Thursday, November 10, 2016

PDAM, Mengalirkan Air Sampai Jauh…

(Reevaluasi Pelayanan kepada Masyarakat)
Oleh : Teuku Rahmad Danil Cotseurani

Air merupakan salah satu ciptaan Allah SWT yang sangat spesial dan khas. Air sangat penting untuk kehidupan. Konon zat ini hanya terdapat di planet kita, Bumi dan belum ditemukan di planet lain. Air menutupi 71 % permukaan bumi. Terdapat 1,4 triliun kilometer kubik tersedia di bumi. Air dapat berwujud padat seperti es, cairan atau air dan gas uap air. Definisi lain yang dapat menjelaskan mengenai air adalah benda cair yang sangat halus dan lembut, warnanya tergantung warna tempatnya, dan sangat bermamfaat bagi makhluk hidup terutama manusia.
Air bersih dan air minum adalah hal penting bagi kehidupan, lebih penting lagi jika cara mendapatkannya tinggal putar kran dan langsung bisa dipergunakan setiap waktu, ini juga yang dimimpikan semua orang, khususnya yang tinggal di kota-kota besar maupun di lokasi diluar kota yang tidak tersentuh oleh pipa jaringan PDAM. Sebagai hajat dasar manusia, ketersediaan air bersih adalah hal utama menjamin kelayakan keberlangsungan hidup. Alangkah lucunya jika mendengar PDAM sebagai BUMD yang melayani penyediaan air bersih, tetapi antara nama dan kualitas airnya sangat memilukan, sering macet dan air keluar sudah ditentukan tidak setiap saat. Inilah yang selalu jadi keluhan dan komplain dari masyarakat pengguna air atau konsumen PDAM, biasanya sering terjadi dikota-kota besar.  Slogan sebuah pariwara produk pipa, “Dimana air mengalir sampai jauh” begitulah harapan masyarakat dihampir seluruh Indonesia  hingga kepinggiran kota dalam mendapatkan air bersih setiap saat.
PDAM atau Perusahaan Daerah Air Minum merupakan salah satu unit usaha milik daerah, yang yang bergerak dalam distribusi air bersih bagi masyarakat umum. PDAM terdapat di setiap provinsi, kabupaten, dan kotamadya di seluruh Indonesia. PDAM merupakan perusahaan daerah sebagai sarana penyedia air bersih yang diawasi dan dimonitor oleh aparataparat eksekutif maupun legislatif daerah.
PDAM sebagai BUMD sejatinya tidak berorientasi kepada laba atau keuntungan saja, tetapi lebih pada public service obligation (PSO) dan pemerintah menentukan standardisasi pelayanan minimum (SPM) 80 persen dari konsumen. Masyarakat sebagai tuan rumah sebenarnya hanya membutuhkan kualitas air yang layak,  kuantitas memadai untuk menunjang aktivitas sehari-hari dan tidak macet. Ketika kualitas, kuantitas tidak memadai dan macet, wajar masyarakat protes. Apalagi, investasi PDAM ditopang APBD sebagai instrument pemerintah. Ketepatan dalam menentukan skala prioritas menjadi hal utama bagi PDAM dalam memberikan yang terbaik untuk masyarakat dan Negara. Air, sesuai sifatnya, cair, bening tak berwarna dan selalu mengalir mencari ruang-ruang kosong pada wilayah atau tempat yang lebih rendah. Karena itu, air seharusnya dikelola dan diperlakukan sebagaimana sifatnya. Mengalir makna filosofisnya, tata kelolanya tidak boleh tersendat sendat. Sehingga air bisa mengalir sampai jauh ke seluruh rumah-rumah pelanggan atau masyarakat.
Idealnya seluruh  PDAM khususnya di Aceh dan umumya di Indonesia memiliki mapping dan skenario untuk mengatasi permasalahan yang menahun itu, terutama memasuki musim kemarau, yaitu; ketersediaan air baku dan air sungai.
PDAM seharusnya sudah memiliki design pendekatan bisnis yang matang. Sehingga investasi benar-benar efektif dan efisien. Misalnya melakukan perbaikan jaringan dan modernisasi sistem jaringan untuk menekan kebocoran yang menjadi beban produksi. Sebagai PSO, PDAM tidak dibebankan untuk menjadi sumber pendapatan pemerintah. Karena itu mindset PDAM sebagai PSO haruslah benar-benar untuk melayani masyarakat seratus persen. Salah satunya dengan transparansi pengelolaan maupun perencanaan dan anggaran. Karena itu PDAM diharapkan mampu menjamin kualitas, kuantitas air bersih dan tidak macet, sehingga kinerja PDAM akuntabel.
Mengalirkan air sampai jauh adalah tanggung jawab PDAM sebagai pelaksana dan operator pealayanan bidang air kepada masyarakat dan pelangan, berikut istilah-istilah dalam bidang pengairan sehingga air bisa sampai ke rumah-rumah warga. Di dalam pengolahan air bersih secara umum terdapat 3 bangunan atau konstruksi, yaitu: Intake, Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA), dan Reservoir.
Pertama,  Intake merupakan bangunan atau konstruksi pertama untuk masuknya air dari sumber air. Pada bangunan atau kontruksi Intake ini biasanya terdapat bar screen yang berfungsi untuk menyaring benda-benda yang ikut tergenang dalam air. Kemudian air akan di pompa ke bangunan atau konstruksi berikutnya, yaitu Water Treatment Plant (WTP).
Kedua, Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) adalah sistem atau sarana yang berfungsi untuk mengolah air dari kualitaas air baku (influent) terkontaminasi untuk mendapatkan perawatan kualitas air yang diinginkan sesuai standar mutu atau siap untuk di konsumsi. Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) merupakan sarana yang penting di seluruh dunia yang akan menghasilkan air bersih dan sehat untuk konsumsi. Biasanya bangunan atau konstruksi ini terdiri dari 5 proses, yaitu: koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi.
Pengertian masing-msing adalah Koagulasi, Pada proses koagulasi dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) dilakukan proses destabilisasi partikel koloid, karena pada dasarnya sumber air (air baku) biasanya berbentuk koloid dengan berbagai koloid yang terkandung didalamnya. Tujuan proses ini adalah untuk memisahkan air dengan pengotor yang terlarut didalamnya. Proses destabilisasi ini dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia maupun dilakukan secara fisik dengan rapid missing (pengadukan cepat), hidrolis (terjunan atau hydrolic jump), maupun secara mekanis (menggunakan batang pengaduk). Flokulasi, Proses flokulasi pada Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) bertujuan untuk membentuk dan memperbesar flok (pengotor yang terendapkan). Disini dilakukan pengadukan lambat (slow mixing), aliran air disini harus tenang. Untuk meningkatkan efisiensi biasanya ditambah dengan senyawa kimia yang mampu mengikat flok-flok.

            Sedimentasi, proses sedimentasi menggunakan prinsip berat jenis, dan proses sedimentasi dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel koloid yang sudah didestabilisasi oleh proses sebelumnya (partikel koloid lebih besar berat jenisnya daripada air).
Pada masa kini proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) ada yang dibuat tergabung menjadi sebuah proses yang disebut aselator. Filtrasi, dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) proses filtrasi, sesuai dengan namanya bertujuan untuk penyaringan. Teknologi membran bisa dilakukan pada proses ini, selain bisa juga menggunakan media lainnya seperti pasir dan lainnya. Dalam teknologi membran proses filtrasi membran ada beberapa jenis, yaitu: Multi Media Filter, UF (Ultrafiltration) System, NF (Nanofiltration) System, MF (Microfiltration) System, RO (Reserve osmosis) System. Dan terakhir, Desinfeksi, setelah melewati proses filtrasi dan air bersih dari pengotor, ada kemungkinan masih terdapat kuman dan bakteri yang hidup, sehingga diperlukan penambahan senyawa kimia dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang dapat mematikan kuman, biasanya berupa penambahan chlor, ozonosasi, UV, pemabasan dll sebelum masuk ke konstruksi terakhir yaitu reservoir.

            Ketiga, Reservoir. Konstruksi Reservoir dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air bersih sebelum didistribusikan melalui jaringan perpipaan sehingga air mengalir dan masuk ke rumah-rumah pelanggan dan masyarakat dan dan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam dalam kehidupan, air juga merupakan salah sumber kehidupan di bumi ini, maka jagalah air dan segenap isi bumi ini agar berlanjut kepada generasi selanjutnya yang akan kita wariskan kelak.
Masalah air bersih dan sanitasi merupakan masalah yang tak kunjung usai yang harus dihadapai pemerintah dan masyarakat di Indonesia. Padahal Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya air, dimana Indonesia memiliki enam persen persediaan air dunia atau sekitar 21% dari persediaan Asia pasifik, namun pada kenyataanya dari tahun ke tahun Indonesia mengalami krisis air bersih, supplai air macet dan mati atau tidak mengalir sampai berhari-hari ke rumah-rumah konsumen dan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Walau dikatakan bahwa Indonesia merupakan Negara kaya akan ketersediaan air, namun potensi ketersediaan air bersih dari tahun ke tahun cenderung berkurang akibat rusaknya daerah tangkapan air dan pencemaran lingkungan yang diperkirakan sebesar 15-35% per kapita per tahun. Sedangkan kecenderungan konsumsi air bersih justru naik secara eksponensial. Data kementrian kesehatan menyatakan bahwa 60% sungai di Indonesia tercemar, mulai dari bahan organic sampai bakteri-bakteri penyebab diare seperti Coliform dan Fecal Coli. Air sungai yang seharusnya dapat menjadi sumber kehidupan warga sekitar, justru malah tercemar dan warnanya berubah menjadi hitam pekat, sehingga tidak layak untuk dijadikan air minum, mandi, serta mencuci. Bakteri E.Coli juga dijumpai pada 75% air sumur dangkal di perkotaan dikota-kota besar. Hal ini menyebabkan akses air bersih menjadi semakin sulit. Dan tentu saja hal itu berimbas pada kondisi kesehatan warga yang menjadi buruk.
Begitu peliknya masalah air bersih ini membuat para ahli berpendapat bahwa pada suatu saat nanti, akan terjadi “pertarungan” untuk memperebutkan air bersih, sama halnya dengan pertarungan untuk memperebutkan sumber energi dan gas bumi. World Water Assesment Programme (WWAP) pun menegaskan bahwa krisis air di dunia akan memberi dampak yang mengenaskan, tidak hanya membangkitkan epidemic penyakit yang merenggut nyawa, tapi juga akan mengakibatkan bencana kelaparan. Seperti yang terjadi di Afrika dan Negara-negara yang sedang berkecamuk perang seperti Suriah, Irak dan Yaman.

             Perkiraan akan terjadinya krisis air bersih pada tahun 2030 seharusnya menyadarkan semua pihak, bahwa memang perilaku dan tangan manusia itu yang menyebabkan akan terjadinya krisis air bersih, baik dari sisi penggunaan air maupun kerusakan-kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh perilaku dan tangan manusia. Dari sisi penggunaan air, dapat dilihat bahwa banyak orang yang menganggap air itu merupakan benda sosial yang dapat mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa memahami dengan baik prinsip perlindungan terhadap  air. Seperti kurangnya kesadaran akan pentingnya menggunakan air secara bijak (menghambur-hamburkan air bersih), di DAS juga sumber air baku atau air sungai sering difungsikan langsung untuk berbagai kegiatan sehari-hari (mandi, mencuci bahkan membuang kotoran/sampah), dimana hal ini dapat menimbulkan pencemaran sungai secara langsung.

            Selain itu kerusakan-kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh tangan manusia juga membuat sumber air bersih menjadi berkurang. Seperti penggundulan hutan yang menyebabkan berkurangnya daya resap tanah terhadap air, sehingga timbulah kekeringan. Berdasarkan data Departemen Kehutanan, hingga tahun 2000 saja di seluruh wilayah Indonesia diketahui luas lahan kritis yang mengalami kerusakan parah mencapai 7.956.661 hektare (ha) untuk kawasan hutan dan 14.591.139 ha lahan di luar kawasan hutan. Sedangkan pada tahun yang sama rehabilitasi (penanaman kembali) yang dilakukan pemerintah hanya mampu menjangkau 12.952 ha kawasan hutan dan 326.973 ha di luar kawasan hutan.

            Faktor lain yang menyebabkan terjadinya krisis air bersih yaitu: pertambahan populasi dan persebaran penduduk yang tidak merata, dimana pemanfaatan sumber daya air bagi kebutuhan manusia semakin hari semakin meningkat. Di satu sisi kebutuhan akan sumber daya air semakin meningkat pesat dan di sisi lain kerusakan dan pencemaran sumber daya air semakin meningkat pula sebagai implikasi industrialisasi dan pertumbuhan populasi yang tidak disertai dengan penyebaran yang merata, sehingga menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Kemudian dapat kita lihat juga disini bahwa perilaku dan tangan manusialah menjadi faktor terjadinya krisis air bersih, dimana terjadinya pencemaran air yang sebagian besar disebabkan oleh aktifitas manusia yaitu adanya limbah pemukiman,  limbah pertanian, limbah industri termasuk pertambangan.

Pemerintah Indonesia sendiri memperkirakan bahwa Indonesia mengalami kerugian setiap tahunnya sebesar 56 triliun rupiah (jumlah yang setara dengan 2,3% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB), hal itu diakibatkan dari buruknya kondisi air minum dan sanitasi. Tentu saja masalah air bersih di Indonesia ini adalah masalah bagi semua pihak, baik pemerintah daerah, pemerintah pusat maupun masyarakat Indonesia. Kita berharap setelah sekian lama berproses, akhirnya Pemerintah Republik Indonesia menghapus utang PDAM sebesar Rp. 3,9 triliun, pembayaran utang PDAM masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBDNP) 2016. No. 12 tahun 2016 yang telah diketok palu dalam sidang paripurna DPR di Senayan, Jakarta pada tanggal 28 Juni 2016. Sehingga diharapkan tata kelola PDAM seluruh Indonesia bisa lebih baik dan bagus dalam hal pelayanan bidang air minum dan air bersih kepada segenap masyarakat untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia Raya, sesuai amanah UU 1945 pasal 33 ayat 3 yang isinya Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Nyan Ban Menan !!!   

Penulis adalah
Bagian Akuntansi, Audit dan Pelaporan
/Penata Laporan Keuangan
PDAM Tirta Krueng Meureudu
Pidie Jaya - Aceh - Indonesia 24186



No comments:

Post a Comment