(Reevaluasi Pelayanan
kepada Masyarakat)
Oleh : Teuku
Rahmad Danil Cotseurani
Air merupakan salah satu ciptaan
Allah SWT yang sangat spesial dan khas. Air sangat penting untuk kehidupan.
Konon zat ini hanya terdapat di planet kita, Bumi dan belum ditemukan di planet
lain. Air menutupi 71 % permukaan bumi. Terdapat 1,4 triliun kilometer kubik
tersedia di bumi. Air dapat berwujud padat seperti es, cairan atau air dan gas
uap air. Definisi lain yang dapat menjelaskan mengenai air adalah benda cair
yang sangat halus dan lembut, warnanya tergantung warna tempatnya, dan sangat
bermamfaat bagi makhluk hidup terutama manusia.
Air bersih dan air minum adalah hal
penting bagi kehidupan, lebih penting lagi jika cara mendapatkannya tinggal
putar kran dan langsung bisa dipergunakan setiap waktu, ini juga yang
dimimpikan semua orang, khususnya yang tinggal di kota-kota besar maupun di lokasi
diluar kota yang tidak tersentuh oleh pipa jaringan PDAM. Sebagai hajat dasar
manusia, ketersediaan air bersih adalah hal utama menjamin kelayakan
keberlangsungan hidup. Alangkah lucunya jika mendengar PDAM sebagai BUMD yang
melayani penyediaan air bersih, tetapi antara nama dan kualitas airnya sangat
memilukan, sering macet dan air keluar sudah ditentukan tidak setiap saat.
Inilah yang selalu jadi keluhan dan komplain dari masyarakat pengguna air atau
konsumen PDAM, biasanya sering terjadi dikota-kota besar. Slogan sebuah pariwara produk pipa, “Dimana
air mengalir sampai jauh” begitulah harapan masyarakat dihampir seluruh
Indonesia hingga kepinggiran kota dalam
mendapatkan air bersih setiap saat.
PDAM atau Perusahaan Daerah
Air Minum merupakan salah satu unit usaha milik daerah, yang yang bergerak
dalam distribusi air bersih bagi masyarakat umum. PDAM terdapat di setiap
provinsi, kabupaten, dan kotamadya di seluruh Indonesia. PDAM merupakan
perusahaan daerah sebagai sarana penyedia air bersih yang diawasi dan dimonitor
oleh aparataparat eksekutif maupun legislatif daerah.
PDAM sebagai BUMD sejatinya tidak
berorientasi kepada laba atau keuntungan saja, tetapi lebih pada public service obligation (PSO) dan
pemerintah menentukan standardisasi pelayanan minimum (SPM) 80 persen dari
konsumen. Masyarakat sebagai tuan rumah sebenarnya hanya membutuhkan kualitas
air yang layak, kuantitas memadai untuk
menunjang aktivitas sehari-hari dan tidak macet. Ketika kualitas, kuantitas
tidak memadai dan macet, wajar masyarakat protes. Apalagi, investasi PDAM
ditopang APBD sebagai instrument pemerintah. Ketepatan dalam menentukan skala
prioritas menjadi hal utama bagi PDAM dalam memberikan yang terbaik untuk
masyarakat dan Negara. Air, sesuai sifatnya, cair, bening tak berwarna dan
selalu mengalir mencari ruang-ruang kosong pada wilayah atau tempat yang lebih
rendah. Karena itu, air seharusnya dikelola dan diperlakukan sebagaimana
sifatnya. Mengalir makna filosofisnya, tata kelolanya tidak boleh
tersendat sendat. Sehingga air bisa mengalir sampai jauh ke seluruh rumah-rumah
pelanggan atau masyarakat.
Idealnya seluruh PDAM
khususnya di Aceh dan umumya di Indonesia memiliki mapping dan skenario untuk
mengatasi permasalahan yang menahun itu, terutama memasuki musim kemarau,
yaitu; ketersediaan air baku dan air sungai.
PDAM seharusnya sudah memiliki
design pendekatan bisnis yang matang. Sehingga investasi benar-benar efektif
dan efisien. Misalnya melakukan perbaikan jaringan dan modernisasi sistem
jaringan untuk menekan kebocoran yang menjadi beban produksi. Sebagai PSO, PDAM
tidak dibebankan untuk menjadi sumber pendapatan pemerintah. Karena itu mindset PDAM sebagai PSO haruslah
benar-benar untuk melayani masyarakat seratus persen. Salah satunya dengan
transparansi pengelolaan maupun perencanaan dan anggaran. Karena itu PDAM
diharapkan mampu menjamin kualitas, kuantitas air bersih dan tidak macet,
sehingga kinerja PDAM akuntabel.
Mengalirkan air sampai jauh adalah
tanggung jawab PDAM sebagai pelaksana dan operator pealayanan bidang air kepada
masyarakat dan pelangan, berikut istilah-istilah dalam bidang pengairan
sehingga air bisa sampai ke rumah-rumah warga. Di dalam pengolahan air bersih
secara umum terdapat 3 bangunan atau konstruksi, yaitu: Intake, Water Treatment Plant
(WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA), dan Reservoir.
Pertama, Intake
merupakan bangunan atau konstruksi pertama untuk masuknya air dari sumber air.
Pada bangunan atau kontruksi Intake ini biasanya terdapat bar screen yang
berfungsi untuk menyaring benda-benda yang ikut tergenang dalam air. Kemudian
air akan di pompa ke bangunan atau konstruksi berikutnya, yaitu Water Treatment Plant (WTP).
Kedua, Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA)
adalah sistem atau sarana yang berfungsi untuk mengolah air dari kualitaas air
baku (influent) terkontaminasi untuk mendapatkan perawatan kualitas air yang
diinginkan sesuai standar mutu atau siap untuk di konsumsi. Water Treatment
Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) merupakan sarana yang penting
di seluruh dunia yang akan menghasilkan air bersih dan sehat untuk konsumsi.
Biasanya bangunan atau konstruksi ini terdiri dari 5 proses, yaitu: koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi,
dan desinfeksi.
Pengertian
masing-msing adalah Koagulasi, Pada
proses koagulasi dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi
Pengolahan Air (IPA) dilakukan proses destabilisasi partikel koloid,
karena pada dasarnya sumber air (air baku) biasanya berbentuk koloid dengan
berbagai koloid yang terkandung didalamnya. Tujuan proses ini adalah untuk
memisahkan air dengan pengotor yang terlarut didalamnya. Proses destabilisasi
ini dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia maupun dilakukan secara fisik
dengan rapid missing (pengadukan cepat), hidrolis (terjunan atau hydrolic
jump), maupun secara mekanis (menggunakan batang pengaduk). Flokulasi, Proses flokulasi pada Water
Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) bertujuan untuk
membentuk dan memperbesar flok (pengotor yang terendapkan). Disini dilakukan
pengadukan lambat (slow mixing), aliran air disini harus tenang. Untuk
meningkatkan efisiensi biasanya ditambah dengan senyawa kimia yang mampu
mengikat flok-flok.
Sedimentasi, proses sedimentasi menggunakan prinsip berat jenis, dan proses sedimentasi dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel koloid yang sudah didestabilisasi oleh proses sebelumnya (partikel koloid lebih besar berat jenisnya daripada air).
Pada masa kini proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) ada yang dibuat tergabung menjadi sebuah proses yang disebut aselator. Filtrasi, dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) proses filtrasi, sesuai dengan namanya bertujuan untuk penyaringan. Teknologi membran bisa dilakukan pada proses ini, selain bisa juga menggunakan media lainnya seperti pasir dan lainnya. Dalam teknologi membran proses filtrasi membran ada beberapa jenis, yaitu: Multi Media Filter, UF (Ultrafiltration) System, NF (Nanofiltration) System, MF (Microfiltration) System, RO (Reserve osmosis) System. Dan terakhir, Desinfeksi, setelah melewati proses filtrasi dan air bersih dari pengotor, ada kemungkinan masih terdapat kuman dan bakteri yang hidup, sehingga diperlukan penambahan senyawa kimia dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang dapat mematikan kuman, biasanya berupa penambahan chlor, ozonosasi, UV, pemabasan dll sebelum masuk ke konstruksi terakhir yaitu reservoir.
Ketiga, Reservoir. Konstruksi Reservoir dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air bersih sebelum didistribusikan melalui jaringan perpipaan sehingga air mengalir dan masuk ke rumah-rumah pelanggan dan masyarakat dan dan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam dalam kehidupan, air juga merupakan salah sumber kehidupan di bumi ini, maka jagalah air dan segenap isi bumi ini agar berlanjut kepada generasi selanjutnya yang akan kita wariskan kelak.
Sedimentasi, proses sedimentasi menggunakan prinsip berat jenis, dan proses sedimentasi dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel koloid yang sudah didestabilisasi oleh proses sebelumnya (partikel koloid lebih besar berat jenisnya daripada air).
Pada masa kini proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) ada yang dibuat tergabung menjadi sebuah proses yang disebut aselator. Filtrasi, dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) proses filtrasi, sesuai dengan namanya bertujuan untuk penyaringan. Teknologi membran bisa dilakukan pada proses ini, selain bisa juga menggunakan media lainnya seperti pasir dan lainnya. Dalam teknologi membran proses filtrasi membran ada beberapa jenis, yaitu: Multi Media Filter, UF (Ultrafiltration) System, NF (Nanofiltration) System, MF (Microfiltration) System, RO (Reserve osmosis) System. Dan terakhir, Desinfeksi, setelah melewati proses filtrasi dan air bersih dari pengotor, ada kemungkinan masih terdapat kuman dan bakteri yang hidup, sehingga diperlukan penambahan senyawa kimia dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang dapat mematikan kuman, biasanya berupa penambahan chlor, ozonosasi, UV, pemabasan dll sebelum masuk ke konstruksi terakhir yaitu reservoir.
Ketiga, Reservoir. Konstruksi Reservoir dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air bersih sebelum didistribusikan melalui jaringan perpipaan sehingga air mengalir dan masuk ke rumah-rumah pelanggan dan masyarakat dan dan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam dalam kehidupan, air juga merupakan salah sumber kehidupan di bumi ini, maka jagalah air dan segenap isi bumi ini agar berlanjut kepada generasi selanjutnya yang akan kita wariskan kelak.
Masalah air bersih dan
sanitasi merupakan masalah yang tak kunjung usai yang harus dihadapai
pemerintah dan masyarakat di Indonesia. Padahal Indonesia merupakan Negara yang
kaya akan sumber daya air, dimana Indonesia memiliki enam persen persediaan air
dunia atau sekitar 21% dari persediaan Asia pasifik, namun pada kenyataanya
dari tahun ke tahun Indonesia mengalami krisis air bersih, supplai air macet
dan mati atau tidak mengalir sampai berhari-hari ke rumah-rumah konsumen dan
masyarakat Indonesia seluruhnya.
Walau dikatakan bahwa Indonesia
merupakan Negara kaya akan ketersediaan air, namun potensi ketersediaan air
bersih dari tahun ke tahun cenderung berkurang akibat rusaknya daerah tangkapan
air dan pencemaran lingkungan yang diperkirakan sebesar 15-35% per kapita per
tahun. Sedangkan kecenderungan konsumsi air bersih justru naik secara
eksponensial. Data kementrian kesehatan menyatakan bahwa 60% sungai di
Indonesia tercemar, mulai dari bahan organic sampai bakteri-bakteri penyebab
diare seperti Coliform dan Fecal Coli. Air sungai yang
seharusnya dapat menjadi sumber kehidupan warga sekitar, justru malah tercemar
dan warnanya berubah menjadi hitam pekat, sehingga tidak layak untuk dijadikan
air minum, mandi, serta mencuci. Bakteri E.Coli
juga dijumpai pada 75% air sumur dangkal di perkotaan dikota-kota besar. Hal
ini menyebabkan akses air bersih menjadi semakin sulit. Dan tentu saja hal itu
berimbas pada kondisi kesehatan warga yang menjadi buruk.
Begitu peliknya masalah air bersih
ini membuat para ahli berpendapat bahwa pada suatu saat nanti, akan terjadi
“pertarungan” untuk memperebutkan air bersih, sama halnya dengan pertarungan
untuk memperebutkan sumber energi dan gas bumi. World Water Assesment Programme
(WWAP) pun menegaskan bahwa krisis air di dunia akan memberi dampak
yang mengenaskan, tidak hanya membangkitkan epidemic penyakit yang merenggut
nyawa, tapi juga akan mengakibatkan bencana kelaparan. Seperti yang terjadi di
Afrika dan Negara-negara yang sedang berkecamuk perang seperti Suriah, Irak dan
Yaman.
Perkiraan akan terjadinya krisis air bersih pada tahun 2030 seharusnya menyadarkan semua pihak, bahwa memang perilaku dan tangan manusia itu yang menyebabkan akan terjadinya krisis air bersih, baik dari sisi penggunaan air maupun kerusakan-kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh perilaku dan tangan manusia. Dari sisi penggunaan air, dapat dilihat bahwa banyak orang yang menganggap air itu merupakan benda sosial yang dapat mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa memahami dengan baik prinsip perlindungan terhadap air. Seperti kurangnya kesadaran akan pentingnya menggunakan air secara bijak (menghambur-hamburkan air bersih), di DAS juga sumber air baku atau air sungai sering difungsikan langsung untuk berbagai kegiatan sehari-hari (mandi, mencuci bahkan membuang kotoran/sampah), dimana hal ini dapat menimbulkan pencemaran sungai secara langsung.
Selain itu kerusakan-kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh tangan manusia juga membuat sumber air bersih menjadi berkurang. Seperti penggundulan hutan yang menyebabkan berkurangnya daya resap tanah terhadap air, sehingga timbulah kekeringan. Berdasarkan data Departemen Kehutanan, hingga tahun 2000 saja di seluruh wilayah Indonesia diketahui luas lahan kritis yang mengalami kerusakan parah mencapai 7.956.661 hektare (ha) untuk kawasan hutan dan 14.591.139 ha lahan di luar kawasan hutan. Sedangkan pada tahun yang sama rehabilitasi (penanaman kembali) yang dilakukan pemerintah hanya mampu menjangkau 12.952 ha kawasan hutan dan 326.973 ha di luar kawasan hutan.
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya krisis air bersih yaitu: pertambahan populasi dan persebaran penduduk yang tidak merata, dimana pemanfaatan sumber daya air bagi kebutuhan manusia semakin hari semakin meningkat. Di satu sisi kebutuhan akan sumber daya air semakin meningkat pesat dan di sisi lain kerusakan dan pencemaran sumber daya air semakin meningkat pula sebagai implikasi industrialisasi dan pertumbuhan populasi yang tidak disertai dengan penyebaran yang merata, sehingga menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Kemudian dapat kita lihat juga disini bahwa perilaku dan tangan manusialah menjadi faktor terjadinya krisis air bersih, dimana terjadinya pencemaran air yang sebagian besar disebabkan oleh aktifitas manusia yaitu adanya limbah pemukiman, limbah pertanian, limbah industri termasuk pertambangan.
Perkiraan akan terjadinya krisis air bersih pada tahun 2030 seharusnya menyadarkan semua pihak, bahwa memang perilaku dan tangan manusia itu yang menyebabkan akan terjadinya krisis air bersih, baik dari sisi penggunaan air maupun kerusakan-kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh perilaku dan tangan manusia. Dari sisi penggunaan air, dapat dilihat bahwa banyak orang yang menganggap air itu merupakan benda sosial yang dapat mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa memahami dengan baik prinsip perlindungan terhadap air. Seperti kurangnya kesadaran akan pentingnya menggunakan air secara bijak (menghambur-hamburkan air bersih), di DAS juga sumber air baku atau air sungai sering difungsikan langsung untuk berbagai kegiatan sehari-hari (mandi, mencuci bahkan membuang kotoran/sampah), dimana hal ini dapat menimbulkan pencemaran sungai secara langsung.
Selain itu kerusakan-kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh tangan manusia juga membuat sumber air bersih menjadi berkurang. Seperti penggundulan hutan yang menyebabkan berkurangnya daya resap tanah terhadap air, sehingga timbulah kekeringan. Berdasarkan data Departemen Kehutanan, hingga tahun 2000 saja di seluruh wilayah Indonesia diketahui luas lahan kritis yang mengalami kerusakan parah mencapai 7.956.661 hektare (ha) untuk kawasan hutan dan 14.591.139 ha lahan di luar kawasan hutan. Sedangkan pada tahun yang sama rehabilitasi (penanaman kembali) yang dilakukan pemerintah hanya mampu menjangkau 12.952 ha kawasan hutan dan 326.973 ha di luar kawasan hutan.
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya krisis air bersih yaitu: pertambahan populasi dan persebaran penduduk yang tidak merata, dimana pemanfaatan sumber daya air bagi kebutuhan manusia semakin hari semakin meningkat. Di satu sisi kebutuhan akan sumber daya air semakin meningkat pesat dan di sisi lain kerusakan dan pencemaran sumber daya air semakin meningkat pula sebagai implikasi industrialisasi dan pertumbuhan populasi yang tidak disertai dengan penyebaran yang merata, sehingga menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Kemudian dapat kita lihat juga disini bahwa perilaku dan tangan manusialah menjadi faktor terjadinya krisis air bersih, dimana terjadinya pencemaran air yang sebagian besar disebabkan oleh aktifitas manusia yaitu adanya limbah pemukiman, limbah pertanian, limbah industri termasuk pertambangan.
Pemerintah Indonesia sendiri
memperkirakan bahwa Indonesia mengalami kerugian setiap tahunnya sebesar 56
triliun rupiah (jumlah yang setara dengan 2,3% dari Pendapatan Domestik Bruto
(PDB), hal itu diakibatkan dari buruknya kondisi air minum dan sanitasi. Tentu
saja masalah air bersih di Indonesia ini adalah masalah bagi semua pihak, baik
pemerintah daerah, pemerintah pusat maupun masyarakat Indonesia. Kita berharap
setelah sekian lama berproses, akhirnya Pemerintah Republik Indonesia menghapus
utang PDAM sebesar Rp. 3,9 triliun, pembayaran utang PDAM masuk dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBDNP) 2016. No. 12 tahun 2016 yang
telah diketok palu dalam sidang paripurna DPR di Senayan, Jakarta pada tanggal
28 Juni 2016. Sehingga diharapkan tata kelola PDAM seluruh Indonesia bisa lebih
baik dan bagus dalam hal pelayanan bidang air minum dan air bersih kepada
segenap masyarakat untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia Raya,
sesuai amanah UU 1945 pasal 33 ayat 3 yang isinya Bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Nyan Ban Menan !!!
Penulis adalah
Bagian Akuntansi, Audit dan Pelaporan
/Penata Laporan Keuangan
PDAM Tirta Krueng Meureudu
Pidie Jaya - Aceh - Indonesia 24186
No comments:
Post a Comment