisa saja memuat keterangan bahwa mereka adalah pasang
suami istri seperti halnya buku nikah suami dan istri yang berbeda warnanya.
Tidak dapat dipungkiri dewasa ini kemudahan dan akses
kartu-kartu yang menunjukkan identitas pengguna untuk berbagai kepentingan dan
tujuan, belum lagi dalam setiap kartu tersebut ditanam chip yang bisa memuat
seluruh data dan dokumen penggunanya, dan tidak tertutup kemungkinan dengan
teknologi dan informasi yang bertambah canggih dan maju nantinya akn ada kartu
identitas pengguna yang bisa memuat semua data dan informasi pengguna yang bisa
di akses ke tempat publik atau instansi yang membutuhkannya, misalnya di kartu
tersebut memuat biodata, tanda tangan, foto, perpajakan, pernah terlibat kriminal,
narkoba, bahkan data laporan keuangan yang bisa disimpan dalam chip yang ada di
kartu identitas tersebut.
Bila pemerintah Aceh melalui instansi terkaitnya merealisakan
kartu nikah untuk pasangan resmi yang sudah menikah disamping buku nikah yang
sudah diterbitkan oleh KUA dan Catatan Sipil berdasarkan undang-undang dan
diakui oleh negara, biasa jadi provinsi Aceh akan menjadi pilot project untuk
pembuatan kartu nikah suami dan kartu nikah istri. Akan lebih praktis dan mudah
dibawa kemana saja karena akan selalu ada didompet atau tas sandang bagi kaum
ibu-ibu.
Terimakasih
kepada Serambi Indonesia atas dimuatnya tulisan ini, semoga menjadi renungan
untuk pemangku kepentingan di Aceh.
Teuku Rahmad Danil Cotseurani (TRDC)
Internal Auditor
ASDC Bireuen
Aceh 24251
No comments:
Post a Comment