Wakaf
adalah perbuatan hukum wakif (pihak yang melakukan wakaf) untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah. Selama ini kita mengenal
wakaf Cuma dalam bentuk tanah dan harta tidak bergerak saja, hak milik atas
rumah dan tentu saja berbentuk uang. Ternyata wakaf air juga diatur dalam islam
demi kemaslahantan ummat dan rakyat.
Adalah
Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia
(LPLH dan SDA-MUI) menggelar Focus Group Discussion dengan tema “Menuju
Kedaulatan Air dengan Wakaf: Menegakkan Amanat Konstitusi dan Syariat Islam”,
(28/7) lalu. Bertempat di Gedung MUI, Jakarta. Dalam rangka menindaklanjuti
dibatalkannya Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU
SDA).
Dalam
pandangan MUI, sejauh ini kewenangan pengelolaan air terdistribusi kepada
terlalu banyak lembaga dan perusahaan . Akibatnya, Indonesia kehilangan
orientasi kolektif dalam membangun akses air minum masyarakat. Di sisi lain,
saat terjadi krisis air tak satu pun lembaga negara yang bisa dimintai
pertanggungjawaban. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindak lanjut oleh seluruh
pemangku kepentingan untuk menegakkan amanah konsitusi dimana air harus
dikembalikan ke domain publik, dikelola untuk kesejahteraan orang banyak (ummat
dan rakyat).
Dalam
sambutannya, Wakil Ketua DPR RI bidang Kesejahteraan Rakyat Fahri Hamzah
menyampaikan tiga poin penting terkait sikap dan posisi DPR menanggapi
permasalahan air di Indonesia. Pertama, dalam agenda besar
kedaulatan air, DPR secara politis dan kelembagaan akan berjuang
bersungguh-sungguh untuk mewujudkan keinginan ulama, para pihak, dan rakyat
akan terbukanya akses rakyat akan air.
Kedua, DPR juga berkomitmen
untuk melakukan pembahasan UU Sumber Daya Air secara terbuka, transparan, dan
memenuhi rasa keadilan. Komisi terkait dan Badan Keahlian DPR yang melakukan
pembahasan UU SDA di tahun 2017, DPR telah meminta masukan Koalisi Rakyat untuk
Hak Atas Air (KRuHA) dan beberapa lembaga terkait.
Ketiga, DPR juga akan
berkomitmen bahwa prinsip-prinsip dasar kedaulatan air, yaitu: a) Air sebagai
milik umum dimana rakyat memiliki akses atasnya; b) Rakyat mendapatkan kualitas
yang layak atas air; c) Dipergunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan; d)
Dikelola kelembagaannya oleh negara; e) Dimanfaatkan oleh publik atas azas
kekeluargaan (ada mekanisme publik untuk mengontrol); f) Menolak monopoli, oligopoli,
dan rente dalam penguasaan air; g) Dimanfaatkan untuk memuliakan kemanusiaan
dan kehidupan; semua prinsip itu nanti akan tertuang dalam UU SDA yang
baru.
Keempat, DPR akan menjadi
jembatan yang menyinergikan rencana MUI dan banyak pihak atas cita-cita
kedaulatan air terwujud. “Skema menurunkan atau mengkonversi manfaat barang
atau dana wakaf umat untuk program kedaulatan air di berbagai daerah rawan air
di Indonesia dalam bentuk penyediaan infrastruktur, dan lain sebagainya,
memerlukan seperangkat peraturan dan kesepahaman bersama antarberbagai pihak
dan lembaga,” ujar Fahri seraya meminta agar MUI memberikan rekomendasi untuk
dapat diagendakan untuk bertemu dengan komisi-komisi di DPR.
Alternatif
Pendanaan
Saat
ini ada 436 perusahaan yang melayani 512 kota kabupaten di Indonesia yang
melayani 67 juta. Sasaran Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) adalah 4K, yaitu
kualitas, kuantitas, kuantitas, dan keterjangkauan. Setidaknya ada tiga aspek
mendasar yang menjadi permasalahan yang dihadapi perairminuman Indonesia.
“Regulasi dan ketidakpastian peraturan menjadi masalah dalam tiga aspek, yaitu
ketersediaan air baku, kelembagaan, dan pembiayaan.
Dalam
hal ketersediaan air baku, masalah yang muncul menyangkut perizinan hingga
konflik antarpengguna. Dalam hal kelembagaan, maraknya (booming) pelaku baru
juga menjadi masalah. Terakhir dalam aspek pembiayaan, hal ini menyangkut
penyelesaian utang, aset, tarif, dan investasi.
Disamping
masalah legislasi tersebut di atas, pemerintah juga menghadapi kendala
pendanaan untuk pembangunan bidang air minum. Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Dirjen Cipta Karya menyatakan bahwa kebutuhan biaya untuk
menangani air minum 2015-2019 adalah sebesar Rp 253,9 triliun. Dengan
ketersediaan dana APBN 2015-2019 sebesar Rp 33,9 triliun, maka perlu disusun
skenario pesimis dimana ketersediaan dana lainnya juga mengikuti tren
ketersediaan dana sebelumnya, yaitu hanya terpenuhi Rp 100,1 triliun.
Sementara
itu,pihak Kementerian PUPR dalam jangka waktu lima tahun kedepan masih membutuhkan
pembangunan air minum dengan anggaran Rp 275 triliun, sedangkan untuk sanitasi
kebutuhannya adalah Rp 273,7 triliun. Dengan angka sebesar itu, Indonesia
menjadi negara dengan proporsi pendanaan sektor air minum dan sanitasi terendah
di dunia, yaitu kurang dari satu persen dari APBN atau sekita 0,2 persen dari
PDB. Masih terkait hal itu oleh pihak kementrian PUPR mendorong pola
kolaborasi pendanaan lainnya seperti PNPM, dana desa yang selanjutnya adalah alternatif pendanaan dari
kontribusi masyarakat berupa ZISWAF (Zakat Infak Sadakah dan Wakaf).
Model
Wakaf Air
Menjawab
permasalahan tersebut, para pengamat ekonomi syariah, kiranya Kalau PDAM butuh
uang tak perlu berutang, nanti tawarkan saja kepada pewakaf, sehingga nanti ada
sebagaian keuntungan akan diberikan mauquf alaih. Karena, mekanisme yang ada
saat ini mekanisme pasar, siapa yang memiliki akses ke sumber air terbaik akan
mempunyai akses kapital.
Model
waqaf mata air yang dapat dilakukan perbankan syariah dewasa ini. Tugas bank
syariah adalah membuat program agar memperkokoh kedaulatan air kepada
masyarakat dengan bekerja sama dengan pihak yang mempunya mata air mengalir dan
perusahaan air minum semisal PDAM,yang bisa diakses air dan untuk kepentingan
umum sehingga membuat semakin dekat nasabah dengan sang Khalik, konsep
itulah yang kemudian disebut “dakwah first, business follow”.
Pemerintah
disamping dengan PDAM, Pemerintah Daerah, kementerian terkait dan Ketua
Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI perlu kiranya bersinergi,
karena pentingnya masalah air, sementara itu payung hukum dari MUI telah
menetapkan Fatwa MUI No. 001/MUKNAS-IX/MUI/2015 tentang Pendayagunaan Harta
Zakat, Infaq, Sedekah dan Waqaf untuk Pembangunan Sarana Air Bersih dan
Sanitasi Bagi Masyarakat. Tinggal bagaimana pengelolaanya apa mungkin dengan
wakaf bisa mendulang kedaulatan rakyat terhadap air yang muaranya pada kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat atau masyarkat.
Seperti
wakaf berbentuk tanah yang notabene bisa langsung dimamfaatkan untuk kepentingan
dan kesejahteraan ummat, tapi pada kenyatannya belum ada badan khusus yang
menangani wakaf terutama sekali di Aceh. aset tanah wakaf di Aceh
yang seluas itu tidak dapat memberikan kontribusi yang positif untuk sosial
ekonomi masyarakat dalam kaitannya dengan pengentasan kemiskinan dan mewujudkan
kesejahteraan. Hal ini terlihat dari data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) Aceh 2016 mengenai total penduduk miskin di Aceh yang mencapai
851.590 orang (17,08%) dari total penduduk Aceh yang berjumlah 5.002.000
orang.
Hendaknyanya wakaf air bisa dimasukkan juga seperti halnya
wakaf tanah atau uang dalam tata kelola perwakafan di Aceh nantinya. Kondisi
ini perlu segera ditangani dengan mengambil beberapa terobosan strategis
seperti penguatan regulasi, penguatan sumber daya manusia (SDM)
pengelola wakaf, dan mengembangkan wakaf melalui proyek
percontohan di Aceh dan Indonesia.
Tersebutlah bagaimana
percontohan di Malaysia dan Singapura, untuk menjadi pilot proyek. Model
pembiayaan kompleks komersial ini bisa saja mengikuti model pembangunan Menara
Bank Islam 34 tingkat, sebesar US$49 juta atau lebih kurang Rp 655 miliar, di
atas tanah wakaf almarhum Ahmad Dawjee Dadabhoy di kawasan segi tiga emas
Kuala Lumpur, Malaysia, dengan konsep bangun guna serah (BOT). Proyek yang
dimulai pada Juli 2007 ini selesai pada Oktober 2010 lalu.
Pemerintah
Aceh juga bisa mencontoh inisiatif yang diambil oleh Majlis Ugama Singapura
(MUIS) dengan anak perusahaannya Warees (Wakaf Real Estate Singapore) dalam
membangun dua bidang tanah di Jalan Bencoolen dengan skim obligasi syariah
musyarakah. Tanah yang pada awalnya berdiri masjid yang sudah tua itu dibuat
gedung bertingkat yang terdiri dari sebuah masjid modern, tiga tingkat gedung
komersial dan 12 tingkat apartemen yang semuanya berjumlah 84 unit.
Konon
lagi wakaf yang monumental dan fenomenal wakaf tanah di Masjidil Haram, Mekkah,
Saudi Arabia apa yang disebut Baitul Asyi yang terus memberi kompensasi kepada
jamaah haji asal Aceh atas keuntungan atas tanah wakaf dari Habib Bugak dari
Aceh. Tinggal pengelolaan saja yang transparansi dan akuntabel dari pemerintah
Aceh, itu harapan kita kepada pemerintahan Irwandi Yusuf dan Nova
Iriansyah.
Begitu
banyak potensi yang Islam tawarkan dalam segi ekonomi mulai dari zakat, infak,
sadakah, mualamah sampai wakaf bisa jadi kekuatan ekonomi ummat Islam,
sayangnya kita orang Islam sendiri tidak mau mengamalkan hal itu. Tentu saja
belum terlambat untuk memulainya karena semua sudah ada pedoman dalam Al Quran
dan Sunnah. Nah !
*) Penulis adalah
Bagian Akuntansi,
Audit dan Pelaporan
/Penata
Laporan Keuangan
PDAM
Tirta Krueng Meureudu
Pidie
Jaya - Aceh - Indonesia 24186