Droe Keu Droe : Serambi Indonesia, 02/02/2016
Daerah Aceh merupakan provinsi paling barat Indonesia, dimana Islam
pertama kali menyebar melalui Aceh, tersebut dalam sejarah bagaimana Kerajaan
Islam pertama di Nusantara adalah Kerajaan Peureulak dan kerajaan Samudera
Pasai, tidak salah jika kemudian Aceh berjuluk Serambi Mekkah. Selain mayoritas
penduduk Aceh beragama Islam dan satu-satunya provinsi di Indonesia yang
memberlakukan syariat Islam.
Islam sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Aceh dari zaman
dahulu hingga sekarang, baik dari tatanan sosial kemasyarakatan, budaya, seni
dan pendidikan juga bernafaskan Islam. Dalam dunia pendidikan di Aceh kita
sering mendengar dayah atau pesantren sebagai lembaga pendididikan disamping
lembaga pendidikan umum lainnya seperti sekolah dan perguruan tinggi. Kata
dayah akan selalu melekat dengan santri. Santri adalah sebutan bagi pelajar
yang mengikuti pendidikan di dayah. Sementara pondok pesantren atau dayah itu
sendiri adalah sebuah tempat belajar agama Islam yang memiliki asrama, untuk
para santrinya.
Bireuen merupakan daerah salah satu kabupaten di Aceh sebagai kabupaten
pemekaran dari kabupaten Aceh Utara pada tanggal 12 Oktober 1999 yang lalu.
Memikili penduduk hampir 430 ribu jiwa. Di kabupten ini berdiri banyak dayah
atau pesantren yang menjadi rujukan para orang tua, santri untuk belajar agama
Islam dengan tetap menyetarakan ilmu umum yang bisa di dapatkan di tempat lain,
dengan harapan dapat menjadi bekal iman dan taqwa dan iman dan teknologi yang
menjadi dasar dalam kehidupan generasi untuk menghadapi dunia global ke depan.
Namun. Ada kecenderungan dari kabupaten Bireuen, dimana selain banyaknya
dayah-dayah dan tokoh-tokoh agama dari kabupaten ini untuk diharapakan oleh
masyarakat Bireuen pada khususnya dan masayarakat Aceh pada umumnya untuk
menjadikan Bireuen sebagai kota Santri. Sebagaimana karakteristik masyarakat
Bireuen yang religiuus, islami, sopan santun dan berbudaya. Disamping itu aneka
perhelatan hari besar keagamaan dirayakan dengan meriah hingga masjid-masjid dan
dayah-dayah kerap kebanjiran jamaah dan undangan. Dari 17 kecamatan di
kabupaten Bireuen keberadaan dayah tersebar di desa dalam kecamatan-kecamatan
tersebut.
Satu point yang menjadi alasan kuat untuk menjadikan kabupaten Bireuen
sebagai kota santri adalah keberadaaan banyak dayah atau pondok pesantren yang
selalu diminati oleh warga Aceh dan luar Aceh. Dari situlah Bireuen sebagai
kota santri menjadi kekhasan tersendiri dibandingkan kabupaten lain di Aceh.
selain itu Bireuen sebelumnya mendapat julukan kota juang, dimana Bireuen
sempat menjadi ibukota Negara Republik Indonesia ketiga pada tahun 1948, saat
itu Presiden Soekarno hijrah sementara dan mengendalikan roda pemerintah di
kabupaten Bireuen. Hal ini dibuktikan dengan adanya radio Rimba Raya yang tetap
menyiarkan berita bahwa Indoensia belum takluk pada Belanda ketika agresi
militer Belanda pada waktu itu.
Masyarakat Bireuen sangat berharap peran pemda Bireuen dalam hal ini
Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) dan pemerintah Aceh untuk
memperjuangkan Bireuen menjadi kota santri dan menjadi rujukan dan referensi
belajar agama Islam ke kabupaten Bireuen dimana dayah-dayah besar menyebar dari
kecamatan Samalanga hingga kecamatan Gandapura, dimana alumni dayah-dayah
tersebut sudah menyebar ke seluruh Aceh, Indonesia bahkan ke dunia
Internasional.
Terimakasih kepada Serambi Indonesia atas dimuatnya tulisan ini, semoga
menjadi renungan untuk pemangku kepentingan di Bireuen dan Aceh.
Teuku Rahmad Danil Cotseurani (TRDC)
Internal Auditor
ASDC Bireuen
Aceh 24251
No comments:
Post a Comment