Masyarakat di barat wilayah Aceh
Utara mempunyai usulan untuk Presiden RI , DPR
RI , Mendagri, Gubernur Aceh dan
DPRA. Untuk meninjauan kembali atas wilayah pemekaran dan evaluasi untuk
Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe. Pemekaran tersebut ternyata setelah
beberapa tahun bukannya membawa dampak positif bagi masyarakat terutama bagi
masyarakat yang berada di wilayah barat Aceh Utara yaitu Sawang, Muara Batu,
Dewantara, Nisam, Nisam Antara dan Bandar Baru, dimana kalau ada keperluan administrasi dan
kepentingan lain untuk ke ibukota harus jauh dan melewati kota Lhokseumawe.
Segi pembangunanpun Aceh Utara tidak ada yang signifikan dan berimbas pada
masyarakat pada umumnya, belum lagi pembobolan kas Aceh Utara seniali 220 milyar
yang diindikasikan dilakukan oleh orang nomor satu dan dua di kabupaten
tersebut. Beda dengan kota Lhokseumawe disamping
wilayahnya kecil dan kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh walikota dinilai
tepat sasaran oleh masyarakat kota
Lhokseumawe. Itu tidak mengherankan untuk sebuah kota madya, yang notabene kecil cakupannya
dibandingkan untuk sebuah kabupaten.
Ide dan wacana untuk peleburan kota Lhokseumawe untuk menjadi kabupaten Aceh Utara dengan
ibukotanya Lhokseumawe, dan kabupaten Aceh
Utara sekarang diganti menjadi kabupaten Aceh Pasee dengan ibu kota Lhoksukon adalah
tepat dan berguna bagi pembangunan berkelanjutan dan pembagian wilayah secara
tertata dengan baik dan adil. Kita tidak menyalahkan para pendahulu yang telah
merumuskan pembagian wilayah seperti sekarang ini karena dasar pemikiran dan
penetapan wilayah dulu tidak terlepas dari faktor kepentingan dan sarat nuansa
politis, walaupun mengabaikan kepentingan rakyat/masyarakat pada umumnya bahkan
demi tujuan dan arah pembangunan yang tidak jelas seperti sekarang ini, padahal
kabupaten ini berada disamping pabrik-pabrik raksasa yang mengeruk hasil Aceh
Utara, jangankan pembangunan berkelanjutan untuk pengentasan kemiskinan saja
belum mampu diupayakan oleh para petinggi negri ini, janji kampanye tinggal
janji.
Wacana tersebut tentu harus dirumuskan secara matang bahkan akan muncul
pro dan kontra, namun demikian tidak ada ketetapan yang mutlak, karena
kekuasaan manusia tidaklah mutlak, dan ini banyak teori-teori para ahli
tatanegara dan kenegaraan, kecuali ketetapan Allah. Bicara perubahan jangankan
wilayah pemekaran, UUD 1945 saja bisa diamandemenkan. Presiden RI
sekarang boleh-boleh saja bilang tidak ada lagi pemekaran wilayah di NKRI tapi
itu tetap tidak mutlak karena kekuasaan SBY pun hanya sampai 2014. Dalam hal ini
pun masyarakat tidak menuntut pemekaran wilayah baru, tapi peninjauan kembali
dan evaluasi atas dua wilayah tersebut. Ini bukan suatu kemunduran, kota dileburkan ke kabupaten, kota madya bahkan berada satu tingkatan
dibawah kabupaten bila dilihat dari populasi, demografi dan kelembagaan. Contoh
kecil lembaga kepolisian untuk menjadi tingkatan Poltabes, minimal harus
mempunyai lebih dar 10 polsek, dan ini tidak akan terwujud di kota Lhokseumawe yang hanya punya 4
kecamatan. Kalau kita melihat lebih luas, tentu dulu para ahli berpikir sangat
tidak mungkin dan imposible Jerman
Barat dan Jerman Timur bersatu dengan runtuhnya tembok Berlin, padahal kedua
negara berbeda dari segi aliran politik, jadi, sesuatu didunia ini mungkin terjadi.
Aceh Pasee secara fakta (defacto)
sejarah adalah sebagai pusat pemerintah wilayah kerajaan Diraja Islam Samudera
Pasee, dan untuk itu tidak beralasan untuk diabadikan menjadi sebuah kabupaten,
secara hukum (dejure) adalah hukum dan UU no. 40/1999 tentang keistimewaan
Aceh, UU no.18/2001 tentang otonomi khusus dan UU no 11/2006 tentang Pemerintah
Aceh (UUPA). Jadi, sangat sesuai secara kedua faktor tadi belum lagi
demografis, teritorial dan penguasaan sumber daya alam terkaya dinegri bekas
kerajaan pertama islam di Nusantara, Kerajaan Diraja Samudera Pasee dengan
rajanya Malik As shaleh. Aceh Pasee wilayahnya dari barat dimulai dari
kecamatan Syamtalira Bayu sampai ditimur kecamatan Jambo Aye (jika ditarik
secara Jalan Negara), diutara dengan selat Malaka dan diselatan sampai
Langkahan,dan perbatasan dengan kabupaten Bener Meriah,dan sebagian Aceh Utara.
Semoga tulisan ini dapat
meminimalisir ketidakpuasan, perbedaan dan kepentingan tertentu, karena
orientasinya melihat masyarakat dan keadilan, kesejahteraan dan pembangunan
yang berkelanjutan. Wacana tersebut harus diperjuangkan cepat atau lambat dan
menyambung aspirasi masyarakat. Terima kasih pada Serambi Indonesia yang telah memuat tulisan ini.
Teuku Rahmad Danil Cotseurani
Komplek Tomang Elok
No comments:
Post a Comment