Friday, May 27, 2016

Evaluasi Pemekaran Aceh Utara

Droe Keu Droe ; Serambi Indonesia, 2010 

Masyarakat di barat wilayah Aceh Utara mempunyai usulan untuk Presiden RI, DPR RI, Mendagri, Gubernur Aceh dan DPRA. Untuk meninjauan kembali atas wilayah pemekaran dan evaluasi untuk Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe. Pemekaran tersebut ternyata setelah beberapa tahun bukannya membawa dampak positif bagi masyarakat terutama bagi masyarakat yang berada di wilayah barat Aceh Utara yaitu Sawang, Muara Batu, Dewantara, Nisam, Nisam Antara dan Bandar Baru, dimana  kalau ada keperluan administrasi dan kepentingan lain untuk ke ibukota harus jauh dan melewati kota Lhokseumawe. Segi pembangunanpun Aceh Utara tidak ada yang signifikan dan berimbas pada masyarakat pada umumnya, belum lagi pembobolan kas Aceh Utara seniali 220 milyar yang diindikasikan dilakukan oleh orang nomor satu dan dua di kabupaten tersebut. Beda dengan kota Lhokseumawe disamping wilayahnya kecil dan kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh walikota dinilai tepat sasaran oleh masyarakat kota Lhokseumawe. Itu tidak mengherankan untuk sebuah kota madya, yang notabene kecil cakupannya dibandingkan untuk sebuah kabupaten.

Ide dan wacana untuk peleburan kota Lhokseumawe untuk menjadi kabupaten Aceh Utara dengan ibukotanya Lhokseumawe, dan kabupaten Aceh  Utara sekarang diganti menjadi kabupaten Aceh Pasee dengan ibu kota Lhoksukon adalah tepat dan berguna bagi pembangunan berkelanjutan dan pembagian wilayah secara tertata dengan baik dan adil. Kita tidak menyalahkan para pendahulu yang telah merumuskan pembagian wilayah seperti sekarang ini karena dasar pemikiran dan penetapan wilayah dulu tidak terlepas dari faktor kepentingan dan sarat nuansa politis, walaupun mengabaikan kepentingan rakyat/masyarakat pada umumnya bahkan demi tujuan dan arah pembangunan yang tidak jelas seperti sekarang ini, padahal kabupaten ini berada disamping pabrik-pabrik raksasa yang mengeruk hasil Aceh Utara, jangankan pembangunan berkelanjutan untuk pengentasan kemiskinan saja belum mampu diupayakan oleh para petinggi negri ini, janji kampanye tinggal janji.

Wacana tersebut tentu harus  dirumuskan secara matang bahkan akan muncul pro dan kontra, namun demikian tidak ada ketetapan yang mutlak, karena kekuasaan manusia tidaklah mutlak, dan ini banyak teori-teori para ahli tatanegara dan kenegaraan, kecuali ketetapan Allah. Bicara perubahan jangankan wilayah pemekaran, UUD 1945 saja bisa diamandemenkan. Presiden RI sekarang boleh-boleh saja bilang tidak ada lagi pemekaran wilayah di NKRI tapi itu tetap tidak mutlak karena kekuasaan SBY pun hanya sampai 2014. Dalam hal ini pun masyarakat tidak menuntut pemekaran wilayah baru, tapi peninjauan kembali dan evaluasi atas dua wilayah tersebut. Ini bukan suatu kemunduran, kota dileburkan ke kabupaten, kota madya bahkan berada satu tingkatan dibawah kabupaten bila dilihat dari populasi, demografi dan kelembagaan. Contoh kecil lembaga kepolisian untuk menjadi tingkatan Poltabes, minimal harus mempunyai lebih dar 10 polsek, dan ini tidak akan terwujud di kota Lhokseumawe yang hanya punya 4 kecamatan. Kalau kita melihat lebih luas, tentu dulu para ahli berpikir sangat tidak mungkin dan imposible Jerman Barat dan Jerman Timur bersatu dengan runtuhnya tembok Berlin, padahal kedua negara berbeda dari segi aliran politik, jadi, sesuatu didunia ini mungkin terjadi.

Aceh Pasee secara fakta (defacto) sejarah adalah sebagai pusat pemerintah wilayah kerajaan Diraja Islam Samudera Pasee, dan untuk itu tidak beralasan untuk diabadikan menjadi sebuah kabupaten, secara hukum (dejure) adalah hukum dan UU no. 40/1999 tentang keistimewaan Aceh, UU no.18/2001 tentang otonomi khusus dan UU no 11/2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA). Jadi, sangat sesuai secara kedua faktor tadi belum lagi demografis, teritorial dan penguasaan sumber daya alam terkaya dinegri bekas kerajaan pertama islam di Nusantara, Kerajaan Diraja Samudera Pasee dengan rajanya Malik As shaleh. Aceh Pasee wilayahnya dari barat dimulai dari kecamatan Syamtalira Bayu sampai ditimur kecamatan Jambo Aye (jika ditarik secara Jalan Negara), diutara dengan selat Malaka dan diselatan sampai Langkahan,dan perbatasan dengan kabupaten Bener Meriah,dan sebagian Aceh Utara.

Semoga tulisan ini dapat meminimalisir ketidakpuasan, perbedaan dan kepentingan tertentu, karena orientasinya melihat masyarakat dan keadilan, kesejahteraan dan pembangunan yang berkelanjutan. Wacana tersebut harus diperjuangkan cepat atau lambat dan menyambung aspirasi masyarakat. Terima kasih pada Serambi Indonesia  yang telah memuat tulisan ini.


Teuku Rahmad Danil Cotseurani
Komplek Tomang Elok

Medan Sumatera Utara

No comments:

Post a Comment