Thursday, June 2, 2016

APAKAH ADA SERTIFIKAT HALAL DAGING OLEH ULAMA ACEH?

Dimuat Droe Keu Droe : Serambi Indonesia, 15 Juli 2015

            Fenomena Muegang atau mak meugang hanya bisa kita jumpai di Aceh, yang ditandai potong sapi atau lembu dan kerbau yang dijual oleh pedagang daging mulai pasar kecamatan, pasar kabupaten dan dipusat kota Banda Aceh. Tradisi meugang yang dilakukan masyarakat Aceh pada saat mau menyambut puasa Ramadhan, menyambut hari raya idul fitri dan menyambut hari raya idul adha atau hari raya haji, jadi di Aceh dalam setahun ada tiga kali meugang dan sudah menjadi tradisi dari jaman lampau hingga sekarang. Menariknya harga daging di Aceh ibarat harga emas yang terus naik harganya dari tahun ke tahun, pada tahun 2014 kisaran harga daging di Aceh rata pada saat meugang Rp. 130.000,- dan pada tahun ini, 2015 harganya melambung jadi Rp.150.000,- dan dapat dipastikan pada tahun  2016 akan terus bergerak naik. Pun demikian antusiasme masyarakat Aceh menyambut tiga perisiwa besar tersebut yaitu puasa, hari raya idul fitri dan hari raya idul adha dengan meugang walau ada qurban pada hari raya idul adha tetap saja tinggi dan mampu membeli walau harga dagingnya terus mengalami kenaikan dari masa ke masa. Itulah keunikan masyarakat dan budaya Aceh.
            Tentu bagi masyarakat kalangan menengah ke atas masalah harga tidak menjadi soal, namun bagaimana dengan masyarakat miskin, memang kadang kala sejumlah instansi, lembaga dan aparatur negara ada menyumbang sapi untuk dijadikan daging meugang yang dibagi-bagi kepada kaum miskin tapi tetap saja tidak akan merata dan dinikmati oleh sejumlah masyarakat Aceh yang kategori miskin dan dhuafa yang ada di seluruh Aceh. Harapan kita pada pemerintah Aceh melalui dinas terkaitnya dapat mengontrol dan ada standar harga daging meugang di Aceh pada khususnya, karena keaneka ragaman budayanya dan tradisi meugang yang ada setiap tahun sebanyak tiga kali dalam setahun.
            Ketika hari meugang di Aceh yang ditandai banyaknya penjual daging yang menjajakan daging dagangannya yang kadang kala ada lapak khusus dibuat untuk menjual daging yang terpisah dari tempat atau pasar seperti biasanya, dan daging sapi atau kerbau digantung untuk dijual dari sejak subuh sampai menjelang siang, namun yang menjadi perhatian kita apakah pada saat proses pemotongan lembu atau kerbau dalam jumlah banyak seperti itu apakah dilakukan proses secara islami dan halal?  mengingat banyaknya jumlah sapi atau kerbau yang disembilih pada saat malam atau hari meugang. Apakah ada suatu sertifikat halal atau lisensi halal yang dikeluarkan oleh ulama Aceh untuk para pemotong atau yang menyembelih sapi atau kerbau tersebut? dan pada akhirnya disebut daging halal dari proses penyembelihannya.
 Untuk itu disini perlu peran ulama dan umara dalam hal ini MPU, Dinas Syariat Islam dan atau ormas-ormas islam lainnya selaku regulator yang  membuat suatu sertifikasi atau lisensi halal untuk menjamin ummatnya masyarakat Aceh mengkonsumsi daging yang dibeli itu secara halal dan memenuhi unsur syar’i, karena kita masyarakat Aceh dengan syariat islamnya sudah sepantasnya masalah kehalalan suatu makanan yang apalagi  berasal dari hewan ternak yang disembelih menjadi penting untuk mengharapkan keberkahan dari makanan yang kita santap dari hewan ternak tersebut. Pemimpin serta ulama akan Diminta pertangungjawabannya bila masalah keummatan kurang dihiraukan dan luput dari perhatian kita semua.
Di Negara-negara tetangga kita seperti Malaysia, Singapura dan Thailand sudah menerapkan dan memberlakukan sertifikat halal terhadap daging dari hewan ternak seperti sapi dan kerbau juga kambing mungkin mendesak dinegara-negara tersebut karena ada satu lagi hewan ternak seperti babi yang juga dijual untuk kalangan non muslim disana, masih untung kita mayoritas ummat Islam jadi daging babi tentu tidak ada kita jumpai di daerah kita, namun bila mana kedepan atau dimasa akan datang permintaan daging sapi meningkat dan pemerintah kita harus mengimpor umpamanya daging sapi Australia dan New Zealand maka mutlak sertifikat halal perlu dan penting sekali diterapkan.
Semoga saja hal-hal seperti ini tidak luput dari perhatian ulama kita dari pada mengurus masalah khilafiyah dibulan suci ramadhan, masih banyak masalah keummatan yang perlu diperhatikan oleh ulama dan para pemimpin kita seperti potensi zakat,infaq dan sedeqah untuk mengurangi angka kemiskinan, perbankan islam dan seterusnya. Dan kita harapkan ketenteraman dalam menjalankan ibadah dibulan puasa ini tanpa harus kita lihat aparat meneteng senjata lengkap ketika kita ke masjid untuk beribadah, semoga!

Teuku Rahmad Danil Cotseurani
Internal Auditor ASDC Bireuen
Aceh 24251


   

No comments:

Post a Comment