Monday, May 30, 2016

Semangat Konversi Koperasi Syariah di Aceh


Oleh Teuku Rahmad Danil Cotseurani

            Pemerintah Republik Indonesia menetapkan tanggal 12 Juli sebagai hari koperasi nasional, dan aturan yang mengikatnya tentang koperasi di Indonesia  adalah undang-undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian (lembaran Negara Repulik Indonesia nomor 116 tahun 1992).  Serta mengacu pada UUD 1945 pasal 33, Tentang Perkoperasian di Indonesia, bahwa koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan-serta untuk mewujudkan masyarakat  yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Penjelasan dalam Pasal 33, menempatkan koperasi baik dalam kedudukan sebagai sokoguru perekonomian nasional maupun sebagai bagian integral dalam tata perekonomian nasional. Koperasi dirintis, pengembangannya serta diperkenalkan  dengan dorongan semangat kebangsaan yang dipelopori oleh Bapak Muhammad Hatta, wakil persiden pertama Republik Indoensia, dan lebih dikenal kemudian sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
            Adapun bentuk dan jenis koperasi, Jenis koperasi berdasarkan tingkat dan daerah luas kerja adalah koperasi primer, koperasi primer ialah koperasi yang yang minimal memiliki anggota sebanyak 20 orang perseorangan; koperasi sekunder adalah koperasi yang terdiri dari gabungan badan-badan koperasi serta memiliki cakupan daerah kerja yang luas dibandingkan dengan koperasi primer. Koperasi sekunder dapat dibagi menjadi : koperasi pusat - adalah koperasi yang beranggotakan paling sedikit lima koperasi primer; gabungan koperasi - adalah koperasi yang anggotanya minimal 3 koperasi pusat; induk koperasi - adalah koperasi yang minimum anggotanya adalah tiga gabungan koperasi
Jenis koperasi menurut status keanggotaannya adalah Koperasi produsen adalah koperasi yang anggotanya para produsen barang/jasa dan memiliki rumah tangga usaha, antara lain; Koperasi konsumen adalah koperasi yang anggotanya para konsumen akhir atau pemakai barang/jasa yang ditawarkan para pemasok di pasar. Kedudukan anggota di dalam koperasi dapat berada dalam salah satu status atau keduanya. Dengan demikian pengelompokkan koperasi menurut status anggotanya berkaitan erat dengan pengelompokan koperasi menurut fungsinya.
            Jenis koperasi menurut fungsinya adalah koperasi pembelian/pengadaan/konsumsi adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi pembelian atau pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan anggota sebagai konsumen akhir. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pembeli atau konsumen bagi koperasinya;  Koperasi penjualan/pemasaran adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi distribusi barang atau jasa yang dihasilkan oleh anggotanya agar sampai di tangan konsumen. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pemasok barang atau jasa kepada koperasinya; Koperasi produksi adalah koperasi yang menghasilkan barang dan jasa, dimana anggotanya bekerja sebagai pegawai atau karyawan koperasi. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pekerja koperasi; Koperasi jasa adalah koperasi yang menyelenggarakan pelayanan jasa yang dibutuhkan oleh anggota, misalnya: simpan pinjam, asuransi, angkutan, dan sebagainya. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pengguna layanan jasa koperasi. Apabila koperasi menyelenggarakan satu fungsi disebut koperasi tunggal usaha (single purpose cooperative), sedangkan koperasi yang menyelenggarakan lebih dari satu fungsi disebut koperasi serba usaha (multi purpose cooperative). Untuk Koperasi jasa seperti halnya simpan pinjam, sekarang ini sesuai dengan tuntutan zaman dan perkembangan semangat Islam yang berdasarkan Alquran dan sunnah, maka hadirnya koperasi simpan pinjam sesuai syariat Islam (Koperasi Simpan Pinjam Syariah) yang berbeda dengan koperasi pada umumnya atau koperasi konvensional.
Dalam perkembangannya koperasi di Indonesia berjalan lamban dan timbul tenggelam dalam proses dan keberlangsungan operasionalnya, padahal porsi yang diberikan pemerintah untuk koperasi dengan disiplin dan bidang lainnya seperti perbankan dan perusahaan dan lembaga negara adalah  sama, namun pada kenyataannya perbankan dan lembaga negara atau perusahaan lainnya lebih mendominasi pangsa pasar dan berperan penting dalam hal pengembangan ekonomi di Indonesia. Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Menengah Republik Indonesia harus lebih pro aktif dalam mengembangkan dan memajukan koperasi di Indonesia, karena dari data dan informasi banyak koperasi harus golong tikar atau tutup karena tidak mampu menjalankan operasional dan bisnisnya, banyak koperasi dibentuk untuk keperluan sesaat dan mendapatkan dana dari pemerintah juga hanya tinggal nama, sejatinya banyak bidang usaha masyarakat seperti di bidang pertanian, perkebunan, kelautan, kehutanan, industri dan lain lain peran serta koperasi sangat startegis dalam membantu dan mengembangkan ekonomi anggotanya atau pegawainya.
Koperasi Simpan Pinjam Syariah atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah disingkat KJKS memiliki dimensi yang berbeda dengan koperasi simpan pinjam konvensional demikian pula jika dibandingkan dengan Baitul Maal Wa Attamwil (BMT). Perkembangan ekonomi syariah di Dunia dan juga Indonesia yang notabene memiliki jumlah penduuk muslim sangat tinggi di sambut oleh pelaku bisnis jasa keuangan dengan mendirikan bank syariah. di tingkat mikro BMT mulai bermunculan sejak tahun 1984. Sesuai Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004 Pengertian Koperasi Simpan Pinjam Syariah adalah Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orangseorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan perkoperasian. Koperasi SimpanPinjam dan Pembiayaan Syariah selanjutnya dalam peraturan ini disebut KSPPS adalah koperasi yang kegiatan usahanya meliputi simpanan, pinjaman dan pembiayaan sesuai prinsip syariah, termasuk mengelola zakat, infaq/sedekah, dan wakaf. Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi selanjutnya disebut USPPS Koperasi adalah unit koperasi yang bergerak di bidang usaha meliputi simpanan, pinjaman dan pembiayaan sesuai prinsip syariah, termasuk mengelola zakat, infaq /sedekah, dan  wakaf sebagai bagian dari kegiatan koperasi yang bersangkutan.
Kegiatan Koperasi Simpan pinjam Syariah yang dalam hal ini disebut Usaha Jasa Keuangan Syariah adalah merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dari anggota dan menyalurkannya melalui mekanisme usaha Jasa Keuangan Syariah dari dan ditujukan penyalurannya untuk anggota Koperasi , calon anggota Koperasi ataupun anggota Koperasi lain.

              Pada prinsipnya Koperasi Jasa Keuangan Syariah disebut Koperasi Islam (Koperasi Syariah) adalah koperasi Simpan Pinjam Syariah yang kegiatan usahanya meliputi bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan yang sustemnya sesuai pola bagi hasil (syariah). Sedangkan yang disebut Unit Jasa Keuangan Syariah adalah unit usaha pada Koperasi. Dalam koperasi simpan pinjam Syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah adalah yang dipilih oleh koperasi berdasarkan keputusan dari rapat anggota dimana dewan ini beranggotakan alim ulama yang ahli persoalan dalam syariah. Dalam menjalankan fungsinya dewan pengawas syariah  menjalankan fungsi dan tugas sebagai pengawas syariah pada koperasi dan  berwenang untuk memberikan tanggapan atau melakukan penafsiran terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.

              Manajemen Koperasi Syariah terdiri dari pengurus yang  menjalankan berbagai fungsi
eksekutif yang bisa mengangkat pengelola usaha setara direktur, manajer dan ataupun
kepala unit. Pengelola usaha merupakan tenaga profesional dan berpengalaman yang diangkat oleh pengurus dan di ajukan dalam rapat anggota untuk mendapat persetujuan. Dalam organiasai koperasi simpan pinjam Syariah juga terdapat Perangkat organisasi Koperasi Islam terdiri dari Rapat Anggota sebagai kekuasaan tertinggi, Pengurus, dan juga Pengawas. sama seperti halnya 
koperasi simpan pinjam konvensional.
Simpanan dalam Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota atau anggota koperasi mitra kepada koperasi simpan pinjam Syariah dalam bentuk simpanan/tabungan dan simpanan berjangka. Simpanan Wadiah Yad Adh-Dhamanah adalah simpanan anggota KJKS dengan akad wadiah atau titipan namun dengan sepersetujuan penyimpan dana simpanan dapat digunakan oleh KJKS dan (Unit Jasa Keuangan Syariah) UJKS Koperasi untuk kegiatan yang bersifat operasional koperasi, dengan ketentuan penyimpan tidak akan mendapatkan bagi hasil atas penyimpanan dananya, tetapi bisa diganti kompensasinya  dengan imbalan bonus yang besarnya ditentukan sesuai kebijakan dan kemampuan koperasi yang bersangkutan.

              Investasi mudharabah Al-Mutlaqah adalah tabungan dari anggota pada koperasi dengan akad Mudharabah Al-Mutlaqah yang diperlakukan sebagai bentuk investasi anggota untuk dimanfaatkan secara produktif dalam bentuk pembiayaan yang ditujukan kepada anggota koperasi, calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya dengan pengelolaan secara profesional disertai ketentuan penyimpan mendapatkan bagi hasil atas penyimpanan dananya sesuai nisbah (proporsi bagi hasil) sesuai dengan yang disepakati pada saat pembukaan rekening tabungan.

              Investasi mudharabah Berjangka adalah merupakan tabungan anggota anggota koperasi dengan akad Mudharabah Al-Mutlaqah dimana penyetorannya dilakukan sekali dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu sesuai dengan perjanjian antara penyimpan dengan koperasi. 
            Ekonomi kerakyatan yang dicanangkan Pemerintah Indonesia itu adalah pengeterapan Undang-Undang Dasar 1945, yang dibangun secara bertahap sesuai situasi dan kondisi negeri ini. Baik di dalam tataran kesiapan kemampuan tingkat kecerdasan rakyat maupun kemampuan keuangan negara. Dan jangan lupa, Koperasi sebagai Sokoguru tidak bisa kita lepaskan dari tujuan akhir pembangunan di bidang ekonomi. Koperasi memainkan peranan yang sangat strategis dalam menggerakkan denyut nadi perekonomian masyarakat serta pembangunan nasional. Peran dan fungsi koperasi tidak hanya sebatas aktivitas ekonomi saja tetapi juga sebagai manifestasi semangat kolektif, kebersamaan, kekeluargaan dan prinsip keadilan yang berakar pada masyarakat Indonesia. Dan koperasi Saat ini dihadapkan pada dua tantangan utama. Pertama, peningkatan kualitas kelembagaan dan manajemen unit koperasi. Kedua, unit koperasi juga perlu terus berkurang daya saing dan tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga di dunia.
Momentum Syariat Islam di Aceh
Di Aceh,  dengan momentum dan semangat penerapan syariat Islam secara kaffah, dimana hampir semua sector harus berlandaskan syariah Islam terutama dalam kehidupan sehari-hari, berniaga, bisnis dan bermuamalah/ekonomi. setali dua uang dengan  perbankan di Aceh, sebutlah PT. Bank Aceh atau bank daerah milik pemerintah Aceh juga sedang semangat-semangatnya untuk berubah atau konversi ke Bank Aceh Syriah, yang sampai saaat ini masih dalam proses konversi, terlepas desakan dari berbagai elemen masyarakat di Aceh, namun yang pasti sistim keuangan dan perbankan Islam sangat sesuai dengan tuntutan zaman, sesuai dengan fitrah manusia dan sesuai dengan perintah Allah dan sunnatullah, hanya saja pengaruh colonial Belanda, Yahudi dan nasrani yang membuat kehidupan ummat Islam di Indoensia dan Aceh pada khususnya diakulturasi oleh sistim ekonomi kapitalis dan liberal. Maka dari itu kita tidak pernah akan terlambat untuk mengamalalkan cara-cara Islami yang telah dianjurkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Tinggalkan kita mau tidak untuk meninggalkan riba dan berbisnis sesuai syariah Islam.
Melihat keadaan keuangan modern saat ini yang banyak dipengaruhi oleh konsep kapitalis yang membolehkan banyak apa yang telah dilarang dalam agama Islam, ummat Islam akhirnya berusaha mencari suatu alternatif sistem keuangan yang dapat menghindarkan diri mereka dari berbagai macam kegiatan dan transaksi yang bertentangan dengan hukum yang mereka fahami dalam agama mereka. Salah satunya kami di Aceh telah siap untuk konversi dari Koperasi Konvensional (Acheh Society Development Cooperative, di Bireuen) menjadi Koperasi Islam Aceh (KIA), dengan bisa menjadi pioneer, barometer dan rule model penerapan nilai-nilai prinsip syariah dalam berkoperasi di Aceh.

              Berbagai usaha telah dilaksanakan untuk mewujudkan suatu konsep keuangan (dan ekonomi) alternatif yang dapat menghindarkan ummat Islam dari berbagai transaksi yang bersifat paradoks tersebut. Seperti bunga (interest) yang sangat diharamkan dalam ajaran Islam dan sangat bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits dilaksanakan dalam banyak transaksi perbankan dan pasar keuangan modern. Belum lagi elemen gharar (uncertainty) dan maysir (gambling) yang terdapat dalam beberapa kontrak asuransi dan beberapa pasar keuangan derivatif lainnya, yang menyebabkan kegelisahan di hati banyak Ummat Islam.

            Dengan konsep dasar merujuk kepada Ayat-ayat dan Hadits-hadits yang menolak banyak kegiatan transaksi dan kontrak ini, beberapa usaha kaum Muslim telah berhasil membuat suatu konsep dasar keuangan Islam untuk mewujudkan suatu konsep keuangan alternatif yang berlandaskan Syari’ah yang mereka dambakan selama ini. Bermula dengan usaha Ahmed El-Naggar pada tahun 1963 di Mesir dengan mendirikan sebuah bank lokal yang menghindarkan segala transaksinya dari riba (berlandaskan  syar’iah) dan diikuti oleh banyak usaha akademisi dan praktisi dari kaum Muslim lainnya.

            Dan kini, perkembangan keuangan Islam semakin pesat di berbagai belahan dunia Timur dan Barat, dan semakin diminati oleh banyak orang untuk dipelajari secara lebih mendalam. Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai adalah ulah sistem ekonomi konvensional, yang mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya. Berbeda dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya, yaitu sistem bagi hasil. Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrim, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.
Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia. Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh mahluk hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber hukum teori ekonomi Islam, bisa berubah.
Organisasi masyarakat di bidang ekonomi syariah, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) menilai pada 2015 ekonomi syariah akan tumbuh lebih baik daripada tahun ini. Hal ini menyesuaikan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi secara nasional yang juga diperkirakan akan membaik di sekitar 5,5%. Beberapa perkiraan industri terkait ekonomi syariah seperti perbankan syariah dan asuransi syariah mendukungnya. Pertumbuhan perbankan syariah yang diperkirakan akan mencapai pangsa pasarnya antara 5-6%. Industri asuransi syariah Indonesia yang kini memegang posisi keempat dunia tumbuh sebesar 20% pada 2015. Menurut MES (Masyarakat ekonomi Syariah) pertumbuhan ekonomi Syariah pada tahun 2016 akan lebih baik.
Koperasi Islam (Koperasi Syariah) seharusnya menjadi ujung tombak dalam pengembangan ekonomi masyarakat baik di Indonesia pada umumnya dan Aceh pada khususnya, terlebih lagi daerah kita merupakan daerah agraris dengan  mata pencaharian utama masyarakat adalah bertani, berkebun dan nelayan, jadi dalam kaitan ini koperasi harus tambil di depan sebagia pioneer dalam membantu masyarakat tersebut, bayangkan saja banyak pengusaha mengeluh terkait usahanya karena daya beli masyarakat rendah di pasar, ujung-ujungnya berdalih belum cair dan terlambatnya realisasi proyek APBD atau APBA Aceh. kenapa APBA jadi barometernya padaha banyak hal bisa dilakukan oleh pemangku kepentingan dan pelaku bisnis di Aceh. mari kita lirik provinsi tetangga kita, Sumatera Utara. Masyarakat Sumatera Utara masa bodoh sama APBD, APBN  atau apapun namanya dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Karena sektor riil mereka bukan dari bantuan pemerintah tapinya indutri, ya banyaknya industri di kota Medan dan Sumatera Utara membuat pasar tidak berpengaruh terhadap daya beli masyarakatnya. Bahkan mereka dengan bangga mengundang masyarakat Aceh untuk datang ke kota Medan, baik untuk berbelanja, bisnis dan berwisata. Walaupun diperbatasan sering dipungli oleh oknum bila kedapatan kendaraan plat dari Aceh, tapi minat orang Aceh ke Medan tidak surut. Hal ini membuktikan betapa ada provinsi tetangga menjadi favorit dan masyarakat Aceh sangat bergantung pada pasokan apapun dari Medan.
Fenomena tersebut bisa kita kikis bersama, supaya paradigma menunggu aprahan dan cairnya proyek pemerintah jadi daya ekonomi di masyarakat, sesungguhnya bila masyarakat dan pemerintah Aceh berupaya meningkatkan dan mengembangkan koperasi sebagai potensi ekonomi ditengah masyarakat maka akan menjadi kekuatan ekonomi baru bagi rakyat Aceh. Undang-undang dan aturan sudah ada tinggal regulasi dan niat serius pemerintah Aceh memajukan koperasi. Sangat jarang ada lokakarya, seminar, pelatihan dan workshop dari pemerintah terhadap koperasi-koperasi di Aceh yang pada dasarnya nanti juga ada upaya kearah lebih baik dari pengembangan ekonomi masyarakat Aceh, karena setiap anggota koperasi adalah masyarakat, jadi dampaknya akan terasa langsung ke masyarakat pada umumnya. Perluasan jaringan usaha koperasi hingga ke beberapa kabupaten merupaka upaya untuk mendorong masyarakat Aceh mengerti akan perkoperasian yang dapat membantu pendapatan, meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan, mengembangkan kreatifitas kaum ibu-ibu dan juga membantu  usaha suami dan keluarga.
Gerakan Koperasi Islam
            Gerakan koperasi Islam di Aceh dan Indonesia harus didengungkan dan menggema seperti yang telah dicetuskan oleh para pendiri bangsa ini, dimana kekuatan ekonomi rakyat merupakan potesi dan kekuatan ekonomi terbesar negara kita, seperti ucapan Bung Hatta : “Rakyat yang lemah ekonominya tidak akan dapat membentuk negara yang kuat, dan ekonomi akan tetap lemah, apabila rakyat yang terbanyak masih buta huruf”. Tinggal diseleraskan saja dengan sesuai tuntuan Islam, semangat gerakan koperasi Islam Indonesia perlu diarahkan agar mampu berperan secara lebih luas di dalam perekonomian nasional. Koperasi Islam didorong agar bisa sungguh-sungguh menerapkan prinsip perkoperasian dan kaidah-kaidah usaha dalam tataran perekonomian nasional. Sehingga Koperasi Islam dapat menjadi organisasi ekonomi yang mantap, demokratis, otonomi, partisipatif dan mengandung nilai-nilai social dan keislaman. Pembinaan koperasi pada dasarnya dimaksudkan mendorong agar koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama dalam kehidupan ekonomi rakyat.  
            Rakyat Aceh dan Indonesia menunggu gebrakan presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam hal pembangunan gerakan koperasi Indonesia juga halnya Koperasi Islam sehingga bersinergi dalam upaya pegembangan ekonomi kerakyatan yang dicanangnya, Pak Jokowi dan rakyat kecil memang tidak dapat  dipisahkan, sehingga diharapkan dan wujud nyata untuk memacu kepentingan rakyat kecil berpenghasilan lemah yang sedianya dapat berkontribusi dalam koperasi yang identik dengan rakyat kecil. Pertumbuhan koperasi tentu akan berdampak kepada pengurangan kemiskinan dan pengurangan angka pengangguran.
            Selain itu, di Aceh, salah satu janji kampanye Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf juga pada sektor koperasi dan usaha kecil menengah untuk dikembangkan kearah yang lebih baik, dimana sektor ini sangat bersentuhan langsung dengan rakyat kecil, kaum miskin dan angka kemiskinan di Aceh masih tinggi, tingkat pengangguran dan pertumbuhan ekonomi Aceh yang masih rendah. Pernah kita dengar adanya koperasi produksi untuk para mantan kombatan, koperasi yang beranggotakan para mantan kombatan, mendapatkan alokasi lahan untuk perkebunan/pertanian sebesar 2ha/kk. Hal tersebut diatur dalam butir-butir MoU Helsinki, namun pemerintah Aceh dan DPRA masih sibuk mengurusi kepentingan politiknya dan Pilkada. Momentum peringatan hari koperasi nasional 12 Juli, seyogianya menjadi arah dan semangat baru dalam pengembangan konversi gerakan koperasi Islam secara nasional dan di daerah seperti halnya di Aceh. Semoga!



*)  Penulis adalah Auditor
      Domisili di Kompleks PT. AAF (ASEAN)
      Aceh Utara - Aceh – Indonesia 24354

      

Seharusnya Pemerintah Aceh Terapkan E-Goverment dan E-Budgeting !


Oleh Teuku Rahmad Danil Cotseurani

                Sungguh pilu dan menyayat hati ketika masyarakat Aceh membaca tajuk berita di harian Serambi Indonesia secara berturut-turut mengenai APBA, Kenduri Besar Para Elite, Uang Minum SKPA Rp 86 Milyar,  daan Uang Perjalanan Dinas juga tanggapan oleh para penyeimbang seperti LSM untuk meminta Mendagri atas sejumlah dana yang dianggap dana “siluman” karena kegemukan dan berlebihan. Sangat rawan, pemborosan keuangan daerah, manipulasi data  dan berindikasi untuk dikorup oleh para penyelenggara pemerintahan di pemerintah Aceh.
                Ternyata dana-dana “siluman” itu selalu terulang dan ada Setiap tahun. Dan menjadi masalah. Tahun lalu dana hibah yang di dalamnya ada item pembelian keranda, celana dalam, beha, dan sebagainya. Sekarang sudah uang makan dan minum pula. Padahal, kalaupun tidak ada uang makan minum, PNS itu juga tetap makan dan minum karena mereka di gaji oleh pemerintah untuk melayani dan masyarakat dan dalam gaji yang diterima sudah barang tentu cukup untuk makan, minum, beli BH, jilbab, celana dalam dan lain sebagianya.
                Jika dilihat dari jumlah pegawai negeri sipil (PNS) di Provinsi Aceh saat ini sekitar 9.200 orang, ditambah tenaga honorer/kontrak sekitar 8.000 orang, sehingga totalnya Rp 17.200 orang, maka uang makan minum sebesar itu sangatlah besar dan berlebihan. Betapa banyak kelebihan dan fasiltas yang diterima oleh PNS, namun oleh pemerintah Aceh sendiri masih saja diplotkan untuk pos-pos anggaran yang  tidak masuk akal dan mubazir, wajar saja jika Mendagri Tjahyo Kumolo mengirim surat evaluasi untuk pengurangan secara signifikan, malah masyarakat mengharap dicoret dan dikoreksi oleh mendagri.
                Kalau belanja aparatur lebih besar daripada belanja publik, maka hakikat rakyat memilih pada pilkada akan tiada berarti. Karena  Gubernur dan wakil gubernur yang kita pilih telah lupa bahwa mereka dipilih oleh rakyat dan seharusnya harus berbuat demi kepentingan rakyat, bukan demi kepentingan dan fasilitas golongan dan kelompok tertentu. Dalam hal ini rakyat atau masyarakatlah yang dirugikan.
                Anehnya pihak DPRA yang sejatinya mitra pemerintah Aceh dan terlibat sejak pembahasan APBA kenapa tidak  pernah menolak dan menghapuskan jika pengajuan dana aparatur karena terlalu boros. Pihak DPRAseolah tak berdaya atau malah ada “kepentingan”. Masalah  lantaran Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah mengancam akan mempergubkan APBA 2016. Itu urusan lain. Disini Nampak kita lihat masih kurang harmonis antara para penyelenggaran pemerintahan di Aceh dalam hal ini pihak eksikutif, Gubernur/wakil Gubernur dengan pihak legislatif, DPRA.
                Masalah yang dikritik dan dievaluasi dari tahun ke tahun, terus-menerus seputar uang makan minum, dana perjalanan dinas yang besar, dana tenaga ahli, biaya pelatihan, hibah bansos, dan lainnya. Jika dilihat tidak ada program pro rakyat yang akan berdampak langsung bagi rakyat Aceh baik jangka pendek, menengah atau apalagi untuk jangka panjang. Mengapa tidak menjadi pengalaman dan pelajaran ditahun-tahun sebleumnya, jika yang disorot seputar masalah habis pakai dan bermuara ke toilet/wc. Masyarakat akan beranggapan pembahasan APBA adalah ibarat kenduri besar para penyenggara pemerintahan di Aceh. Sesungguhnya koreksi Mendagri itu memberikan arti atau isyarat kepada publik bahwa sampai tahun ini Pemerintah Aceh bersama DPRA belum memiliki kekuatan politik yang kuat untuk menyejahterakan dan pro kepada rakyatnya. Pada saat yang sama kondisi rakyat Aceh dengan jumlah penduduk miskin di Aceh masih tinggi, pengangguran terus bertambah, dan pertumbuhan ekonomi Aceh kecil.
                Awal tahun  2016 ini, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Laporan Sosial Ekonomi , bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan) di Aceh saat ini mencapai 859,41 ribu orang (17,11%), di atas rata-rata Nasional sebesar 11,47%. Aceh menempati urutan ke-2 termiskin di Sumatera setelah Bengkulu dan peringkat ke-7 termiskin di Indonesia (peringkat 28 dari 34 provinsi di Indonesia). Ini fakta dan realitas yang harus dipaparkan ke publik, bahwa sejauh mana kinerja para elite yang telah rakyat pilih mereka diajang pemilu. Angka ini sangat memilukan diaat yang sama Aceh adalah penerima dana Otsus dengan APBA mencapai  belasan triliyunan tiap tahunnya. Ironi memang inilah prestasi dan capaian orang nomor satu dan nomor dua di Aceh serta DPRA. Tidak ada hasil nyata dan proyek multiyear yang bisa dirasakan oleh rakyat Aceh yang masih duduk di peringat salah satu propinsi miskin, belum lagi hasil migas kita yang berkurang sering padamnya operasional PT. Arun, LNG.
                Selama ini kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah Aceh terhadap upaya pengentasan kemiskinan belum tepat sasaran. Pemerintah seharusnya memprioritaskan alokasi anggaran pada sektor pemberdayaan riil masyarakat miskin, membuka akses lapangan pekerjaan atau akses bantuan modal usaha, sehingga roda perekonomian masyarakat miskin bisa bergerak, bila pemerintah Aceh mau belajar dari krisis ekonomi 1998 salahsatu sector yang bisa bertahan dari krisis moneter adalah usaha kecil dan menengah rakyat (UMKM), mengapa tidak ada plot anggaran khusus untuk menghdupkan ekonomi micro dan pemberdayaan masyarakat miskin melalui koperasi danm usaha kecil/menengah rakyat, disamping mata pencaharian utama rakyat Aceh sebagai petani dan nelayan. Sungguh APBA tidak untuk kepentingan  rakyat Aceh dan belum bisa menyejahterakan rakyat Aceh dengan limpahan dana yang besar dari pemerintah Pusat.
Belajar dari Ahok
                Rasa Pemerintah Aceh dalam hal ini gubernur Zaini Abdullah dan wakil gubernur Muzakkir Manaf harus belajar dan meniru gaya kepemimpinan Ahok atau gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama dalam hal pengelolaan pemerintahan yang baik dan benar, terlepas dia bukan muslim dan gaya pemerintahannya dianggap berhasil dan ada aksi nyata kepada masayarakat ibu kota. Dia tidak segan-segan berhadapan dengan DPRK Jakarta dalam ini diwakili oleh haji Lulung cs.  Ahok dianggap berhasil menjalankan tata kelola pemerintahan yang transparan dan jujur dengan sistim E-Government, E-Budgeting dan E-Muresbang. Sehingga tidak celah untuk tilep-tilep, manipulasi anggaran, pembengkakan apalagi pemborosan seperti  yang dilakukan oleh pemerintah Aceh bersama DPRA.
                E-Government merupakan kependekan dari elektronik pemerintah. E-Governtment biasa dikenal e-gov, pemerintah digital, online pemerintah atau pemerintah transformasi.
E-Government adalah Suatu upaya untuk mengembangkan penyalenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik. Suatu penataan system manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Atau E-Goverment adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. e-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis.
                Ada tiga model penyampaian E-Government, antara lain :a. Government-to-Citizen atau Government-to-Customer (G2C) Adalah penyampaian layanan publik dan informasi satu arah oleh pemerintah ke masyarakat, Memungkinkan pertukaran informasi dan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah, contohnya G2C : Pajak online, mencari Pekerjaan, Layanan Jaminan sosial, Dokumen pribadi (Kelahiran dan Akte perkawinan, Aplikasi Paspor, Lisensi Pengarah), Layanan imigrasi,
Layanan kesehatan, Beasiswa, penanggulangan bencana. b. Government-to-Business (G2B) Adalah transaksi-transaksi elektronik dimana pemerintah menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan bagi kalangan bisnis untuk bertransaksi dengan pemerintah.Mengarah kepada pemasaran produk dan jasa ke pemerintah untuk membantu pemerintah menjadi lebih efisien melalui peningkatan proses bisnis dan manajemen data elektronik. Aplikasi yang memfasilitasi interaksi G2B maupun B2G adalah Sistem e-procurement. Contoh : Pajak perseroan, Peluang Bisnis, Pendaftaran perusahaan, peraturan pemerintah (Hukum Bisnis), Pelelangan dan penjualan yang dilaksanakan oleh pemerintah, hak paten merk dagang, dll c. Government-to-Government (G2G)  Adalah Memungkinkan komunikasi dan pertukaran informasi online antar departemen atau lembaga pemerintahan melalui basisdata terintegrasi. Contoh : Konsultasi secara online,blogging untuk kalangan legislative, pendidikan secara online, pelayanan kepada masyarakat secara terpadu.
                Lalu Ahok sukses dengan E-Budgetingnya, yang membuat getar- getir para anggota dewan Jakarta dengan pembahasan APBD provinsi Jakarta. e-Budgeting adalah sistem saling mengawasi anggaran agar terciptanya  keadilan  untuk rakyat , bersih,transparan,professional dan akuntabilitas  dalam penyusunan anggaran dalam suatu daerah.Jadi dengan adanya sistem ini masyarakat dapat melihat anggaran apa saja yang dibuat atau di ajukan. Beberapa kali Ahok terlibat perseteruan panas dengan para anggota dewan provinsi Jakarta, baik mengenai belanja publik sampai masalah UPS ke sekolah-sekolah di DKI Jakarta. Intinya Ahok bekerja dengan sistim yang dia bangun dalam pemerintahnnya. Karena dengan sistem ini masyarakat jadi lebih percaya.Penerapan sistem juga sesuai dengan semangat Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 yang menyatakan bahwa keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang - undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.Pengertian Transparansi dalam PP 58/2005 ini diartikan sebagai prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas - luasnya tentang kuangan daerah dan diatur dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006.
                Selanjutnya sukses Ahok dengan E-Musrenbangnya, yang diapilkasikan dalam tata kelola pemerintahan DKI Jakarta. E-Musrenbang adalah aplikasi perencanaan berbasis website yang dibangun untuk mendukung upaya sinergi perencanaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah. Aplikasi ini dibangun dan dikembangkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas).  Terhitung mulai tahun ini,‎ Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menggunakan sistem elektronik dalam setiap ‎kegiatan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) tingkat kelurahan, kecamatan, kota, hingga provinsi. Penggunaan sistem elektronik yang disebut E-Musrenbang ini dilakukan agar masyarakat Jakarta dapat mengetahui rencana pembangunan yang akan dikerjakan di 2016 mendatang.
Hadirnya KPK
                Tidak ada salahnya jika pemerintah Aceh dan DPRA sama bersinergi demi pembanganunan dan kemajuan Aceh dengan belajar seperti hal yang diterapkan pemerintah provinsi DKI Jakarta, sebab Jakarta adalah barometer Indonesia, selain karena ibukota pemeintahan juga provinsi yang paling cepat disorot jika ada kendala dan masalah dalam pembangunan dan tata kelola pemerintahannya.
                Melihat fenomena yang tejadi saban tahun di Aceh tentang pengesahan dan pengajuan APBA selalu ada koreksi dari kemendagri tepat rasanya jika sistem yang bekerja dan dikelola secara baik oleh para penyelenggara pemerintahan di Aceh terlebih lagi dana yang besar dikucurkan oleh pemerintah pusat karena ke khusususan provinsi Aceh bersama provinsi Papua dan Papau Barat. Dana yang besar rawan sekali terjadi penyalahgunaan dan korupsi di dalamnya.
Dalam beberapa paparan para pegiat LSM di Aceh juga sangat merindukan kehadiran KPK untuk masuk ke Aceh dan memeriksa sejumlah aliran dana dari pusat ke Aceh, seolah-olah kita merasa fungsi Kepolisan dan Kejaksaan di Aceh belum berani menangkap para koruptor dan penyalahgunaan wewenang di Aceh. Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan menyebutkan bahwa Provinsi Sumut, Riau, dan Banten dipanggil karena kasusnya banyak. Sedangkan Aceh, Papua, dan Papua Barat dipanggil terkait Dana Otonomi Khusus yang lumayan besar (Serambi, 14/1/2016). Fokusnya untuk melihat pengelolaan anggaran daerah, mekanisme bantuan sosial, pengadaan barang dan jasa, serta pelayanan satu pintu terkait izin konsesi sumber daya alam.KPK kemudian dikabarkan mulai menyoroti  APBA  (Serambi, 3/2/2016). Wajar saja masyarakat Aceh berharap KPK segera menginjak kakinya di Aceh, walau sebelumnya KPK sudah memproses Bupati Bener Meriah, terkait korupsi yang dilakukan pada BPKS Sabang beberapa tahun yang lalu, tapi seolah-olah hilang informasi dari media terkait hal itu.
                Masyarakat Aceh tentu tidak ingin pemimpin kita mengikuti jejak gubernur Sumtera Utara, gubernur Riau, dan beberapa gubernur lainnya di Sumatera harus berurusan dengan KPK dan harus mendekam di balik jeruji besi karena tata kelola pemerintahan yang amanahkan rakyat tidak dijalankan dengan baik dan benar, melawan hukum, korupsi dan penyalahgunaan wewenang, sudah cukup mantan gubernur Aceh Abdulah Puteh yang merasakannya, disamping  itu citra  nama Aceh akan tercoreng jika para pejabatnya dijerat KPK dan penegak hukum lainnya. Rakyat Aceh sangat merindukan pasangan pemimpinnya hasil pilkada 2017 mendatang dapat harmonis dalam menjalankan roda pemerintahan jangan sampai pecah kongsi sampai belum berakhir masa jabatannya seperti yang terjadi sekarang dan periode sebelumnya, juga kolaborasi yang sempurna dengan DPRA demi pembangunan Aceh.
                Semoga jangan sampai setelah masa dana otsus selesai yang akan berakhir tahun  2027, banyak para pejabat,elite politik dan kelompok-kelompok pendukunganya yang hidup mewah puluhan tahun yang akan datang. Merupakan hasil dari bisnis untuk kepentingan pribadi dan kelompok yang dikerjakan dan dinikmati selama masa otsus tersebut untuk memperkaya diri  yang akan diduga kuat didanai dengan uang rakyat. Akan memetik hasil dan mendekam dipenjara di hari tuanya.  Nah!

*)
Teuku Rahmad Danil Cotseurani
 Auditor
d.a Kompleks Perumahan PT. AAF
Aceh Utara – Aceh
Indonesia 24354


Friday, May 27, 2016

Buku Akta Nikah Dalam Bentuk Kartu, Bolehkan?

Droe Keu Droe : Serambi Indonesia, 4/01/2016
Sebagai manusia yang hidup di zaman globalisasi dengan akses informasi dan mobititas yang tinggi, kerap kali kita melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain dengan berbagai tujuan dan kepentingan baik itu urusan keluarga, bisnis, wisata, dan acara kedinasan lainnya.
Kadangkala dalam melakukan perjalanan itu sendiri kita diharuskan untuk menginap dan bermalam ditempat tujuan karena ada hal tujuan yang ingin kita capai tidak kelar dalam sehari butuh waktu beberapa hari untuk menginap dan biasanya untuk menginap alternatif seperti hotel adalah tempat yang paling representatif.
Di Aceh yang daerah berlandaskan syariat Islam, dimana hotelpun harus bersyariat, sudah seyogianya bila ada tamu yang menginap akan diminta KTP, adakala kita bawa keluarga dalam hal ini istri. Maka tentu saja akan diminta buku nikah dan surat keterangan nikah. Hal ini tentu saja kita lupa membawanya karena biasanya buku nikah kita arsip dan dokumenkan dilemari atau brankas keluarga, sangat jarang kita bawa-bawa. Akan lebih praktis bila ada kartu nikah atau id card nikah dimana berbentuk seperti kartu-kartu lainnya contohnya kartu atm, kartu BPJS atau kartu NPWP, diamana kita mudah membawa dengan selalu ada di dompet atau tas bagi perempuan.
Sejatinya zaman presiden Joko Widodo dan Jusuf Kala ini, kita sangat familiar dengan kartu-kartu atau ID card untuk keperluan berbagai macam administrasi mulai dari pendidikan dengan kartu Indonesia Pintar, bidang kesehatan dengan kartu Indonesia Sehat atau BPJS bidang sosial ada kartu keluarga sejahtera,  dan berbagai macam kartu lainnya yang menunjukan identitas sang pengguna, sehingga masyarakat dapat semakin mudah memperoleh fasilitas pendidikan dan kesehatan, sosial serta menjaga daya beli masyarakat. Belum lagi sebelumnya sudah ada kartu SIM, kartu NPWP, kartu kredit dan tentu saja yang tidak boleh tidak ada adalah kartu tanda penduduk atau KTP sebagai warga negara Republik Indonesia.
Untuk hal ini kiranya pemerintah Indonesia atau pemerintah Aceh melalui Kementerian Agama, Dinas Syariat Islam dan Dinas sosial dapat menerbitkan kartu nikah untuk memudahkan bagi setiap pasangan yang sering dan akan melakukan perjalanan dan menginap ditempat lain atau hotel sebagai tanda bahwa mereka pasangan sah suami istri, karena setiap orang sering lupa membawa buku nikah dan bisa saja mereka awalnya tidak bermaksud menginap ditempat tujuan tapi harus menginap di hotel atau penginapan sehingga jika ada penggrebekan akan terhidar dari hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari. Tentu saja kartu nikah suami dibuat berbeda dengan kartu nikah istri terutama dari warna sedangkan isi bisa saja memuat keterangan bahwa mereka adalah pasang suami istri seperti halnya buku nikah suami dan istri yang berbeda warnanya.
Tidak dapat dipungkiri dewasa ini kemudahan dan akses kartu-kartu yang menunjukkan identitas pengguna untuk berbagai kepentingan dan tujuan, belum lagi dalam setiap kartu tersebut ditanam chip yang bisa memuat seluruh data dan dokumen penggunanya, dan tidak tertutup kemungkinan dengan teknologi dan informasi yang bertambah canggih dan maju nantinya akn ada kartu identitas pengguna yang bisa memuat semua data dan informasi pengguna yang bisa di akses ke tempat publik atau instansi yang membutuhkannya, misalnya di kartu tersebut memuat biodata, tanda tangan, foto, perpajakan, pernah terlibat kriminal, narkoba, bahkan data laporan keuangan yang bisa disimpan dalam chip yang ada di kartu identitas tersebut.  
Bila pemerintah Aceh melalui instansi terkaitnya merealisakan kartu nikah untuk pasangan resmi yang sudah menikah disamping buku nikah yang sudah diterbitkan oleh KUA dan Catatan Sipil berdasarkan undang-undang dan diakui oleh negara, biasa jadi provinsi Aceh akan menjadi pilot project untuk pembuatan kartu nikah suami dan kartu nikah istri. Akan lebih praktis dan mudah dibawa kemana saja karena akan selalu ada didompet atau tas sandang bagi kaum ibu-ibu.  
Terimakasih kepada Serambi Indonesia atas dimuatnya tulisan ini, semoga menjadi renungan untuk pemangku kepentingan di Aceh.

Teuku Rahmad Danil Cotseurani (TRDC)
Internal Auditor
ASDC Bireuen
Aceh 24251

 


Evaluasi Pemekaran Aceh Utara

Droe Keu Droe ; Serambi Indonesia, 2010 

Masyarakat di barat wilayah Aceh Utara mempunyai usulan untuk Presiden RI, DPR RI, Mendagri, Gubernur Aceh dan DPRA. Untuk meninjauan kembali atas wilayah pemekaran dan evaluasi untuk Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe. Pemekaran tersebut ternyata setelah beberapa tahun bukannya membawa dampak positif bagi masyarakat terutama bagi masyarakat yang berada di wilayah barat Aceh Utara yaitu Sawang, Muara Batu, Dewantara, Nisam, Nisam Antara dan Bandar Baru, dimana  kalau ada keperluan administrasi dan kepentingan lain untuk ke ibukota harus jauh dan melewati kota Lhokseumawe. Segi pembangunanpun Aceh Utara tidak ada yang signifikan dan berimbas pada masyarakat pada umumnya, belum lagi pembobolan kas Aceh Utara seniali 220 milyar yang diindikasikan dilakukan oleh orang nomor satu dan dua di kabupaten tersebut. Beda dengan kota Lhokseumawe disamping wilayahnya kecil dan kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh walikota dinilai tepat sasaran oleh masyarakat kota Lhokseumawe. Itu tidak mengherankan untuk sebuah kota madya, yang notabene kecil cakupannya dibandingkan untuk sebuah kabupaten.

Ide dan wacana untuk peleburan kota Lhokseumawe untuk menjadi kabupaten Aceh Utara dengan ibukotanya Lhokseumawe, dan kabupaten Aceh  Utara sekarang diganti menjadi kabupaten Aceh Pasee dengan ibu kota Lhoksukon adalah tepat dan berguna bagi pembangunan berkelanjutan dan pembagian wilayah secara tertata dengan baik dan adil. Kita tidak menyalahkan para pendahulu yang telah merumuskan pembagian wilayah seperti sekarang ini karena dasar pemikiran dan penetapan wilayah dulu tidak terlepas dari faktor kepentingan dan sarat nuansa politis, walaupun mengabaikan kepentingan rakyat/masyarakat pada umumnya bahkan demi tujuan dan arah pembangunan yang tidak jelas seperti sekarang ini, padahal kabupaten ini berada disamping pabrik-pabrik raksasa yang mengeruk hasil Aceh Utara, jangankan pembangunan berkelanjutan untuk pengentasan kemiskinan saja belum mampu diupayakan oleh para petinggi negri ini, janji kampanye tinggal janji.

Wacana tersebut tentu harus  dirumuskan secara matang bahkan akan muncul pro dan kontra, namun demikian tidak ada ketetapan yang mutlak, karena kekuasaan manusia tidaklah mutlak, dan ini banyak teori-teori para ahli tatanegara dan kenegaraan, kecuali ketetapan Allah. Bicara perubahan jangankan wilayah pemekaran, UUD 1945 saja bisa diamandemenkan. Presiden RI sekarang boleh-boleh saja bilang tidak ada lagi pemekaran wilayah di NKRI tapi itu tetap tidak mutlak karena kekuasaan SBY pun hanya sampai 2014. Dalam hal ini pun masyarakat tidak menuntut pemekaran wilayah baru, tapi peninjauan kembali dan evaluasi atas dua wilayah tersebut. Ini bukan suatu kemunduran, kota dileburkan ke kabupaten, kota madya bahkan berada satu tingkatan dibawah kabupaten bila dilihat dari populasi, demografi dan kelembagaan. Contoh kecil lembaga kepolisian untuk menjadi tingkatan Poltabes, minimal harus mempunyai lebih dar 10 polsek, dan ini tidak akan terwujud di kota Lhokseumawe yang hanya punya 4 kecamatan. Kalau kita melihat lebih luas, tentu dulu para ahli berpikir sangat tidak mungkin dan imposible Jerman Barat dan Jerman Timur bersatu dengan runtuhnya tembok Berlin, padahal kedua negara berbeda dari segi aliran politik, jadi, sesuatu didunia ini mungkin terjadi.

Aceh Pasee secara fakta (defacto) sejarah adalah sebagai pusat pemerintah wilayah kerajaan Diraja Islam Samudera Pasee, dan untuk itu tidak beralasan untuk diabadikan menjadi sebuah kabupaten, secara hukum (dejure) adalah hukum dan UU no. 40/1999 tentang keistimewaan Aceh, UU no.18/2001 tentang otonomi khusus dan UU no 11/2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA). Jadi, sangat sesuai secara kedua faktor tadi belum lagi demografis, teritorial dan penguasaan sumber daya alam terkaya dinegri bekas kerajaan pertama islam di Nusantara, Kerajaan Diraja Samudera Pasee dengan rajanya Malik As shaleh. Aceh Pasee wilayahnya dari barat dimulai dari kecamatan Syamtalira Bayu sampai ditimur kecamatan Jambo Aye (jika ditarik secara Jalan Negara), diutara dengan selat Malaka dan diselatan sampai Langkahan,dan perbatasan dengan kabupaten Bener Meriah,dan sebagian Aceh Utara.

Semoga tulisan ini dapat meminimalisir ketidakpuasan, perbedaan dan kepentingan tertentu, karena orientasinya melihat masyarakat dan keadilan, kesejahteraan dan pembangunan yang berkelanjutan. Wacana tersebut harus diperjuangkan cepat atau lambat dan menyambung aspirasi masyarakat. Terima kasih pada Serambi Indonesia  yang telah memuat tulisan ini.


Teuku Rahmad Danil Cotseurani
Komplek Tomang Elok

Medan Sumatera Utara

Dompet Peduli Imigran Rohingya

Droe Keu Droe : Serambi Indonesia, 22/05/2015

            Fenomena dalam beberapa minggu terakhir yang menghiasi media massa baik media cetak, media elektronik dan media online adalah mengenai terdamparnya ratusan imigran dan pengunugsi Rohingya di beberapa daerah pesisir Aceh dan Sumatera Utara (Langkat dan Pangkalan Susu). Memang bukan kali pertama mereka terdampar atau diselamatkan oleh nelayan kita saat terombang ambing di lautan lepas Selat Malaka karena karena kehabisan bahan bakar atau bekal.
            Sedih, miris bercampur aduk ketika melihat dan membaca dari media massa kondisi mereka saat sudah didaratkan di Lhoksukon dan Kuala Langsa dengan kondisi fisik dan tubuh yang sangat jauh dari sehat dan bugar, ditambah lagi ada bayi, anak-anak dibawah umur dan para ibu-ibu yang ikut rombongan mengungsi jadi imigran yang katanya terusir dari tanah kelahiran mereka karena tidak diakui kewarganegaraannya oleh pemerintah Buddha Myanmar dan tidak mendapatkan fasilitas dan akses kesehatan di negri mereka sendiri, makanya mereka mengungsi dan keluar dari negeri mereka dengan tujuan Malaysia, Singapura, Thailand atau Australia yang lebih menjanjikan penghidupan yang layak. Melihat kondisi mereka ini yang sangat memprihatinkan yang terkatung-katung, kelaparan dan kehausan dilautan sudah sepatutnya Serambi Indonesia membuka program Dompet Peduli Untuk Imigran Rohingya untuk memfasilitasi masyarakat dan rakyat Aceh untuk membantu meringankan beban mereka, suadara kita seiman sesama muslim yang belum mendapatkan kemakmuran dan kesejahteraan di negri mereka dengan membantu seikhlasnya dari saudara sesama muslim ditempat kita. Setidaknya dapat membantu beban Pemda Aceh Utara dan Pemko Langsa dalam menghadapi pengungsi dan imigran Rohingya yang tiba-tiba tersebut tentu kedua pemda tersebut tidak siap dengan anggaran dan biaya yang mereka keluarkan untuk menanganinya sendiri disamping melibatkan provinsi dan Negara sambil menunggu keputusan dari Pemerintah dalam hal ini Keimigrasian, Kementrian Luar Negeri RI, bahkan pihak PBB dalam hal ini UNHCR.
            Sangat disayangkan tulisan dan berita diharian lokal di Aceh yang mencurigai kedatangan yang katanya para imigran gelap Rohingya dari Myanmar dengan menduga membawa narkoba dan lain-lain. Dapat kita lihat dari kondisi mereka jangankan membawa barang haram untuk makan dan minum saja selama dalam perjalanan dan terkatung-katung dilautan lepas mereka harus bertahan hidup dengan meminum air laut dan air seni atau air kencing sendiri. Sangat tidak beralasan mencurigai saudara-saudara kita yg ditimpa kemalangan dan ketidaklayakan hidup tersebut dengan keluar dari negeri mereka sendir hanya untuk bertahan hidup dan kelangsungan hidup etnis mereka. Seandainya saja ada dari mereka golongan yang pandai, diplomat, politikus dan tokoh terkenal dari kalangan mereka sendiri ketika ketidakadilan, tidak dianggap kewarganegaraan dan tidak mendapat fasilitas apapun oleh Myanmar dan Banglasdeh  bukan tidak mungkin mereka akan memproklamirkan kemerdekaan sendiri rakyat Rohingya, melobi PBB dan bangsa-bangsa maju untuk mendapat pengakuan secara defakto dan dejure dari Negara-negara di dunia. Sayangnya hal ini belum mereka impikan dikalangan rakyat dan pengungsi Rohinhya. Mereka lebih memilih menjadi manusia perahu dan berimigrasi ke negara lain yang dianggap lebih makmur dan merubah nasib mereka.    
            Disaat Negara-negara sahabat menolak menampung rakyat Rohigya yang tertindas di Negara asal mereka, pemerintah Indonesia dalam hal ini pemda Aceh Utara dan Pemko Langsa tergerak dan membantu mereka menampung sementara sampai ada keputusan dari pemerintah pusat tentang nasib mereka. Seharusnya kasus dan krisis Rohingya dibahas dalam KTT Asia Afrika yang baru-baru ini diselenggarakan di Bandung yang diperingati secara besar-besaran dan bertepatan ke enam puluh tahun peringatan KTT AA tersebut. Namun sayangnya ketidakterwakilan etnis Rohingya baik di parlemen Myanmar atau pemerintah Myanmar tidak peduli sehingga gaung dan isu Rohingya tidak menjadi pembahasan di KTT Asia Afrika tersebut. Selanjutnya kita berharap itikad baik dari Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN untuk membahas hal ini dan mendesak dan mengultimatum pemerintah Myamnar untuk menyelesaikan kasus Rohingya.      
Terimakasih kepada Serambi Indonesia atas dimuat surat ini.

Teuku Rahmad Danil Cotseurani
Internal Auditor ASDC
Bireuen-Aceh 24251


Delman di Lhokseumawe

Droe Keu Droe : Serambi Indonesia, 02/12/2010


Beberapa hari yang lalu sempat singgah di kota Lhokseumawe, bekas ibukota Aceh Utara yang yang kini sudah menjadi kota madya yang sebelumnya sebagai kota Administratif (kotif), bahkan dulu dapat julukan kota petro dollar. Wajah kota Lhokseumawe dewasa ini lebih hijau dan banyak pertokoan dan bangunan baru berjejer disepanjang jalan-jalan utama dikota tersebut, namun begitu geliat ekonomi di kota Lhokseumawe sepertinya belum beranjak seperti tahun-tahun sebelumnya.Masyarakat dikota ini masih saja bergelut dengan kemiskinan dan rumah-rumah penduduk yg masih kumuh dipinggiran kota, nuansa masyarakatnya masih miskin ditandai dengan masih banyaknya para pengemis dan peminta-minta di beberapa ruas kota.

Lhokseumawe sepertinya lebih siap menyambut tahun kunjungan wisata dibandingkan Banda Aceh dan kota lainnya di Propinsi Aceh, hal ini ditandai masyarakatnya yang mudah menerima akulturasi budaya warganya dan menerima keberagaman sosial antar etnis yang ada di Indonesia pada umumnya dan Aceh pada khususnya. Contohnya ketika sore hari jalan-jalan dijalur utama kota Lhokseumawe sudah ada kehadiran delman atau kereta yg ditarik oleh kuda, kendaraan tersebut sebelumnya tidak ada di Aceh dan masih asing, biasa kita jumpai dikota-kota lain seperti Padang, Bandung, Jokyakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia. Walaupun masih untuk jalan-jalan sore bagi rekrasi keluarga dan anak-anak, namun demikian lebih praktis,aman dan sehat agi warga Lhokseumawe jika dibandingkan dengan odong-odong dan sejauk ini belum ada keluhan dari masyarakat dan aparat kepolisian atau lantas, seperti nasib odong-odong yang dilarang keberadaaannya di jalan-jalan yang dapat menggangu lalu lintas dan keselamatan penumpangnya, disamping itu delman juga bebas polusi dan dapat mewujudkan ramah lingkungan,

Tarif operasional delman Rp.5000 sampai Rp.10.000 perorang sekali trip murah dan meriah dan terjangkau bagi semua keluarga yang ingin naik dan jalan-jalan sore bagi anak-anak dan keluarga masyarakat. Jika suatu saat delman-delman tersebut dapat bertambah banyak,diterima oleh semua pihak dan dengan pengelolaan yang baik dan dapat menjadi sarana transportasi alteratif bagi warga kota selain becak dan angkot juga sebagai kesiapan kota Lhokseumawe menyambut wisatawan baik domestik maupun manca negara untuk Jak Lom U Lhokseumawe, sebagai jargon untuk pariwisata Lhokseumawe dan Aceh Utara.

Kehadiran Delman dan sado atau kereta kuda di Lhokseumawe perlu dukungans semua pihak selain untuk dunia pariwisata,hiburan dan rekreasi keluarga, sarana transportasi alternatif juga mewujudkan Green Aceh dibidang transportasi ramah lingkungan dan bebas polusi, selain itu kepada pemerintah kota selai memberikan akses kepada pengusaha delman, dan canangkan kesadaran warga untuk menggunakan sepeda yang bagi warga. sama seperti Delman sama-sama ramah lingkungan, bebas, efisien, dan mengurangi angka kecelakaan.

Terimakasih kepada Serambi Indonesia yang telah memuat tulisan ini semoga dapat mengugah masyarakat dan para pengambil keputusan.

Wassalam
Teuku Rahmad Danil Cotseurani
D/a. Komplek Tomang Elok
Medan Sumatra Utara 

Bireuen Sebagai Kota Santri

Droe Keu Droe : Serambi Indonesia, 02/02/2016

Daerah Aceh merupakan provinsi paling barat Indonesia, dimana Islam pertama kali menyebar melalui Aceh, tersebut dalam sejarah bagaimana Kerajaan Islam pertama di Nusantara adalah Kerajaan Peureulak dan kerajaan Samudera Pasai, tidak salah jika kemudian Aceh berjuluk Serambi Mekkah. Selain mayoritas penduduk Aceh beragama Islam dan satu-satunya provinsi di Indonesia yang memberlakukan syariat Islam.
Islam sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Aceh dari zaman dahulu hingga sekarang, baik dari tatanan sosial kemasyarakatan, budaya, seni dan pendidikan juga bernafaskan Islam. Dalam dunia pendidikan di Aceh kita sering mendengar dayah atau pesantren sebagai lembaga pendididikan disamping lembaga pendidikan umum lainnya seperti sekolah dan perguruan tinggi. Kata dayah akan selalu melekat dengan santri. Santri adalah sebutan bagi pelajar yang mengikuti pendidikan di dayah. Sementara pondok pesantren atau dayah itu sendiri adalah sebuah tempat belajar agama Islam yang memiliki asrama, untuk para santrinya.
Bireuen merupakan daerah salah satu kabupaten di Aceh sebagai kabupaten pemekaran dari kabupaten Aceh Utara pada tanggal 12 Oktober 1999 yang lalu. Memikili penduduk hampir 430 ribu jiwa. Di kabupten ini berdiri banyak dayah atau pesantren yang menjadi rujukan para orang tua, santri untuk belajar agama Islam dengan tetap menyetarakan ilmu umum yang bisa di dapatkan di tempat lain, dengan harapan dapat menjadi bekal iman dan taqwa dan iman dan teknologi yang menjadi dasar dalam kehidupan generasi untuk menghadapi dunia global ke depan.
Namun. Ada kecenderungan dari kabupaten Bireuen, dimana selain banyaknya dayah-dayah dan tokoh-tokoh agama dari kabupaten ini untuk diharapakan oleh masyarakat Bireuen pada khususnya dan masayarakat Aceh pada umumnya untuk menjadikan Bireuen sebagai kota Santri. Sebagaimana karakteristik masyarakat Bireuen yang religiuus, islami, sopan santun dan berbudaya. Disamping itu aneka perhelatan hari besar keagamaan dirayakan dengan meriah hingga masjid-masjid dan dayah-dayah kerap kebanjiran jamaah dan undangan. Dari 17 kecamatan di kabupaten Bireuen keberadaan dayah tersebar di desa dalam kecamatan-kecamatan tersebut.
Satu point yang menjadi alasan kuat untuk menjadikan kabupaten Bireuen sebagai kota santri adalah keberadaaan banyak dayah atau pondok pesantren yang selalu diminati oleh warga Aceh dan luar Aceh. Dari situlah Bireuen sebagai kota santri menjadi kekhasan tersendiri dibandingkan kabupaten lain di Aceh. selain itu Bireuen sebelumnya mendapat julukan kota juang, dimana Bireuen sempat menjadi ibukota Negara Republik Indonesia ketiga pada tahun 1948, saat itu Presiden Soekarno hijrah sementara dan mengendalikan roda pemerintah di kabupaten Bireuen. Hal ini dibuktikan dengan adanya radio Rimba Raya yang tetap menyiarkan berita bahwa Indoensia belum takluk pada Belanda ketika agresi militer Belanda pada waktu itu.
Masyarakat Bireuen sangat berharap peran pemda Bireuen dalam hal ini Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) dan pemerintah Aceh untuk memperjuangkan Bireuen menjadi kota santri dan menjadi rujukan dan referensi belajar agama Islam ke kabupaten Bireuen dimana dayah-dayah besar menyebar dari kecamatan Samalanga hingga kecamatan Gandapura, dimana alumni dayah-dayah tersebut sudah menyebar ke seluruh Aceh, Indonesia bahkan ke dunia Internasional.            
Terimakasih kepada Serambi Indonesia atas dimuatnya tulisan ini, semoga menjadi renungan untuk pemangku kepentingan di Bireuen dan Aceh.

Teuku Rahmad Danil Cotseurani (TRDC)
Internal Auditor
ASDC Bireuen
Aceh 24251

 


Aceh Sebaiknya Urus Sendiri Penyelenggaraan Haji

Serambi Indonesia
Kamis, 10 Juli 2014 11:44 WIB
SUNGGUH miris membaca dan menyimak media massa belakangan ini menyangkut korupsi yang sudah membudaya, mengakar, berjamaah dihampir semua lini pemerintahan yang sangat mengangungkan demokrasi pancasila ini. Berita terakhir adalah penetapan sebagai tersangka Menteri Agama NKRI, Surya Darma Ali, yang disangkakan atas dugaan korupsi dana dan penyelenggaraan haji Indonesia.
Kita sangat apresiasi terhadap KPK yang bekerja sangat maksimal dan professional dalam menuntaskan korupsi yang sudah membudaya di Republik ini. Dalam beberapa waktu terakhir ini sejumlah tokoh dan aktor korupsi sudah ditangkap KPK. Hampir semua bidang baik eksekutif, legislatif dan yudikatif yang sangat diagungkan oleh pemerintahan yang menganut sistim demokrasi seperti Indonesia, ini tidak luput oleh korupsi, suap dan penyalahgunaan wewenang.
Tidak ada lembaga negara dan badan Negara yang bersih dari korupsi di Republik ini. Kita sangat berharap Mahkamah Konstitusi (MK) itu bersih dari korupsi dan terakhir ditetapkan ketua MK saat itu Akil Mochtar sebagi terangka korupsi ternyata lembaga tinggi Negara di bidang yudikatif juga tidak luput dari korupsi.
Dalam hal penyelenggaraan haji, masyarakat Aceh sangat berharap pada pemerintahan Aceh sekarang di bawah kepemimpinan Zaini Abdulah dan Muzakir Manaf dan Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe Malik Mahmud untuk bisa melaksanakan penyelenggaraan haji khusus Aceh diselenggarakan sendiri oleh pemerintah Aceh tidak lagi harus melalui pusat, lakukankan lobi terhadap kerajaan Arab Saudi untuk bisa menyelenggarakan sendiri pelaksaan haji dari Aceh.
Melihat ketidakberesan dan tidak transparansinya pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Agama dalam melaksanakan penyelenggaraan haji dan korup. Bayangkan saja seseorang jamaah yang ingin melaksanakan ibadah haji saja harus antri sampai lima tahun, ada apa ini padahal di dunia Negara kita dalah penduduk Islam terbesar di dunia sudah sepantasnya kouta kita akan lebih besar.
Khusus untuk Aceh, nenek moyang kita masa kesultanan dulu sudah menginvestasikan dan berbuat untuk generasinya kelak yang akan melaksanakan ibadah haji agar mudah dan nyaman ketika berhaji. Adalah Syechk Habib Bugak yang membeli tanah disekitar Masjidil Haram dan kini telah diganti rugi karena perluasan Masjidil Haram dan sekarang bernama rumah Aceh (Baitul Asyi), Subhanallah!
Tidak ada bangsa lain dan daerah lain yang sempat memikirkan untuk membeli tanah di Mekkah, demi anak cucu mereka kelak, akses dan kemudahan beribadah haji bagi generasi dan jamaah haji Aceh dimasa yang akan datang. Dan, sampai sekarang Baitul Asyi memberikan kompensasi dan dana kepada jamaah haji asal Aceh. Lagi-lagi hal ini tidak didapatkan oleh jamaah haji dari Negara dan daerah lain di Indonesia.

Teuku Rahmad Danil Cotseurani
Internal Auditor ASDC Bireuen, Aceh 24251.
Email: danilcotseurani@yahoo.co.id


Tertibkan Panitia Pembangunan Masjid yang Meminta Sumbangan di Jalan Raya

Droe Keu Droe : Serambi Indonesia, 06/08/2014

          Sebagai pengguna jalan raya di lintasan jalan Banda Aceh- Medan di provinsi Aceh bahkan juga diruas jalan lintas sumatera di sumatera utara sangat sering dan tidak asing lagi kita dijumpai para panitia pembangunan masjid berdiri di tengah-tengah jalan raya atau median jalan meminta sumbangan kepada para pengguna jalan raya yang melintas, terutama pada pagi, siang dan sore hari. Hal ini kita dijumpai di beberapa tempat dimana masjid atau lembaga pendidikan Islam yang berada dipinggir jalan nasional tersebut belum rampung dan siap pengerjaannya sehingga masih membutuhkan uluran tangan para penyumbang, mungkin dengan cara ini bias sedikit membantu menambah dana dan keuangan untuk biaya pembangunan masjid tersebut.
           Fenomena ini sangat mengganggu bagi pengguna jalan raya, dengan adanya panitia pembangunan masjid raya yang berdiri dimedian jalan meminta sumbangan dari pengguna jalan raya, disamping itu juga sangat rawan terjadi kecelakaan dijalan raya karena pengguna jalan tidak leluasa berkendara apalagi pada saat jam-jam sibuk dan disaat volume kendaraan bertambah banyak tiba-tiba biasanya karena ada truk-truk berbadan lebar yang melintas dan dibeberapa tempat kondisi badan jalan yang sempit.
          Pernah suatu ketika, pada saat melintas dijalan raya Banda Aceh-Medan dimana ada panitia pembangunan masjid yang bediri ditengah jalan meminta sumbangan, kebetulan sedang banyak kendaraan besar  melintas dan kondisi jalan sempit padat, pada saat bersamaan datang mobil pribadi hendak menyalip beberapa kendaraan berbadan besar dan panjang didepannya, entah karena sopir baru melintas di jalan Banda Aceh-Medan tersebut dan tidak hafal titik-titik yang ada para peminta sumbangan untuk pembangunan masjid yang berdiri ditengah-tengah jalan dan memang ada tanda berupa drum dan bendera merah yang ditempatkan ditengah-tengah jalan  untuk menandakan bahwa ada panitia masjid yang meminta sumbangan di depan, tak ayak sang sopir mobil pribadi tadi, karena jarang melintas atau tidak hafal dimana ada titik-titik peminta sumbangan pembangunan masjid ataupun karena buru-buru ada orang sakit,entahlah, menambrak drum dan penanda bendera merah ditengah jalan tersebut, untunglah tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut hanya kerusakan mobil.
          Itu merupakan satu peristiwa mungkin banyak kejadian lainnya akibat  kehadiran para peminta sumbangan di median jalan yang bisa mengganggu lalu lintas pengguna jalan. Agama Islam tentu tidak mengajurkan meminta sumbangan untuk pembangunan masjid dengan cara-cara yang berbahaya yang bisa menelan korban jiwa dengan cara berdiri dan meminta sumbangan dari pengguna jalan yang melintas, masih ada cara lain yang lebih  baik, sopan, aman dan islami. Para Teungku-teungku dan ulama tahu akan hal ini dan supaya bisa menghimbau panita pembangunan masjid yg meminta sumbangan di jalan raya yang berbahaya dan mengganggu kenyamanan para pengguna jalan.
          Kita meminta Kepolisian dalam hal ini direktorat lalu lintas/satlantas dan Dinas perhubungan untuk menertibkan para peminta sumbangan untuk pembangunan masjid yang diri ditengah-tengah jalan raya karena bisa berakibat fatal bagi mereka sendiri para pengguna jalan yang melintas dan ketertiban umum, sampai saat ini belum ada ketegasan dari pihal tekait seperti polisi dan dinas perhubungan untuk menegur dan member sanksi bagi mereka yamg melanggar lalu lintas walaupun untuk kebaikan yaitu pembangunan masjid, masih ada cara lain untuk meminta bantuan dari masyarakat dan pemerintah.
          Para Teungku dan ulama jangan diam saja melihat fenomena ini, yang merendahkan martabat kita orang Islam dengan cara meminta sumbangan dari pengguna jalan di jalan raya, dulu sangat jarang kita lihat panitia masjid yang turun ke jalan meminta sumbangan, ada apa ini !.                                       Anehnya bangunan masjid yang besar dan megah setelah rampung tapi jumlah jamaah yang melaksanakan shalat fadhu sedikit kecuali pada saat hari jumat. Jikapun Teungku dan ulama tidak cukup dari anggaran untuk pembangunan masjid tidak harus sampai turun ke jalan untuk mencari sumbangan tapi buatlah permohonan kepada Gubernur Aceh dan Dinas terkait. Jika belum ada dinas yang dimaksud usulkan kepada pemerintah Aceh dan Legislatif Aceh (DPRA) untuk membentuk DInas Pembinaan dan Kemakmuran Masjid di Aceh.
          Semoga menjadi renungan kita bersama, terima kasih kepada harian Serambi Indonesia yang telah memuat tulisan ini.

Teuku Rahmad Danil Cotseurani
Internal Auditor ASDC

Bireuen-Aceh 24251

Perubahan Bendera Aceh

Droe Keu Droe : Serambi Indonesia, 09/12/2014


Menarik menyimak pemberitaan dalam beberapa pekan terakhir ini dan khususnya di bulan Desember karena pada bulan tersebut disamping ada peristiwa tentang mengenang Tsunami dan ada juga peristiwa bersejarah yaitu Milad GAM, berita  tentang bendera Aceh yang masih belum tuntas sampai sekarang ini karena belum mendapat restu dari pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (kemendagri) masih menjadi harap-harap cemas bagi sebagian rakyat Aceh dan para anggota DPRA dari partai Aceh pada khususnya. Mereka telah melahirkan, mempejuangkan dan mengundangkan salah satu butir dari Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) tentang Bendara, lambang dan hymne Aceh.
Presiden dan menteri dalam negeri Republik Indonesia sudah berganti kekuasaan dari Presiden SBY ke Presiden Jokowi  dan dari Gamawan Fauzi ke Tjahyo Kumolo namun belum juga disahkan secara resmi tentang bendera dan lambang Aceh. alas an pemerintah Republik Indonesia untuk tidak menyetujui bendera Aceh karena mirip dengan bendera GAM yang dianggap separatis dulu dan kini sudah berdamai pasca 15 Agustus 2005 dengan ditandatanganinya perjanjina Helsinki di Finlandia. Berlarut-larutnya pembahasan dan penyetujuan tentang bendera Aceh di kementerian dalam negeri sampai harus beberapa kali diadakan pertemuan antara tim lobi pemerintah Aceh dan pemerintah Republik Indonesia sampai harus ada colling down, membuat wagub Aceh Muzakir Manaf atau yang disapa mualem untuk setuju merubah bendera Aceh, bulan bintang. Hal ini sangat mendasar, karena dulu waktu lahirnya Partai Aceh juga mendapat penolakan dari Kementrian hukum dan HAM (lemenkumham) mengenai bendara partai yang dianggap mirip dengan bendera GAM. Dan akhirnya setelah beberapa kali negosiasi antara pengurus Partai Aceh dan kemenkumham disepakati dengan perubahan bendera partai.
Hal yang sama sekarang ketika DPRA Aceh periode sebelumnya dan periode sekarang ini ketika melahirkan dan mengundangkan bendera daerah Aceh dan lambang daerah Aceh mendapatkan penolakan dari kemendagri. Sudah seharusnya anggota DPRA, Gubernur Aceh dan masyarakat Aceh untuk melunak dan menerima opsi dari pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah bentuk bendera Aceh yang pernah dilakukan pada waktu lahirnya Partai Aceh. dirubah saja bendera Aceh tersebut dengan seperti bendera Partai Aceh yang terdiri dari warna kontras merah, ditengah-tengah bulan dan bintang disisi atas dan bawah les warna hitam diapit oleh warna putih, sedangkan disisi kanan diberi warna latar putih dan teks tulisan ACEH menurun ke bawah seperti pada bendera Partai Aceh, disisi kanan ada warna latar putih dan ada tulisan teks PARTAI dengan tulisan menurun kebawah. Dengan perubahan seperi ini sama halnya seperti perubahan pada bendera partai Aceh yang membedakan adalah jika bendera partai Aceh ditengah ada teks ACEH dan disisi kanan ada teks PARTAI, sementara untuk bendera daerah Aceh ditengah ada logo BULAN BINTANG dan disisi  kanan ada teks ACEH dengan kombinasi warna yang sama merah, hitam dan putih seperti warna pada bendera partai Aceh. perubahan seperti ini tidak akan mengubah makna, arti dan hakikat dari bendera daerah Aceh yang telah diidam-idamkan oleh rakyat Aceh dan merupakan amanah MoU Helsinki yang sampai saat ini turunan belum diaplikasikan dan diterapkan oleh pemerintah Aceh dan pemerintah Republik Indonesia.
Semoga saja anggota DPRA yang baru sekarang tidak berlarut-larut lagi pembahasan tentang bendera Aceh dan wakil gubernur juga sudah nerespon untuk diubah bendera Aceh dan dapat diterima oleh rakyat Aceh seperti perubahan pada bendera Partai Aceh yang bias diterima oleh masyarakat Aceh dan tetap melambangkan dan kekhasan Aceh.
Terimakasih kepada harian Serambi Indonesia atas dimuatnya tulisan ini,semoga menjadi reungan bersama dan bermamfaat bagi pemangku kepentingan di Aceh.

Teuku Rahmad Danil Cotseurani
Internal Auditor- ASDC
Bireuen - Aceh

  

MERINDUKAN GAM CANTOI

Droe Keu Droe : Serambi Indonesia, 29/01/2015

                Sebagian besar pembaca setia harian Serambi Indonesia tentu tidak asing lagi dengan sosok Gam Cantoi , yang pernah menjadi icon dan tokoh fiksi harian Serambi Indonesia itu. Tentu ada kerinduan tersendiri bagi pembaca Koran lokal tersebut. Gam Cantoi  merupakan ilustrasi keseharian warga aceh sendiri dengan profil yang sederhana punya ciri khas rambut keriting dan selembar rambut dijidat yang panjang menjuntai juga selalu menggunakan sarung separuh dipadu dengan celana panjang biasaya yokoh teresbut menikut sertakan istri dan anaknya yang juga sama punya rambut sehelai didepan kepalanya.
                Gam Cantoi merupaka sosok fenomenal, bisa mengilustrasikan setiap peristiwa dan berita besar yang menjadi tajuk berita harian Serambi Indonesia dengan kocak, lucu dan nyentrik lewat gambar, artinya gambar yang berbicara. Sebenarnya itu sangat menghibur dan cepat dipahami oleh pembaca sekalian. Bahkan saat konflik Aceh, Gam Cantoi tetap eksis memvisualkan berita-berita lewat gambar yang kadang membuat geram dan kebakaran jenggot  salah satu pihak yang tikai pada waktu itu dan tokoh atau orang yang diilustrasikan, bisa siapa saja mulai dari Presiden hingga orang biasa menjadi maker news.
                Dulu waktu sekolah dan kuliah bila membaca harian Serambi Indonesia belumlah lengkap rasanya bila belum melihat karikatur Gam Cantoi karya sang maestro almarhum M.Sampee Edward itu. Bahkan ada beberapa teman-teman yang menggunting setiap edisi gambar Gam Cantoi untuk dikoleksi dalam album dan ditempel di dinding kamar asrama dan kost tetapi sayang pada saat Tsunami tahun 2004 disapu tsunami tersebut.  Para siswa dan mahasiswa waktu itu sebelum membaca head line Serambi Indonesia dan berita olahraga terlebih dahulu buka halaman Koran yang memuat gambar Gam Cantoi  dan biasanya tersipu-sipu sendiri dan tertawa lembar atas ekspresi dan tingkah Gam Cantoi melakoni berita besar atau peristiwa penting di hari sebelumnya denga tiga frame atau bagian kolom yang mengambarkan peristiwa  tersebut tentu dengan lucu dan mencerdaskan.
                Generasi sekarang yang membaca berita di Koran Serambi Indonesia tentu tidak bisa lagi melihat gambar dan karikatur Gam Cantoi karena sudah tidak dimuat lagi sejak penciptanya meninggal dunia akibat sakit. Seharusnya hilang satu berganti seribu. Masyarakat Aceh dan pembaca setiap haris Serambi Indonesia kembali menerbitkan karikatur Gam Cantoi atau tokoh lainnya bila tidak memungkinkan hak cipta sosok Gam Cantoi lanjutkan oleh orang lain. Tentu masih banyak para karikatur dan kartunis di Aceh megorbir karyanya dan bisa dimuat di harian Serambi Indonesia bisa dengan seleksi atau sayembara dan pencarian bakat dalam hal gambar mengambar. Hal ini bisa menjadi peluang dan karya seni menjadikan karikatur untuk diminati oleh generasi Aceh seperti Gam Cantoi  pada masanya.
Bukan hanya media cetak saja seperti Koran yang bisa punya sosok kartun. Stasiun berita seperti Tv One juga punya Bang One yang memvisualkan peristisiwa penting dengan gaya kartunnya dan masih diikuti dengan teks atau  seperti komik. Nah, harian Serambi Indonesia jauh hari sudah memiliki tokoh dan sosok kartunnya adalah Gam Cantoi. Tetapi sayang dewasa ini sudah tidak dimuat lagi atau paling kurang ada sosok lain yang diciptakan yang akan menjadi khas dan daya tarik sendiri dalam membaca berita dengan meilhat gambar atau karikatur yang lucu dan menghibur.
Ini menjadi masukan dan merupakan permintaan para pembaca setia bagi manajemen harian Serambi Indonesia untuk mengorbit dan menerbitkan kembali tokoh atau sosok seperti Gam Cantoi  karya anak negeri yang bisa mengekspersikan karya seninya lewat goresan dan coretan pinsil dikertas dan dimuat di harian Serambi Indonesia yang akan merayakan hari jadinya ke 26. Selamat hari jadi ke  26 harian Serambi Indonesia. Semoga tetap eksis dan jaya memberitakan Nanggroe.

Teuku Rahmad Danil Cotseurani
Internal Auditor ASDC
Bireuen - Aceh



Aceh “Demam” Giok

Droe Keu Droe ; Serambi Indonesia, 10/02/2015

Fenomena batu mulia, giok  dan  batu akik Aceh telah menghipnotis sebahagian masyarakat Aceh dan Indonesia pada umumnya, seiring dengan tingginya minat, permintaan pasar dan gaya hidup masyarakat dewasa ini  menjadikan bisnis batu alam mulai menggeliat dan berkembang cepat juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi rakyat dengan adanya bisnis batu alam. Saat ini, tidak sedikit masyarakat pedalaman daerah penghasil batu giok di Aceh sudah beralih profesi menjadi pemburu batu alam karena harga jualnya sangat menjanjikan, terlebih lagi tingkat kebutuhan dan peminatnya saat ini semakin tinggi.
Pemerintah daerah dan pemerintah Aceh seharusnya segera merespon fenomena ini dengan mengeluarkan kebijakan dan  peraturan pelarangan bagi pihak manapun mengeluarkan batu alam mentah keluar daerah karena itu merugikan daerah dan rusaknya ekosistem alam dan hutan disekitar lokasi penambangan dan eksploarsi batu mulia,giok..
Boleh-boleh saja batu alam, giok dibawa ke luar daerah akan tetapi sudah dalam bentuk cindera mata jadi seperti acesories batu cincin, gelang, kalung bertahtakan batu giok Aceh dan semacamnya setelah diolah oleh para pengrajin daerah sehingga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat setempat dan menghasilakan PAD bagi daerah penghasil batu mulia tersebut, karena pada hakikatnya dalah rahmat dan anugrah Allah yang terpendam selama ini bumi Aceh tercinta.
Bukan bermaksud melarang masyarakat berbisnis, akan tetapi semua itu untuk menjaga hasil bumi daerah setempat dimanfaatkan dengan baik dan menguntungkan masyarakatnya. Apabila hanya bentuk bongkahan batu yang dikeluarkan, maka harga jualnya lebih rendah ketimbang barang jadi, melalui pengolahan masyarakat setempat juga berkesempatan terbuka lapangan kerja sebagai para seniman batu alam.
Selama masyarakat Aceh dilanda "demam batu", selama tahun 2014 dan 2015 ini sudah beberapa kali tertangkap oknum masyarakat yang mencoba menyelundupkan batu giok dengan beragam namanya keluar daerah. Pemerintah harus jeli melihat perkembangan bisnis ini, karena juga berasal dari alam, sama halnya seperti penambangan emas, semen, nikel, bahkan minyak bumi dan gas alam cair. Harusnya pemerintah coba kembangkan dan buat segera buat peraturan, karena sangat banyak dampaknya bagi pertumbuhan ekonomi di Aceh, selain berkeuntungan bagi masyarakat, bisnis batu giok ini juga sangat menjanjikan, apalagi seriring berakhirnya era keemasan PT. Arun LNG yang bahan baku utamanya adalah gas alam cair. Nah, sekarang ditemukannya batu mulia,giok yang kita harapkan bisa berkontribusi sepeti pendahulunya, gas alam cair.
Sekarang batu giok itu memang sangat mudah  di Aceh kita temukan penjual bongkahan-bongkahan batu yang namanya tiba-tiba menjelit dan menghiasi jari jemari masyarakat Aceh dan nasional,  diluar daerah kita berharap tentunya  jenis batu ini dapat mengangkat dan mengharumkan nama Aceh, semoga saja bisnis ini dapat bertahan dan upaya serta campur tangan pemerintah dalam meregulasinya. Dan  dapat mengharumkan nama Aceh dengan hasil alam yang semuanya sangat menjanjikan untuk di eksplorasi, Lat Batat, Kaye Bate semua ada di Nanggroe tercinta ini.
Terimakasih kepada harian Serambi Indonesia yang telah memuat tulisan ini, semoga menjadi renungan dan bermamfaat bagi pemangku kepentingan di Aceh.[]

Teuku Rahmad Danil Cotseurani
Internal Auditor – ASDC
Bireuen- Aceh