Melihat Perkembangan teknologi dan informasi yang sangat
pesat dewasa ini merubah kehidupan kita menuju era digitalisasi. Seluruh level
masyarakat dari seluruh usia kini terbiasa menggunakan perangkat-perangkat
digital sebagai media komunikasi, informasi dan edukasi. Seperti internet dan
teknologi informasi. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya
internet, dalam pembangunan nasional suatu negara, telah diakui secara luas di
berbagai negara. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi secara tepat,
dapat mendorong terciptanya akses informasi ilmu dan pengetahuan. Demikian pula
pelayanan jasa transportasi, belanja barang, akses data, pengurusan izin,
pengurusun SIM, bayar pajak, dan lain-lain,
Penerapan teknologi Informasi sangat diperlukan dalam rangka pencapaian
target-target tertentu demi menghadirkan pelayanan prima kepada masyarakat
umum.
Perkembangan internet yang demikian
pesat dan canggih membuat beberapa usaha akan gulung tikar jika tidak dapat
menyesuaikan diri dengan informasi dan teknologi, hari ini internet dalam
genggaman bila tidak berinovasi, maka siap-siap akan digilias oleh zaman dengan
kecanggihan teknologi dan aplikasi online, bukti teranyar ojek pangkalan merasa
terusik dengan hadirnya ojek online (Go-Jek), tidak berselang lama giliran sopir taksi kena imbasnya dengan
hadirnya taksi online dengan basis aplikasi yaitu Uber dan Grab Car, yang
baru-baru ini heboh di Jakarta.
Sedangkan di dunia barang dan
kebutuhan lainnya sudah lama hadirnya bisnis online, dimana orang-orang tidak
sibul lagi harus pergi berbelanja ke took-toko dan pasar, cukup apliasi online
barang diinginkan tinggal di order dan tunggu paket kita datang diantara ke
rumah dengan perantara jasa pengiriman seperti Pos Indonesia, TIKI, JNE dan
sebagianya. Jika untuk jasa sepeti ojek dan taksi baru-baru ini merasakannya
efek dari ketidaksiapan berubah dan mengikuti perkembangan zaman dunia maya
atau internet.
Melihat fenomena ini, barang dan
jasa berbasis aplikasi online, Adakah peraturan yang mengatur tentang
perlindungan data pengguna account pribadi di internet terhadap terjadinya
cracking (pembajakan), penipuan atau kejahatan lainnya di dunia maya? dengan
asumsi bahwa yang dimaksud “data pengguna account pribadi” sebagaimana
pertanyaan Anda adalah data yang berupa identitas (yang berisi nomor KK, NIK
(nomor KTP), tanggal/bulan/tahun lahir, keterangan tentang kecacatan fisik
dan/atau mental, NIK ibu kandung, NIK ayah, dan beberapa isi
catatan Peristiwa Penting), kode, simbol, huruf atau angka penanda
personal seseorang yang bersifat pribadi, kemudian nomor kartu kredit, NPWP,
bahkan password bagi kita yang biasa browsing di laptop, PC dan atau HP/Gadget.
UU ITE (UU no 11 Tahun 2008) memang
belum memuat aturan perlindungan data pribadi secara khusus. Tetapi, secara
implisit UU ini mengatur pemahaman baru mengenai perlindungan terhadap
keberadaan suatu data atau informasi elektronik baik yang bersifat umum maupun
pribadi. Sedangkan, hal yang berkaitan dengan penjabaran tentang data
elektronik pribadi, UU ITE mengamanatkannya lagi dalam Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2012 tentang penyelenggaraan sistim teknologi elektroniik (“PP PSTE”). Perlindungan data pribadi dalam sebuah
sistem elektronik dalam UU ITE meliputi perlindungan dari penggunaan tanpa
izin, perlindungan oleh penyelenggara sistem elektronik, dan perlindungan dari
akses dan interferensi ilegal.
Harus kita akui, sebagai insan yang
hidup di zaman modern kita tidak lepas dari intenet dan aplikasi online
lainnya, segala pencarian kita akan dengan mudah kita buka situs pencari atau
mesin pencari “ Google”, bahkan layanan E-mail dari Google, Yahoo dan sejenisnya malah kita dapatkan gratis.
Namun kita berpikir bagaimana Google, Yahoo, Facebook, Twitter dan lainnya bisa
menggratiskan layanan mereka kepada kita. Ternyata mereka mendapatkan uang
dengan cara targetted advertising, yaitu Periklanan yang bertarget. Jadi,
google akan menjual “link urutan teratas” di bagian “Sponsored Link” yang
biasanya ada di bagian samping kanan, bagi perusahaan-perusahaan yang punya
kepentingan. Misalnya, untuk keyword “Mie Goreng”, si perusahaan A yang memang
memproduksi mie goreng, ingin link perusahaannya muncul paling atas di hasil
pencarian Google. Nah, supaya bisa mendapat tempat ‘atas’ di hasil pencarian
Google, perusahaan A harus membayar sejumlah uang ke Google.
Kalau tiba-tiba ada perusahaan B yang juga ingin menguasai si keyword “mie goreng” tadi, maka Google akan mengadakan lelang untuk perusahaan A dan perusahaan B.
Siapa yang mampu membayar paling tinggi, akan memenangkan tempat “teratas” di bagian “Sponsored Link” tadi. Dan kabarnya, ukuran lelang ini adalah satuan uang yang dibayar ke Google setiap kali ada user yang klik di link iklan tadi. Harga setiap klik itu cuman 0.50 sen saja, dan katanya juga, hanya butuh 1 dari 15 users Google yang nge-klik iklan itu cukup untuk membuat Google untung.
Kalau tiba-tiba ada perusahaan B yang juga ingin menguasai si keyword “mie goreng” tadi, maka Google akan mengadakan lelang untuk perusahaan A dan perusahaan B.
Siapa yang mampu membayar paling tinggi, akan memenangkan tempat “teratas” di bagian “Sponsored Link” tadi. Dan kabarnya, ukuran lelang ini adalah satuan uang yang dibayar ke Google setiap kali ada user yang klik di link iklan tadi. Harga setiap klik itu cuman 0.50 sen saja, dan katanya juga, hanya butuh 1 dari 15 users Google yang nge-klik iklan itu cukup untuk membuat Google untung.
Internet lintas batas negara, suku
bangsa, agama, ras bahkan bahasa, hampir semua bahasa di dunia bisa
diterjemahkan oleh Google, luar biasa. Dengan kecanggihan informasi dan
teknologi tersebut bukan tidak mungkin
data-data pribadi mereka minta ketika kita berinternet atau menggunakan
aplikasi online, hari ini bisnis taksi online bisa dikendalikan di Amerika
Serikat sana hanya dengan intenet dan aplikasi online, sehingga membuat lahan
pencari sesuap nasi dipangkalan ojek dan sopir taksi terserobot dengan layanan
yang prima, bersih, cepat murah, tentu pelanggan akan beralih dari yang biasa
atau konvensional ke yang berbasis online, celakanya karena mereka dikendalikan
oleh asing, tenyata tidak bayar pajak, perizinan dan birokrasi lainnya dengan
negara tertentu. Disinilah negara bisa kecolongan bila tidak siap dengan
perubahan zaman dan derasnya informasi teknologi, walaupun disetiap negara
punya Kementerian Informasi dan teknologi terutama di negara-negara miskin dan
berkembang selalu mereka tinggal beberapa langkah dengan negara maju dan cepat
beradaptasi dengan IT, contohnya Indonesia akan tinggal beberapa langkah dari
Singapura. Itulah internet bisa masuk ke setiap negara tanpa permisi apalagi
imigrasi, internet bisa masuk ke rumah kita bahkan ke kamar kita yang membuat
penggunakan lebih praktis hidupnya dan tidak susah. Tentu saja kehadiran
internet memberikan dampak positif dan tidak tertutup kemungkinan dampak
negatif.
Peran Pemerintah
Disinilah Negara harus ada dalam
melindungi warganya dan senenap tumpah darah rakyat Indonesia, Pemerintah
sebagai regulator mempunyai kewajiban dan aturan mengenai perlindungan data
pribadi pengguna internet dan aplikasi. Aturan ini akan dikeluarkan dalam
bentuk Peraturan karena bila tidak ada maka kedaulatan kita dan harga diri
bangsa bisa dilecehkan di dunia dan merugikan rakyat Indonesia secara
menyeluruh. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Keminfo) RI, segera mencari solusi apalagi dengan
maraknya bisnis e-Commerce di Indonesia. Contoh, persoalan
yang bisa saja menimpa konsumen bila tidak ada aturan mengenai data
perlindungan konsumen. Misalnya saat naik ojek online, pengojek tahu rumah
penumpangnya dimana, nomor teleponnya berapa, tiba-tiba besok ada yang SMS
ancaman atau penipuan dan lain sebagainya Tujuannya, agar jangan sampai
perlindungan data konsumen terabaikan.
Kemunculan teknologi aplikasi di
Indonesia didahului dengan munculnya smartphone (telepon pintar).
Blackberry adalah smartphone pertama di Indonesia yang masuk pada
tahun 2004.Blackberry memiliki fitur teknologi aplikasi, yang pada awalnya
bersifat sebagai penghubung masyarakat pengguna smartphone ke
internet dan media sosial. Lebih dari sepuluh tahun kemudian, teknologi
aplikasi berkembang pesat seiring dengan semakin banyaknya
jenis smartphone yang masuk ke Indonesia. Hal ini mendorong
kreatifitas dan inovasi teknologi aplikasi, hingga dimanfaatkan sebagai media
bisnis. Pertanyaannya adalah, apakah perusahaan teknologi aplikasi harus
memiliki izin khusus untuk industri yang disupportnya? Jawabannya tergantung
pada model bisnis dan regulasi dalam industri tersebut. Masyarakat akan selalu
membutuhkan barang dan jasa yang mereka konsumsi. Pelaku Usaha akan selalu
terus berinovasi untuk mendapatkan keuntungan, mencari peluang dengan
menciptakan solusi.Kepentingan Pemerintah disini adalah memastikan agar kepentingan umum
terlayani dengan baik, tanpa harus membatasi kreativitas Pelaku Usaha. Namun
tidak tinggal diam,Pelaku usaha juga berupaya memenuhi persyaratan bisnisnya.
Respon terhadap Teknologi Aplikasi, Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah, harus dapat menyikapi pertumbuhan teknologi aplikasi sebagai sarana
bisnis di Indonesia secara proporsional, dengan melakukan identifikasi secara
efektif terhadap permasalahan hukum yang terjadi, siapa subjek hukum yang
diatur, dan substansi peraturan seperti apa yang dikeluarkan untuk mengaturnya.
Dari analisis terhadap skema kegiatan bisnis yang dilakukan
melalui teknologi aplikasi yang menggunakan sistem elektronik, terdapat banyak
aspek-aspek kegiatan yang dinilai perlu diatur oleh Pemerintah sehingga dapat
memberikan kepastian hukum terhadap penyelenggaraan kegiatan tersebut. Baik
kepada masyarakat sebagai konsumen, pelaku usaha yang terlibat, maupun terhadap
lingkungan masyarakat Indonesia sendiri secara luas. Saat ini, terdapat
beberapa isu yang harus dicermati oleh Pemerintah dalam menjalankan perannya
sebagai Regulator, antara lain: Kedudukan Pelaku Usaha Teknologi Aplikasi dalam
skema bisnis, dimana teknologi aplikasi yang dibuat menghubungkan Konsumen dan
Pelaku Usaha Penyedia barang dan jasa;
Harus ada regulasi yang jelas dari pemerintah mengenai
pemisahan tanggung jawab antara pelaku usaha teknologi aplikasi dengan penyedia
barang dan jasa. Dimana, perusahaan teknologi aplikasi sudah seharusnya tidak
dapat diminta pertanggung jawaban apabila terjadi kesalahan atau kelalaian yang
dilakukan oleh penyedia barang dan jasa.
Perkembangan teknologi semakin dinamis. Sementara, proses
penerbitan peraturan perundang-undangan Indonesia membutuhkan waktu yang
panjang. Pelaku usaha dan masyarakat sangat berharap agar pemerintah dapat
menyusun kerangka regulasi yang tepat dan harmonis agar tidak saling
bertentangan. Oleh karena itu, penting bagi Pemerintah Indonesia untuk
menentukan secara tepat sasaran regulasi dalam bidang teknologi aplikasi,
khususnya teknologi aplikasi yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi jual
beli menggunakan sistem elektronik.
Teuku Rahmad
Danil Cotseurani (TRDC)
Internal
Auditor
ASDC Bireuen
Aceh 24251
No comments:
Post a Comment