Thursday, October 5, 2017

Kedaulatan Rakyat Terhadap Air Dengan Wakaf



Wakaf adalah perbuatan hukum wakif (pihak yang melakukan wakaf) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah. Selama ini kita mengenal wakaf Cuma dalam bentuk tanah dan harta tidak bergerak saja, hak milik atas rumah dan tentu saja berbentuk uang. Ternyata wakaf air juga diatur dalam islam demi kemaslahantan ummat dan rakyat.
Adalah Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH dan SDA-MUI) menggelar Focus Group Discussion dengan tema “Menuju Kedaulatan Air dengan Wakaf: Menegakkan Amanat Konstitusi dan Syariat Islam”, (28/7) lalu. Bertempat di Gedung MUI, Jakarta. Dalam rangka menindaklanjuti dibatalkannya Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA).
Dalam pandangan MUI, sejauh ini kewenangan pengelolaan air terdistribusi kepada terlalu banyak lembaga dan perusahaan . Akibatnya, Indonesia kehilangan orientasi kolektif dalam membangun akses air minum masyarakat. Di sisi lain, saat terjadi krisis air tak satu pun lembaga negara yang bisa dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindak lanjut oleh seluruh pemangku kepentingan untuk menegakkan amanah konsitusi dimana air harus dikembalikan ke domain publik, dikelola untuk kesejahteraan orang banyak (ummat dan rakyat).
Dalam sambutannya, Wakil Ketua DPR RI bidang Kesejahteraan Rakyat Fahri Hamzah menyampaikan tiga poin penting terkait sikap dan posisi DPR menanggapi permasalahan air di Indonesia. Pertama, dalam agenda besar kedaulatan air, DPR secara politis dan kelembagaan akan berjuang bersungguh-sungguh untuk mewujudkan keinginan ulama, para pihak, dan rakyat akan terbukanya akses rakyat akan air. 
Kedua, DPR juga berkomitmen untuk melakukan pembahasan UU Sumber Daya Air secara terbuka, transparan, dan memenuhi rasa keadilan. Komisi terkait dan Badan Keahlian DPR yang melakukan pembahasan UU SDA di tahun 2017, DPR telah meminta masukan Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA) dan beberapa lembaga terkait. 
Ketiga, DPR juga akan berkomitmen bahwa prinsip-prinsip dasar kedaulatan air, yaitu: a) Air sebagai milik umum dimana rakyat memiliki akses atasnya; b) Rakyat mendapatkan kualitas yang layak atas air; c) Dipergunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan; d) Dikelola kelembagaannya oleh negara; e) Dimanfaatkan oleh publik atas azas kekeluargaan (ada mekanisme publik untuk mengontrol); f) Menolak monopoli, oligopoli, dan rente dalam penguasaan air; g) Dimanfaatkan untuk memuliakan kemanusiaan dan kehidupan; semua prinsip itu nanti akan tertuang dalam UU SDA yang baru. 
Keempat, DPR akan menjadi jembatan yang menyinergikan rencana MUI dan banyak pihak atas cita-cita kedaulatan air terwujud. “Skema menurunkan atau mengkonversi manfaat barang atau dana wakaf umat untuk program kedaulatan air di berbagai daerah rawan air di Indonesia dalam bentuk penyediaan infrastruktur, dan lain sebagainya, memerlukan seperangkat peraturan dan kesepahaman bersama antarberbagai pihak dan lembaga,” ujar Fahri seraya meminta agar MUI memberikan rekomendasi untuk dapat diagendakan untuk bertemu dengan komisi-komisi di DPR.

Alternatif Pendanaan
Saat ini ada 436 perusahaan yang melayani 512 kota kabupaten di Indonesia yang melayani 67 juta. Sasaran Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) adalah 4K, yaitu kualitas, kuantitas, kuantitas, dan keterjangkauan. Setidaknya ada tiga aspek mendasar yang menjadi permasalahan yang dihadapi perairminuman Indonesia. “Regulasi dan ketidakpastian peraturan menjadi masalah dalam tiga aspek, yaitu ketersediaan air baku, kelembagaan, dan pembiayaan.
Dalam hal ketersediaan air baku, masalah yang muncul menyangkut perizinan hingga konflik antarpengguna. Dalam hal kelembagaan, maraknya (booming) pelaku baru juga menjadi masalah. Terakhir dalam aspek pembiayaan, hal ini menyangkut penyelesaian utang, aset, tarif, dan investasi.
Disamping masalah legislasi tersebut di atas, pemerintah juga menghadapi kendala pendanaan untuk pembangunan bidang air minum. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dirjen Cipta Karya menyatakan bahwa kebutuhan biaya untuk menangani air minum 2015-2019 adalah sebesar Rp 253,9 triliun. Dengan ketersediaan dana APBN 2015-2019 sebesar Rp 33,9 triliun, maka perlu disusun skenario pesimis dimana ketersediaan dana lainnya juga mengikuti tren ketersediaan dana sebelumnya, yaitu hanya terpenuhi Rp 100,1 triliun.
Sementara itu,pihak Kementerian PUPR dalam jangka waktu lima tahun kedepan masih membutuhkan pembangunan air minum dengan anggaran Rp 275 triliun, sedangkan untuk sanitasi kebutuhannya adalah Rp 273,7 triliun. Dengan angka sebesar itu, Indonesia menjadi negara dengan proporsi pendanaan sektor air minum dan sanitasi terendah di dunia, yaitu kurang dari satu persen dari APBN atau sekita 0,2 persen dari PDB. Masih terkait hal itu oleh pihak kementrian PUPR  mendorong pola kolaborasi pendanaan lainnya seperti PNPM, dana desa yang selanjutnya adalah alternatif pendanaan dari kontribusi masyarakat berupa ZISWAF (Zakat Infak Sadakah dan Wakaf). 

Model Wakaf Air
Menjawab permasalahan tersebut, para pengamat ekonomi syariah, kiranya Kalau PDAM butuh uang tak perlu berutang, nanti tawarkan saja kepada pewakaf, sehingga nanti ada sebagaian keuntungan akan diberikan mauquf alaih. Karena, mekanisme yang ada saat ini mekanisme pasar, siapa yang memiliki akses ke sumber air terbaik akan mempunyai akses kapital. 
Model waqaf mata air yang dapat dilakukan perbankan syariah dewasa ini. Tugas bank syariah adalah membuat program agar memperkokoh kedaulatan air kepada masyarakat dengan bekerja sama dengan pihak yang mempunya mata air mengalir dan perusahaan air minum semisal PDAM,yang bisa diakses air dan untuk kepentingan umum sehingga  membuat semakin dekat nasabah dengan sang Khalik, konsep itulah yang kemudian disebut “dakwah first, business follow”.
Pemerintah disamping dengan PDAM, Pemerintah Daerah, kementerian terkait dan  Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI perlu kiranya bersinergi, karena pentingnya masalah air, sementara itu payung hukum dari MUI telah menetapkan Fatwa MUI No. 001/MUKNAS-IX/MUI/2015 tentang Pendayagunaan Harta Zakat, Infaq, Sedekah dan Waqaf untuk Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Bagi Masyarakat. Tinggal bagaimana pengelolaanya apa mungkin dengan wakaf bisa mendulang kedaulatan rakyat terhadap air yang muaranya pada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat atau masyarkat.
Seperti wakaf berbentuk tanah yang notabene bisa langsung dimamfaatkan untuk kepentingan dan kesejahteraan ummat, tapi pada kenyatannya belum ada badan khusus yang menangani wakaf terutama sekali di Aceh. aset tanah wakaf di Aceh yang seluas itu tidak dapat memberikan kontribusi yang positif untuk sosial ekonomi masyarakat dalam kaitannya dengan pengentasan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan. Hal ini terlihat dari data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh 2016 mengenai total penduduk miskin di Aceh yang mencapai 851.590 orang (17,08%) dari total penduduk Aceh yang berjumlah 5.002.000 orang. 
Hendaknyanya wakaf air bisa dimasukkan juga seperti halnya wakaf tanah atau uang dalam tata kelola perwakafan di Aceh nantinya. Kondisi ini perlu segera ditangani dengan mengambil beberapa terobosan strategis seperti penguatan regulasi, penguatan sumber daya manusia (SDM) pengelola wakaf, dan mengembangkan wakaf melalui proyek percontohan di Aceh dan Indonesia.
Tersebutlah bagaimana percontohan di Malaysia dan Singapura, untuk menjadi pilot proyek. Model pembiayaan kompleks komersial ini bisa saja mengikuti model pembangunan Menara Bank Islam 34 tingkat, sebesar US$49 juta atau lebih kurang Rp 655 miliar, di atas tanah wakaf almarhum Ahmad Dawjee Dadabhoy di kawasan segi tiga emas Kuala Lumpur, Malaysia, dengan konsep bangun guna serah (BOT). Proyek yang dimulai pada Juli 2007 ini selesai pada Oktober 2010 lalu.
Pemerintah Aceh juga bisa mencontoh inisiatif yang diambil oleh Majlis Ugama Singapura (MUIS) dengan anak perusahaannya Warees (Wakaf Real Estate Singapore) dalam membangun dua bidang tanah di Jalan Bencoolen dengan skim obligasi syariah musyarakah. Tanah yang pada awalnya berdiri masjid yang sudah tua itu dibuat gedung bertingkat yang terdiri dari sebuah masjid modern, tiga tingkat gedung komersial dan 12 tingkat apartemen yang semuanya berjumlah 84 unit.
Konon lagi wakaf yang monumental dan fenomenal wakaf tanah di Masjidil Haram, Mekkah, Saudi Arabia apa yang disebut Baitul Asyi yang terus memberi kompensasi kepada jamaah haji asal Aceh atas keuntungan atas tanah wakaf dari Habib Bugak dari Aceh. Tinggal pengelolaan saja yang transparansi dan akuntabel dari pemerintah Aceh, itu harapan kita kepada pemerintahan  Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah.
Begitu banyak potensi yang Islam tawarkan dalam segi ekonomi mulai dari zakat, infak, sadakah, mualamah sampai wakaf bisa jadi kekuatan ekonomi ummat Islam, sayangnya kita orang Islam sendiri tidak mau mengamalkan hal itu. Tentu saja belum terlambat untuk memulainya karena semua sudah ada pedoman dalam Al Quran dan Sunnah. Nah !

*) Penulis adalah
Bagian Akuntansi, Audit dan Pelaporan
/Penata Laporan Keuangan
PDAM Tirta Krueng Meureudu
Pidie Jaya - Aceh - Indonesia 24186


No comments:

Post a Comment